Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Pemindahan Ibu Kota, Siasat Lari dari Masalah?

30 April 2019   18:33 Diperbarui: 30 April 2019   18:44 96 0
Wacana untuk memidahkan ibu kota telah muncul bahkan sejak era Presiden Soekarno. Tahun demi tahun, maraknya pembagunan ditambah populasi pertambahan kendaraan bermotor yang terus meningkat, sukses membuat jalan makin padat merayap.

Lihat saja ulah Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang menargetkan penjualan industri mobil di Indonesia sebesar rata-rata 1 juta-1,2 juta unit setahun. Angka tersebut tentu akan menambah populasi kendaraan yang sudah ada saat ini.

Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2015 menunjukkan, perbandingan jalan di Jakarta sudah mencapai 2.077 unit kendaraan per satu kilometer jalan. Bisa dipastikan saat ini kondisinya pasti makin parah.

Persoalan kemacetan yang makin parah ialah efek dari keterlambatan pembangunan sistem transportasi massal. Kebutuhan sistem ini mendesak dengan kondisi pertumbuhan kendaraan pribadi yang pesat. Belum lagi ditambah dengan menjamurnya jutaan armada ojek online yang makin lama makin meresahkan.

Ya, proyek Mass Rapid Transit (MRT) yang bertahun-tahun didambakan akhirnya telah beroperasi secara komersial sejak 2 April 2019 lalu. Moda transportasi massal terbaru di ibu kota tersebut digandang-gandang mampu mengangkut rata-rata 82 ribu penumpang tiap harinya.

Meski demikian, sebagian besar warga pengguna MRT mengaku memilih moda angkutan umum tersebut karena praktis, cepat, dan relatif murah. Mereka sendiri tak sepenuhnya yakin akan mengurangi kemacetan Jakarta, tanpa didukung oleh kebijakan yang memaksa pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum.

Belum lagi soal banjir. Faktanya, siapa pun pemimpinnya, Jakarta masih saja banjir.  Buktinya? Tengok saja, akhir pekan lalu sebagian wilayah Jakarta kembali direndam banjir. Meluapnya Sungai Ciliwung membuat air merendam sejumlah titik di Jakarta sejak Jumat (26/4). Pada kondisi terburuknya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat terdapat 18 titik banjir. Di antaranya 4 titik di Jakarta Selatan dan 14 titik di Jakarta Timur.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mencatat terdapat dua korban nyawa akibat banjir yang menggenangi. Selain korban jiwa, BNPB mencatat 2.258 orang mengungsi akibat banjir tersebut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun