Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerita Pemilih

Kemenangan Gibran dan Bobby Bukan Karena Jokowi

10 Desember 2020   12:25 Diperbarui: 10 Desember 2020   12:29 308 11
Lucu juga membaca sejumlah headline media pagi ini. Setelah proses Pilkada Serentak, sejumlah media berlomba-lomba memberitakan hasil hitung cepat (quick count) Pilkada Serentak di Indonesia.

Yang jadi sorotan, tentu Pilwalkot Medan dan Pilwalkot Surakarta. Bagaimana tidak, di dua ajang kontestasi itu, calon Wali Kotanya adalah Anak dan Menantu Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.

Jauh sebelum genderang perang pesta demokrasi ditabuh, kemunculan rockie dalam dunia politik ini memang hangat diperbincangkan. Sosok Gibran dan Bobby dinilai hanya mendompleng ketenaran bapak dan mertuanya, yang tak lain adalah orang nomor satu di Indonesia.

Nyanyian sumbang alias nyinyir terus menggema dengan majunya putra dan menantu Jokowi itu. Semua mengaitkan dengan adanya dinasti politik, dan menganggapnya hal yang tidak elok. Padahal dalam undang-undang, tak ada larangan setiap orang untuk maju dalam kontestasi politik, meskipun ia anak dan menantu presiden.

Meski dihantam isu-isu tak sedap, toh partai penguasa di republik ini, PDI Perjuangan mantab menarungkan Gibran dan Bobby dalam Pilkada Serentak 2020 yang telah usai, 9 Desember kemarin. Hasilnya mengejutkan, duo rockie itu berhasil meraih suara terbanyak dibanding lawan-lawan politiknya.

Dari hasil hitung cepat versi Charta Politika dan Populi Center, putra sulung Jokowi berhasil menang telak dengan perolehan suara 87,15%. Sementara Bobby mengalahkan pesaingnya dengan meraup suara 55,29%. Meski hasil itu baru sekedar quick count, namun sudah bisa dipastikan keduanya bakal menduduki singgasana Wali Kota Surakarta dan Wali Kota Medan.

Orang-orang yang nyinyir dengan majunya Gibran dan Bobby langsung tersentak. Meski begitu, sepertinya mereka masih tak rela anak dan menantu Jokowi itu menang dalam kontestasi. Alhasil, media-media memilih judul yang cukup bombastis dan kontroversi.

Kumparan misalnya, judul berita hari ini menuliskan Jokowi-Gibran-Bobby Buat Rekor Baru: Bapak Presiden, Anak dan Menantu Wali Kota. Sementara Tempo, membuat judul yang lebih mengerikan. Cover Tempo hari ini bergambar Jokowi dan Iriana Jokowi sedang menggandeng Gibran dan Bobby dengan senyum yang bahagia. Judulnya pun sangat mengejutkan, yakni 'Keluarga Berjaya'.

Jangan Sangkutkan Dengan Jokowi

Kemenangan Gibran dan Bobby dalam Pilkada Serentak di Surakarta dan Medan tentu buah manis dari persiapan-persiapan matang. Tak etis jika menilai kemenangan Gibran dan Bobby hanya karena Jokowi, yang kebetulan sedang menjabat sebagai Presiden RI.

Jokowi sendiri tak pernah meminta apalagi mendorong anak dan menantunya maju dalam kontestasi politik. Setiap ditanya awak media, Jokowi selalu menegaskan dirinya tak pernah memaksa anak dan menantunya mengikuti jejak kariernya di dunia politik.

Namun, Jokowi mengatakan bahwa anak dan menantunya memiliki hak yang sama dalam politik, yakni hak untuk dipilih dan memilih. Bahkan, Jokowi juga tidak memberikan karpet merah dengan membantu optimal pencalonan keduanya. Dua-duanya diminta Jokowi mengikuti alur demokrasi dari awal, mulai mencari partai pengusung sekaligus kampanye.

Jika menganggap Gibran dan Bobby adalah upaya Jokowi menancapkan dinasti politiknya, maka mari kita mencoba kembali pada perhelatan pemilu-pemilu sebelumnya. Ada banyak contoh, dimana anak seorang presiden, gagal maju dalam kontestasi politik.

Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu menjadi contohnya. Putra sulung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono juga maju sebagai salah satu kandidat. Namun, AHY kalah telak dari dua pesaingnya, Anies Baswedan dan Ahok.

Sebagai mantan presiden yang berkuasa selama 10 tahun, tentu SBY memiliki kharisma kuat untuk memenangkan putranya itu. Namun masyarakat beranggapan lain, dan menilai AHY belum mampu menjadi orang nomor satu di DKI.

Atau kisah Megawati Soekarno Putri, anak sang proklamator ulung sekaligus bapak bangsa, Ir Soekarno. Saat ia maju dalam kancah politik sebagai calon presiden, ia juga gagal mendapatkan hasil manis.

Meski ada yang mengatakan beda konteks, karena anak-anak Jokowi maju saat ia masih aktif menjadi Presiden, namun sebenarnya Gibran dan Bobby bisa saja kalah kalau memang tak dipercaya masyarakat. Satu yang harus diingat, sistem pemilu di Indonesia adalah pemilihan langsung oleh rakyat, bukan ditunjuk oleh penguasa negara.

Jika masyarkat menganggap Gibran dan Bobby tak kompeten, tentu mereka tak akan memilih keduanya. Diakui atau tidak, literasi politik masyarakat Indonesia terus meningkat, dan mereka kini lebih rasional dalam memilih calon pemimpinnya. Kalau masyarakat tidak suka, jangankan anak presiden, orang yang mengaku keturunan Nabi juga bisa kalah.

Apapun hasilnya, ini adalah gambaran politik di Indonesia. Stop menyalahkan Jokowi dan nyinyir dengan keberhasilan Gibran dan Bobby sebagai Wali Kota Surakarta dan Medan. Toh keduanya sudah mengikuti proses sejak awal, tanpa ada upaya-upaya dari Jokowi sebagai presiden untuk memenangkan anak dan menantunya dengan segala cara.

Mari kita berpikiran positif dengan terpilihnya purtra dan menantu presiden dalam kontestasi politik ini. Peristiwa ini akan menjadi sejarah, dan pasti akan dikenang dalam kehidupan anak cucu kita nanti.

Kita hanya bisa mendoakan, Gibran dan Bobby dapat menjadi pemimpin yang amanah yang mengatasnamakan segala kepentingan kepada rakyat. Mereka masih muda, tentu masih membutuhkan banyak bimbingan dan arahan. Alangkah indahnya, jika politisi-politisi gaek tanah air, ikhlas dengan hasil demokrasi ini dan memberikan dukungan serta suportnya pada keduanya.

Selamat pada Gibran dan Bobby. Semoga Surakarta dan Medan akan semakin baik di tangan kalian berdua. Salam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun