13 Maret 2021 08:40Diperbarui: 25 Maret 2023 15:2518895
Malam itu kurasakan kereta api berjalan sangat lambat. Jarum jam di tangan menunjuk angka 21.30-an. Itu artinya masih satu jam lagi baru sampai stasiun Tugu, Jogjakarta. Perjalanan dari Surabaya ke Magelang malam itu benar-benar terasa sangat lama. Terbayang kecemasan istri bersama anak-anak yang sudah dua hari kutinggalkan untuk tugas dinas ke Surabaya. Sepuluh menit lalu dentingan telepon tanda SMS masuk dari isteri yang kubuka isinya ; ”Smpe mn?”. Waktu itu tahun 2010, belum musim WhatsApp. Kujawab singkat juga ; “Hmpir Solo”. Tak berselang lama masuk lagi SMS; “Mas, aq takut. Di rmh terdengar lemparan batu, tdk hny sekali”. Aku mulai cemas juga dan kubalas; “Tenang aja, 2 jam lg aq smpe rmh”. Istriku di rumah bersama dua anakku, yang nomor dua -waktu itu masih usia TK- dan si bungsu yang baru mulai bisa jalan. Sedangkan anak mbarep ikut kakek neneknya dan bersekolah di Salatiga. Yang membuatku sedikit merasa tenang karena selain bersama 2 anakku, di rumah ada seorang lelaki remaja yang masih kerabat dekat berasal dari Lamongan Jawa Timur yang sejak kami tinggal di Magelang menemani kami. Namanya Inu.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.