Tak terasa detik demi detik telah berlalu
Melahap semua derita di dalam kalbu
Menyisakan goresan memanjang yang tak lekang oleh waktu
"Apa kau ingin mendengarku?"
"Jangan membuang waktu!" jawabmu dengan gurat wajah penuh kengerian
Aku bergeming, mengunci mulut rapat-rapat
Menyaksikan tubuhmu berjalan menjauh memunggungiku
Sebuah bisikan membuat napasku tercekat untuk sesaat
Kalimat itu menenangkan sekaligus membuatku sedih
Mungkinkah ini jalannya?
Tak ada yang menyahut, semuanya membisu
Apa yang kuharapkan?
Hanya kau berbalik dan mengulurkan tangan
Namun, semua itu hanya khayalan semata yang akan tetap dalam angan
Aku tak mengerti semua ini
Aku telah berdiri begitu tegak dengan penuh rasa percaya diri
Namun, kurasa pohon-pohon marah bersamaan saat itu juga
Hingga mereka tak sudi membagi apa yang mereka hasilkan
Apa kesalahanku?
Inikah cara menolak dengan halus?
Ah, bukan seperti itu agaknya
Ini adalah cara menerima dengan menghadirkan rasa sakit, bisiknya lagi
Kumpulan asap hitam mulai menghampiri hingga membuatku terbatuk
Memaksa sesak bersemayam di dada
Mencoba merenggut paksa sesuatu yang begitu berharga
Ya, berharga?
Tapi ... itu dulu, sebelum cakrawala yang dihiasi warna jingga raib digantikan petang
Hanya tinggal menghitung detik
Ya, hanya tinggal menunggu saja
Detik Keabadian itu membelengguku
Salam Senyap,
4, Desember 2020