Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Sedih Tak Berujung ala Kehidupan Fugui di Novel "To Live"

23 Januari 2021   15:11 Diperbarui: 23 Januari 2021   15:16 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source image: goodreads.com

[Spoiler rate: 20-30%]

Sungguh beruntung dan mujur nasip Fugui. Dia lahir di keluarga kaya. Kakeknya meninggalkan beratus-ratus bidang tanah yang walaupun di tangan ayahnya tinggal separuh, namun Fugui tetap terpandang sehingga sehari-hari dipanggil 'Tuan Muda'.

Dia tak pernah khawatir akan kelaparan. Kerjaannya bersenang-senang. Datang ke pelacuran, meniduri puluhan perempuan walaupun istrinya -Jiazhen, jauh lebih cantik dari perempuan-perempuan itu.

"Aku suka berpetualang ke pelacuran, untuk mendengarkan para perempuan binal merintih-rintih mengerang-erang sepanjang malam.....

....jadi lelaki kalau terlanjur mencebur bersama pelacur, sudah barang tentu mesti juga main judi." Hal.13.

Kegemaran Fugui minum hingga mabuk. Namun, berjudi adalah satu hal yang selalu memicu adrenalinnya. Sekali-dua kali menang, kemahiran berjudinya masih timpang dengan jumlah kekalahannya. Tanah keluarga ia jadikan taruhan. Hingga, kemudian ia, istri, ayah dan ibunya harus terusir dari rumah sendiri.

Tak lama ayahnya mati dalam keadaan hina karena kemiskinan. Harapan si Tuan Besar mati di kediaman yang puluhan tahun ditempati tak tercapai. Ia harus bersemayam di gubuk kecil yang berdiri di tanah pinjaman yang dulu menjadi miliknya. Sungguh miris.

Ksebaran Jiazhen dan ibunya memunculkan kesadaran pada diri Fugui. Berapa, dua wanita terkasih ini tak pernah sekalipun meninggalkan dia. Fugui, yang tadinya hidup bergelimangan harta kini harus berladang. Mencangkul tanah, menyemai bibit dan mengurusi beberapa petak tanah pinjaman itu sebaik-baiknya, agar tetap hidup.

"Jiazhen terlahir sebagai nona orang kaya di kota, kulitnya halus dan dagingnya empuk. Lihat dia kerja kasar begini, tentu hatiku tidak tega. Dengar aku suruh dia istirahat di pematang, Jiazhen tertawa riang dan berkata, "Aku tak lelah."" Hal 54.

Fugui hidup di zaman saat pemerintah melakukan berbagai macam percobaan kebijakan. Satu waktu, semua tanah milik masyarakat diambil oleh pemerintah dan kemudian dibagikan rata.

Long Er, bandar judi yang "merebut" semua tanah keluarga milik Fugui bahkan harus ditembak mati sebab tak rela tanah miliknya diambil pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun