Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hobby Pilihan

Sedih Tak Berujung ala Kehidupan Fugui di Novel "To Live"

23 Januari 2021   15:11 Diperbarui: 23 Januari 2021   15:16 489 6
[Spoiler rate: 20-30%]

Sungguh beruntung dan mujur nasip Fugui. Dia lahir di keluarga kaya. Kakeknya meninggalkan beratus-ratus bidang tanah yang walaupun di tangan ayahnya tinggal separuh, namun Fugui tetap terpandang sehingga sehari-hari dipanggil 'Tuan Muda'.

Dia tak pernah khawatir akan kelaparan. Kerjaannya bersenang-senang. Datang ke pelacuran, meniduri puluhan perempuan walaupun istrinya -Jiazhen, jauh lebih cantik dari perempuan-perempuan itu.

"Aku suka berpetualang ke pelacuran, untuk mendengarkan para perempuan binal merintih-rintih mengerang-erang sepanjang malam.....

....jadi lelaki kalau terlanjur mencebur bersama pelacur, sudah barang tentu mesti juga main judi." Hal.13.

Kegemaran Fugui minum hingga mabuk. Namun, berjudi adalah satu hal yang selalu memicu adrenalinnya. Sekali-dua kali menang, kemahiran berjudinya masih timpang dengan jumlah kekalahannya. Tanah keluarga ia jadikan taruhan. Hingga, kemudian ia, istri, ayah dan ibunya harus terusir dari rumah sendiri.

Tak lama ayahnya mati dalam keadaan hina karena kemiskinan. Harapan si Tuan Besar mati di kediaman yang puluhan tahun ditempati tak tercapai. Ia harus bersemayam di gubuk kecil yang berdiri di tanah pinjaman yang dulu menjadi miliknya. Sungguh miris.

Ksebaran Jiazhen dan ibunya memunculkan kesadaran pada diri Fugui. Berapa, dua wanita terkasih ini tak pernah sekalipun meninggalkan dia. Fugui, yang tadinya hidup bergelimangan harta kini harus berladang. Mencangkul tanah, menyemai bibit dan mengurusi beberapa petak tanah pinjaman itu sebaik-baiknya, agar tetap hidup.

"Jiazhen terlahir sebagai nona orang kaya di kota, kulitnya halus dan dagingnya empuk. Lihat dia kerja kasar begini, tentu hatiku tidak tega. Dengar aku suruh dia istirahat di pematang, Jiazhen tertawa riang dan berkata, "Aku tak lelah."" Hal 54.

Fugui hidup di zaman saat pemerintah melakukan berbagai macam percobaan kebijakan. Satu waktu, semua tanah milik masyarakat diambil oleh pemerintah dan kemudian dibagikan rata.

Long Er, bandar judi yang "merebut" semua tanah keluarga milik Fugui bahkan harus ditembak mati sebab tak rela tanah miliknya diambil pemerintah.

"Setelah dipikir, semakin aku sadar betapa aku nyaris bernasip sama seperti Long Er." Hal.80.

Tak hanya perihal tanah, semua perkakas milik warga diambil dan dilebur jadi satu. Semua bahan makanan mentah juga diambil dan dikumpulkan jadi satu. Untuk makan, mereka dapat antre di dapur umum. Mula-mula kebijakan ini tampak menguntungkan. Semua penduduk, tak perduli dia miskin atau kaya, akan makan makanan yang sama. Jika menu hari itu daging kambing, maka semua akan merasakannya. Namun, lama-lama saat pangan habis, satu desa akan sengsara.

"Mulai besok kantin bubar. Semuanya cepat-cepar pergi ke kota beli wajan dan panci. Seperti dulu, semua kudu masak sendiri-sendiri." Hal.112.

Saat ayahnya mati, ibunya mulai sakit-sakitan. Naas, saat Fugui menuju kota mencari dokter, dia ditangkap dan dijadikan serdadu untuk terjun ke medan perang. Setahun kemudian dia pulang dalam keadaan hidup, ibunya sudah meninggal. Anaknya Fengxia menjadi bisu dan tuli sebab terkena demam tinggi.

Merasa tak mampu merawat, mereka berdua "menjual" Fengxia untuk diasuh keluarga lain. Mereka terpaksa melakukannya demi kehidupan lebih baik bagi Youqing -adik Fengxia, yang masih kecil. Youqing yang 'normal' harus disekolahkan agar, dan Fengxia yang kemudian terpaksa dikobankan.

Kesusahan dalam hidup Fugui datang silih berganti. Tak hanya menimpa dia, istri dan kedua anaknya. Tapi juga bagi semua penduduk yang ada di sana. Saat panen gagal, mereka terancam mati kelaparan. Menemukan sebuah umbi berukuran kecil di tanah galian bisa jadi perkara besar yang mempertaruhkan nyawa. Sungguh miris.

* * *

Setelah menyelesaikan novel ini, saya akhirnya paham kenapa hingga detik ini pemerintah Tiongkok melarang novel ini untuk diterbitkan. Untungnya, penerbit yang ada di negara lain melihat potensi buku ini.

Di Indonesia, buku ini diterbitkan oleh Gramedia dan dialihbahasakan oleh Agustinus Wibowo. Sebagaimana buku Kisah Seorang Pedagang Darah yang saya baca lebih dulu, buku To Live ini pun sama apiknya dari sisi terjemahan.

Hanya, dari segi penulisan, saya merasa buku Kisah Seorang Pedagang Darah dibuat jauh lebih rapi.

Saat akan membaca novel ini saya sudah menyiapkan mental sebab katanya akan banyak kesedihan yang muncul. Dan benar saja, novel ini tak ubahnya salah satu bagian dari novel A Series of Unfortunate Events sebab dari awal hingga akhir kesedihan sambung menyambung.

Walau begitu, salah juga jika dikatakan tak ada hal-hal manis yang membahagiakan dari kisah Fugui dan keluarganya ini.

Novel ini sudah diadaptasi ke film yang digarap oleh sutradara terkenal Zhang Yimou. Film ini juga dilarang tayang di Tiongkok. Namun, di berbagai festival internasional, film ini berhasil unjuk gigi walaupun harga yang diterima Zhang Yimou cukup mahal, yakni dia dilarang membuat film selama 2 tahun setelahnya.

Setelah membaca 2 buku Yu Hua, sepertinya saya mulai jatuh cinta terhadap karya-karya penulis ini.  Ada satu lagi buku Yu Hua yang sudah diterjemahkan yakni Brothers atau Dua Bersaudara. Sayangnya, saya belum mempunyainya. Semoga nanti ada kelebihan rezeki jadi bisa beli buku itu demi melengkapi koleksi dan juga menyecap pengalaman hidup seperti apa lagi yang akan saya dapatkan.

Skor 8,8/10

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun