untuk kesekian kali, engkau memilih untuk menerabas belukar, mengambil jalan pintas, tidak persoalan jika itu tidak pantas. dan untuk kesekian kali pula, aku hanya sanggup kecewa, tak mampu berbuat apa-apa.
herannya, engkau tak sedikitpun terluka, apalagi berdarah, entah kulitmu memang sudah bebal terlampau tebal, atau licin, berminyak pelicin.
dan seperti biasa, seringai dan tawa menghias wajahmu yang merah. tak ada sinar di sana, aku hanya melihat api angkara. buas, ya buas seperti serigala memburu mangsa, atau ganas seperti burung pemakan jenazah!
aku tak ingin menjadi saksi kengerian demi kengerian ini. serupa mimpi buruk di dalam mimpi buruk lainnya, gelap di dalam gelap, berlapis-lapis, seperti sebuah pusaran maut yang tak berujung.
maka aku menancapkan sumpah. jika tak mungkin menarikmu kembali, sungguh pantas jika aku yang harus beranjak pergi!
Jakarta, 9 November 2022