Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Anehnya Tagar #BubarkanBanser dan Menguatnya Polarisasi Melalui Perang Narasi

26 Agustus 2019   19:32 Diperbarui: 26 Agustus 2019   21:51 725 2
Sebelumnya, pasca terjadinya rusuh dan demo besar-besaran di Papua, saya menulis soal (kemungkinan) adanya penumpang gelap yang ingin memanfaatkan momentum kacaunya emosionalitas sebagian rakyat Indonesia karena masalah rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Tulisan lengkapnya bisa dibaca disini: Mewaspadai Penumpang Gelap dan Menghentikan Rasisme di Papua.

Rupa-rupanya, sebagaimana dugaan banyak orang, masalah tersebut tidak akan mudah terselesaikan. Bukan hanya karena soal klasik yang sudah mengakar puluhan tahun lamanya, tapi apa yang terjadi adalah makanan empuk bagi mereka yang memiliki kepentingan tertentu untuk semakin menggaduhkan suasana.

Banyak hal pasca kejadian itu yang mendukung asumsi adanya penumpang gelap yang bermain, termasuk munculnya massa yang dibentur-benturkan. Kita apresiatif munculnya massa pro-NKRI di Papua, sebagai 'tandingan' dari munculnya video viral terkait referendum dan kemerdekaan Papua. Tapi hal itu menjadi paradoks karena membenturkan orang Papua dengan orang Papua sendiri. Artinya, orang Papua sudah jatuh, masih tertimpa tangga. Bukannya ditolong saat jatuh, malah mengambil kamera dan membagikannya kemana-mana.

Terlepas dari itu, harus kira akui, bahwa masalah yang sebenarnya itu nyata, terlihat di depan mata: ada persekusi dan tindakan rasis yang diterima oleh mahasiswa Papua. Itulah tuntutannya, dan negara harus hadir untuk menyelesaikannya agar tidak melebar kemana-mana. Semua proses hukum harus diselesaikan dengan seterang-terangnya. Adil untuk semuanya. Sebab jika tidak, ini akan berpotensi melahirkan perilaku dan kecenderungan yang mengkhawatirkan terhadap keutuhan kita sebagai sebuah bangsa.

Demo susulan pun terjadi dengan berbagai macam tuntutan. Sampai hari ini, negara tetap waspada terhadap segala kemungkinan dan demo-demo yang, konon, akan terjadi. Tuntutannya pun bermacam-macam, termasuk 7 (tujuh) tuntutan massa di Sorong yang disampaikan saat aksi demo yang berlangsung di lapangan Apel Kantor Walikota Sorong. Hal itu disampaikan oleh Yorrys Raweyai, dengan penekanan, bahwa itu bukan darinya tapi aspirasi dari massa yang ada disana.

Ketujuh tuntutan itu, bagi saya secara pribadi, ada yang masuk akal dan bisa terima, ada juga yang aneh dan membuat tanda tanya. Persis seperti persyaratan damai tapi harus membayar 1 milyar atau persyaratan damai yang mengharuskan pertemuan dengan membawa istri dan anak-anak sebagaimana viral juga di dunia maya. Bagi saya, hal itu seperti memanfaatkan momentum karena sudah bisa dihitung-hitung, bahwa netizen akan memberikan empati, dan mungkin mendukung.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun