Menurut data dari 30 kasus perundungan pada 2023, sebanyak 50% terjadi di jenjang SMP/sederajat, 30% di jenjang SD/sederajat, 10% di jenjang SMA/sederajat, dan 10% di jenjang SMK/sederajat. Hal ini membuktikan bahwa bullying kerap terjadi pada Gen Z baik pelaku maupun korban. Motif dari para pelaku bullying bisa bermacam macam seperti tidak suka pada korban atau hanya sekedar mencari ketenaran di lingkungannya. Sementara korban bullying cenderung pendiam dan tidak berani menceritakan apa yang ia alami pada orang orang sekitarnya lantaran takut pada pelaku. Hal tersebut tentunya akan membuat mental korban hancur yang berdampak pada aktifitas korban sehari hari seperti tidak fokus dalam belajar, takut bersosialisasi pada orang lain, bahkan tidak menutup kemungkinan korban akan mengalami trauma.
Menurut saya, bullying memang sulit untuk dihapuskan dari lingkungan masyarakat, akan tetapi kita dapat meminimalisir terjadinya kasus bullying terutama di lingkungan sekolah/kampus dengan menyediakan layanan konsultasi anti bullying di tiap sekolah untuk para korban bullying, dan juga dapat dilakukan pencegahan lebih dini yaitu membuat program penyuluhan serta kurikulum yang mengedepankan adab dan etika untuk usia dini agar meminimalisir terjadinya bullying di masa depan nanti,selain itu sejak dini anak perlu diajarkan memanusiakan manusia supaya mengerti sesama sejak dini, serta untuk orang tua diharapkan dapat memantau aktifitas anaknya dan memberikan masukan serta nasihat untuk mencegah adanya perilaku bullying.