Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Jendela yang Pecah (Bagian 2)

22 November 2022   18:50 Diperbarui: 22 November 2022   18:56 289 2
"Bola siapa ini?" tanya bapak tua itu garang. Kumisnya yang putih dan tebal membuatnya tampak bengis.Timo bergidik. Hatinya cemas melihat bola itu. Bagaimana bila bolanya tidak dikembalikan? Bola itu baru sekali ini dipakai, sayang sekali. Ia ingin meminta, tapi takut. Rasanya ingin menangis, tetapi ia malu.

"Saya tanya sekali lagi. Siapa yang punya bola ini?" tegas Pak Kumis dengan suara menggelegar. Matanya membelalak lebar.

Farid merasa bersalah. Ia tidak enak bila bola Timo diambil akibat perbuatannya. Namun, ia juga takut. Bagaimana bila bapak pemarah itu meminta ganti kaca jendela? Ia tidak punya uang. Lalu kalau bapak itu melapor ke polisi, ia bisa dipenjara. Ayahnya pasti akan marah besar.

Aduh, apa yang harus dilakukannya?

Malik menyikut lengan Timo. "Bagaimana ini, Tim?" bisiknya pelan.

Timo tidak menyahut. Ia masih menunduk gemetar.

"Kalau tidak ada juga yang mengaku, bola ini saya tahan." Pak Kumis menatap anak-anak yang berdiri di pinggir jalan. Semua tertunduk, tidak ada yang berani menatapnya.

"Satu ...." Ia mulai menghitung.

Timo dan teman-temannya bergeming.

"Dua ...."

"Ti--- ."

"Pak---saya, Pak. Saya---saya yang punya bola itu," kata Timo tergagap. Ia buru-buru maju mendekati pintu rumah hijau itu. Ia takut bolanya tidak dikembalikan.

"Itu bola saya. Tolong jangan ditahan, Pak," pinta Timo gugup. Ia menatap penuh harap.

"Akhirnya ada juga yang mengaku," kata Pak Kumis sambil menjepit bola di pinggang kiri. Ia berjalan mendekati Timo dan menatap kesal.

"Kamu tahu akibat perbuatanmu? Kamu lihat jendela saya pecah." Pak kumis memarahi Timo dengan nada tinggi.

"Maaf, Pak. Tapi bukan saya yang membuatnya, Pak," jawab Timo pelan. Ia takut bapak itu semakin marah. Namun, ia juga tidak terima dituduh memecahkan kaca jendela.

Farid masih tertunduk. Ia melirik ke arah teman-teman yang lain, tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Dirinya semakin merasa bersalah mendengar Timo dimarahi. Temannya itu sama sekali tidak mengadu. Padahal Timo tahu ia yang menendang bola itu tadi.

Pak Kumis mendengkus. "Mau mengelak juga kamu? Sudah jelas jendela saya pecah. Lihat kacanya berserakan di lantai. Kamu bilang bukan kamu yang bikin? Padahal kamu sudah mengaku sebagai pemilik bola ini." Ia mengomel sambil menunjuk-nunjuk ke muka Timo. "Kamu mau saya laporkan ke Pak RT?"

Timo tidak menjawab. Ia memandang ujung jempol kakinya yang penuh debu.

Farid tak tega melihat temannya. Ia menguatkan diri. "Maaf, Pak. Timo tidak salah. Saya yang salah, Pak," katanya pelan. "Saya tidak sengaja menendang bola ke jendela bapak. Maaf---maafkan saya, Pak."

Setelah mengatakan itu, Farid tertunduk. Ia tak mampu melihat wajah pemilik rumah itu.

"Hm, benar begitu?" tanya Pak Kumis pada Timo.

"Iya, Pak," jawab Timo mengangguk.

Pak Kumis menatap Timo sesaat. "Baiklah kalau bukan kamu pelakunya. Ini bola kamu, saya kembalikan. Jangan main sepak bola di jalan lagi. Kan, sudah ada disediakan lapangan di dekat balai desa."

Timo mengembuskan napas lega. "Baik, Pak," ujarnya lirih. "Terima kasih, Pak."

"Hm," gumam Bapak itu pendek.

"Sekarang kamu. Siapa namamu?" tanya Pak Kumis pada Farid.

"Farid Purnomo, Pak," jawab Farid pelan.

"Nah, Farid Purnomo, saya hargai kejujuranmu. Saya menaruh hormat pada orang jujur. Kamu baru saja menyelamatkan Timo dari hukuman."

Farid tak menyahut. Ia hanya mengangguk pelan.

Pak Kumis menghela napas panjang. "Kamu tinggal di mana?"

"Di RT 42, Pak. Bengkel motor Bintang."

"Kamu anaknya Tarmizi?"

Farid mengangguk. "Tolong jangan kasih tahu ayah saya, Pak," katanya memohon.

"Hm, jadi bagaimana dengan jendela saya yang pecah ini?"

"Saya---saya akan menabung untuk menggantinya, Pak," kata Farid terbata-bata.

"Saya juga mau membantu dengan uang jajan saya, Pak," kata Yono memberanikan diri.

"Saya juga," sahut Malik.

Segera saja teman-temannya yang lain bergumam ikut membantu.

Pak Kumis tampak merenung. "Saya lihat kalian anak-anak baik, saling membantu satu sama lain," katanya mulai melunak. "Kalau kalian mau bekerja sama, kalian tidak usah mengganti jendela itu. Biar saya saja yang mengganti kacanya."

Timo melongo. "Benar, kah, Pak?" tanyanya tak percaya.

"Iya, tapi dengan satu syarat."

Timo dan teman-temannya saling pandang. "Apa, Pak?"



Bersambung.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun