Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Terburu-buru New Normal, Rakyat dan Pesantren Jatim Jadi Ambyar

10 Juni 2020   07:31 Diperbarui: 11 Juni 2020   13:59 106 1
Pemerintah Jawa Timur memutuskan tidak memperpanjang PSBB Surabaya Raya (Surabaya, Gresik, Sidoarjo). Keputusan tersebut diambil dalam pertemuan evaluasi PSBB Surabaya Raya Jilid 3 di Gedung Negara Grahadi, 8 Juni 2020. Hadir dalam rapat, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai pimpinan rapat dan mediator, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Gresik Sambari Halim Radianto, dan Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin.

Ketiga Pemerintah kawasan PSBB Surabaya Raya sepakat tidak menginginkan PSBB berlanjut. Salah satunya, yakni Wali kota Surabaya Tri Rismaharini beralasan rakyatnya kesulitan mencari nafkah selama PSBB berlaku. Risma mencontohkan warganya yang tukang bengkel, kesulitan ekonomi, padahal harus memberi makan tiga anak dan satu istri. Itulah mengapa ia meminta pembatasan lapangan produksi diakhiri saja.  

Pemkot Surabaya mengaku siap melakukan pengetatan dalam penerapan protokol kesehatan. Bahkan mereka telah membuat draft perwali berisikan protokol-protokol kesehatan hingga tempat terkecil. Pihaknya hanya belum mengatur mengenai sanksi dalam Perwali itu, kecuali ada rujukan berupa Pergub.

Oleh karena itu, Gubernur Jatim Khofifah, memutuskan pada 8 Juni 2020, PSBB Surabaya Raya berakhir tanpa ada pencabutan keputusan. Kewenangan selanjutnya dilanjutkan dengan kearifan dan kebijakan lokal masing-masing kawasan. Namun ia tetap mengimbau agar hasil telaah epidemiologi FKM Unair tetap menjadi acuan kewaspadaan bersama dalam rangka melakukan langkah intervensi sesignifikan mungkin untuk memutus mata rantai Covid-19.

Hasil telaah epidemiologi FKM Unair itu berdasarkan kajian data hingga 30 Mei 2020. Menurut Perwakilan Tim Advokasi PSBB dan Survailans FKM Unair, dr. Wnidhu Purnomo, PSBB Jilid 3 Surabaya Raya telah sukses menurunkan tingkat penularan atau Rate of Transmission (RT) dari 1,7 menjadi 1,1. Pihaknya masih melihat fluktuasi, namun secara optimis tercatat menurun dari awal penerapan PSBB.

Sumber : Kompas [Risma: PSBB Surabaya Lebih Baik Diakhiri, Warga Tak Bisa Cari Makan]
Sumber : Detik [Gubernur Khofifah Putuskan Tidak Perpanjang PSBB Surabaya Raya]

Berdasarkan paparan tersebut, kita dapat ambil kesimpulan, berakhirnya PSBB Surabaya Raya karena persoalan ekonomi masyarakat. Akan tetapi, pengakhiran PSBB Surabaya tidak melihat dari kaca mata kenyataan di lapangan. Hal itu pula yang menjadi kritikan oleh Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Widodo Iryansyah.

Mayjen TNI Widodo menegaskan pada tiga kepala daerah untuk serius dan tidak setengah-setengah mengatasi wabah Covid-19. Sebab menghadapi pandemi ini harus berdasarkan fakta lapangan, tanpa bumbu drama. Pangdam mengingatkan ketika Surabaya Raya memasuki masa transisi new normal, harus ada pengetatan protokol kesehatan yang serius. Sebab, semua pihak menyadari alasan sebenarnya wabah Covid-19 di Surabaya Raya tak kunjung selesai. Yakni banyaknya pelanggaran dari masyarakat sendiri. Menurut Pangdam, upaya yang telah dilakukan TNI-Polri selama ini tidak akan ada artinya tanpa dukungan Pemda setempat.

Pangdam V Brawijaya menyarankan Perwali dan Perbup dipertajam lagi apabila memungkinkan, pihaknya juga siap membantu. Bahkan Panglima TNI telah menginstruksikan TNI untuk melakukan operasi pengamanan protokol kesehatan di tempat keramaian selama 14 hari, dan Kodam V Brawijaya telah melakukannya.

Sumber : Tribunnews Madura [PSBB Surabaya Raya Berakhir, Pangdam V Brawijaya: Atasi Covid-19 Tidak Perlu Pakai Drama]

Kritik dari Pangdam memang beralasan, sebab berakhirnya PSBB Surabaya Raya tidak diiringi dengan penurunan jumlah kasus. Bahkan per 8 Juni 2020, Jawa Timur kembali tercatat sebagai provinsi dengan penambahan kasus harian Covid-19 terbanyak, yakni 354 kasus. Bandingkan dengan Sulawesi Selatan (110 kasus), DKI Jakarta (89 kasus), dan Kalimantan Selatan (62 kasus).

Ironis, sebab Kota Surabaya yang menjadi bagian dari PSBB Surabaya Raya telah menyumbangkan kasus positif corona terbanyak di Jatim. Maka tak salah kiranya pada peta persebaran corona, Surabaya tergambar berwarna hitam. Sedangkan dua daerah PSBB Surabaya lainnya masuk zona merah tua.

Pada 27 Mei lalu, Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dr. Joni Wahyuhadi khawatir Surabaya bukan menjadi New Normal melainkan menjadi New Wuhan jika kasus corona tak kunjung terkendali.

Sumber : CNN Indonesia [365 Kasus Baru, Jatim Kembali Catat Rekor Harian Corona]

Dengan kata lain, langkah jawa Timur memaksakan PSBB Transisi maupun New Normal, dapat menjadikannya episentrum Covid-19 yang baru.

Hal ini akan diperparah dengan wacana dari Wapres Maruf Amin yang mengutamakan pembukaan pesantren ketimbang sekolah saat pemberlakuan New Normal. Menurutnya pesantren lebih aman saat penerapan new normal karena menerapkan sistem asrama di mana santri dan staf pengajar ditempatkan di sana. Oleh karena itu, ia akan membicarakan tentang protokol kesehatan untuk new normal pada Rabu, 10 Juni 2020.

Pembukaan pesantren sendiri telah terlihat di Jawa Timur. Di mana sejumlah pesantren mulai menerima kembali siswa dengan memberlakukan rapid test kepada para santri.

Sumber : Antara News Kalteng [Wapres: Pesantren lebih aman terapkan normal baru daripada sekolah]

Namun pada kenyataannya, melaksanakan New Normal di kehidupan pesantren akan jauh lebih sulit. Wakil Ketua PC NU Jember Muhammad Taufiq mengatakan, kekhasan pesantren menerapkan sistem belajar dengan bermukim menuntut penyesuaian yang tidak mudah terkait physical distancing. Tidak semua pesantren mampu menyediakan ruangan yang memungkinkan santri harus berjaga jarak selama beraktivitas di pondok.

Sekjen MUI Anwar Abbas juga menaruh perhatian soal pembukaan pesantren di era new normal. Menurutnya banyak hal-hal selain aturan yang harus dipersiapkan untuk memastikan penularan virus tak terjadi. Seperti sosialisasi dan edukasi kepada guru dan murid tentang virus corona.

Senada, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily mengingatkan penerapan kebijakan new normal di pesantren harus melewati pengkajian dan perumusan yang matang dan hati-hati. Sebab pesantren merupakan tempat belajar santri 24 jam, interaksi antar santri yang berasal dari berbagai daerah juga berpotensi menyebarkan virus corona. Politikus Golkar ini menilai, ada baiknya pesantren yang berada di daerah dengan tingkat persebaran virus yang tak terkendali, tidak menerapkan new normal terlebih dahulu.

Bahkan Muhammadiyah yang memiliki sekitar 255 pesantren tidak terburu-buru membuka pesantren sekalipun ada pemberlakuan new normal. Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad mengaku akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan para ahli bidang kesehatan, termasuk epidemiologi sebelum memutuskan membuka lagi pesantren beserta masjidnya. Dadang meminta pemerintah berhati-hati membuka kembali kegiatan di pesantren saat new normal. Jika dilakukan tanpa ada analisis risiko, maka akan menimbulkan klaster corona baru.

Sumber : Kumparan [Persiapan New Normal di Pesantren]

Langkah yang dilakukan Pemprov Jatim dalam memutuskan mengakhiri new normal PSBB Surabaya Raya, dan Wapres Maruf Amin yang ingin membuka kembali pesantren adalah kebijakan yang terburu-buru dan tidak memilhat fakta di lapangan danserta kemungkinan yang akan terjadi. Seperti terbentuknya klaster baru Covid-19 yang mencakup ranah perekonomian dan pesantren. Jangan sampai new normal yang dicanangkan Pemprov Jatim dan pembukaan pesantren oleh Wapres, justru makin memperlama pandemi di Jawa Timur, atau bahkan menimbulkan korban jiwa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun