Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Detik Keabadian

5 Desember 2020   18:31 Diperbarui: 5 Desember 2020   19:19 45 3

Tak terasa detik demi detik telah berlalu

Melahap semua derita di dalam kalbu

Menyisakan goresan memanjang yang tak lekang oleh waktu


"Apa kau ingin mendengarku?"


"Jangan membuang waktu!" jawabmu dengan gurat wajah penuh kengerian


Aku bergeming, mengunci mulut rapat-rapat

Menyaksikan tubuhmu berjalan menjauh memunggungiku

Sebuah bisikan membuat napasku tercekat untuk sesaat

Kalimat itu menenangkan sekaligus membuatku sedih

Mungkinkah ini jalannya?

Tak ada yang menyahut, semuanya membisu

Apa yang kuharapkan?

Hanya kau berbalik dan mengulurkan tangan

Namun, semua itu hanya khayalan semata yang akan tetap dalam angan


Aku tak mengerti semua ini

Aku telah berdiri begitu tegak dengan penuh rasa percaya diri

Namun, kurasa pohon-pohon marah bersamaan saat itu juga

Hingga mereka tak sudi membagi apa yang mereka hasilkan


Apa kesalahanku?

Inikah cara menolak dengan halus?

Ah, bukan seperti itu agaknya

Ini adalah cara menerima dengan menghadirkan rasa sakit, bisiknya lagi


Kumpulan asap hitam mulai menghampiri hingga membuatku terbatuk

Memaksa sesak bersemayam di dada

Mencoba merenggut paksa sesuatu yang begitu berharga

Ya, berharga?

Tapi ... itu dulu, sebelum cakrawala yang dihiasi warna jingga raib digantikan petang

Hanya tinggal menghitung detik

Ya, hanya tinggal menunggu saja

Detik Keabadian itu membelengguku


Salam Senyap, 

4, Desember 2020

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun