Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Era Digital, Santri Tetap Tahan Uji dan Selalu Dekat dengan Kyai

21 Oktober 2020   08:36 Diperbarui: 21 Oktober 2020   08:40 177 2


ERA DIGITAL, SANTRI TETAP TAHAN UJI  DAN SELALU DEKAT DENGAN KYAI


Era digital (perubahan dari teknologi mekanik  dan  elektronik ke digital), membuat gerbang belajar keislaman terbuka lebar dan sangat mudah didapat dan diikuti oleh siapa saja. Namun para  santri yang biasa belajar di pondok pesantren bersama para kyai, tetap saja menggunakan kurikulum pondok pesantren.

Di era digital ini, bagi  para santri yang tidak lagi tinggal di pondok pesantren, mereka yang kembali kerumah masing-masing, tetap masih bisa ngaji bersama para kyai.
Berbagai media  elektronik setiap waktu, banyak berbicara tentang kajian-kajian yang dinukil dari kitab kuning, yang biasa di ajarkan di pondok pesantren oleh para kyai.

Para kyai mudapun, tidak ketinggalan memanfaatkan era digital ini,  untuk dijadikan sebagai lahan ngaji dan dakwah, yang sudah familier pada kaum milinial dan masyarakat yang  setiap saat berada di depan layar monitor mungilnya.

Merambahnya dakwah lewat berbagai media. Salah satu sebab, karena dakwah kaum santri sekarang, tidak hanya di tempat beribadah atau antar rumah penduduk semata. Namun ngaji lewat elektronik sudah menjadi sebuah keniscayaan.

Santri era sekarang sudah mampu  memanfaatkan jalur langit yang bebas hambatan,  untuk kemaslahatan diri, umat dan kepentingan dakwah. Karena kebutuhan umat dan menjawab tantangan jaman, maka santri, tidak hanya dituntut mendalami agama semata,  tetapi juga harus  memahami kebutuhan umat akan dunia teknologi digital yang tidak bisa dibendung, dan melaju  terus dengan  pesatnya.

Semisal saja, para santri yang ada di pesantren dan yang sudah kembali ke rumah masing-masing, memiliki peran yang sangat strategis dalam pertumbuhan ekonomi umat nantinya. Para santri yang sudah terbiasa dan sukses dalam menempa ilmu agama di pesantren, dengan karakter  keuletanya,  jujur, berakhlak mulia,  dan ahli dalam bidang fikih, akidah  serta  tasawuf.  

Kaum santri  telah terbukti memiliki keuletan dan kepahaman hukum yang tidak bisa diragukan lagi,  menjadikan sebuah kekuatan modal alami tersendiri, sehingga santri sangat layak untuk yang terdepan dalam mengembangkan perekonomian dan kewirausahaan  umat,  dengan tetap memegang karakter citra diri santri, hormat kepada kyai dan penerus cita-cita para ulama untuk  menjaga persatuan bangsa .

Pondok pesantren sebagai tempat penggemblengan para santri sangat jelas dan dapat  berperan strategis dalam mendukung pertumbuhan potensi pemberdayaan ekonomi umat. Terbukti hingga saat ini, sudah banyak pondok pesantren yang melahirkan para pengusaha sukses, dalam mengembangkan berbagai unit bisnis. Baik di pertanian, perdagangan, pendidikan, politik dan lain-lain. Seluruh potensi ini merupakan modal yang cukup kuat dalam menghadapi setiap perubahan dan perkembangan jaman.

Era digital membuat setiap informasi tersampaikan dengan cepat dan tepat. Ngaji virtualpun banyak dilakukan, untuk memudahkan mereka yang bertempat tinggal jauh, namun dapat mengikuti, bersama dengan para kyai yang dicintainya dalam membedah kitab yang dikaji.

Sebagai bahan intropeksi bersama, era digital satu sisi sangat banyak manfaatnya. Namun banyak madhorotnya juga. Termasuk penulis sendiri, kadang masih emosional dalam menanggapi postingan nyinyir yang menurutku kurang sopan atau tidak baik.

Apalagi kalau postingan yang isinya menjelek-jelekan orang yang menjadi guru dan  kyai penulis.

Tapi inilah era informasi yang tidak bisa dibendung. Siapapun boleh berbicara, walaupun kurang memahami ilmunya dan mengetahui masalahnya. Seperti seorang yang tidak  mengetahui agama secara mendalam, baru belajar. Tiba-tiba menghina kyai, ulama bahkan seorang profesorpun tak lepas dari rentetan pelecehannya.

Gerakan tabayun yang dibangun dikalangan para santri, sebagai pewaris ilmu dan benteng ulama. Menjadi incaran empuk dalam setiap serangan yang dilakukan kaum netizen emosional yang akan merusak citra para santri, kyai dan pesantren. Metode tabayun saja kadang kalah masih disalahkan. Bahkan dibilang "Beraninya Kroyokan."  Namun ketika dilaporkan secara hukum, langsung meminta maaf dan bilangnya khilaf. Inilah satu sisi negatif yang perlu diwaspadai oleh para santri.

Bermusyawarah bagi kaum santri sudah menjadi prinsip di pesantren, namun bagi kaum netizen emosional, tidak mau menghadirinya.  Netizen emosional maunya "menang sendiri, dan mengganggap dirinya paling benar." Maka  menjadi santri era digital ini, harus mampu menjaga marwah pesantren dari para para kaum sinis netizen, yang bisanya mengolok-ngolok dan mencari kesalahan santri, kyai dan pesantren.

Pola Asuh Kyai
Pola asuh kyai kepada santri, menurut penulis dapat dikatakan memiliki kekhasan tertentu. Kyai dalam mengasuh santri dijiwai dengan nilai-nilai ibadah, tidak emosional,  tanpa menyuruh ataupun  memaksa, penuh dengan ketauladanan dan doa. Pola asuh ini  memiliki nilai dan penghormatan yang sangat luar biasa bagi santri. Terbukti setelah santri menyelesaikan pendidikan di pondok pesantrenpun, komunikasi dengan Kyai dan keluarganyapun tetap terjalin dengan baik.

Kenangan kealiman dan keilmuan sosok kyai, sepertinya menempel terus dan mewarnai prilaku santri dalam kehidupan berumah tangga, bekerja,  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kamus santri "Tidak ada mantan kyai, atau mantan santri," yang ada keberkahan hidup dari doa para kyai.

Dalam menghadapi masalah di era digital. Santri tidak bisa terima dan bereaksi dengan ala santri bila sang kyai dihina. Terbukti, bila ada sebuah jabatan apapun yang diemban santri, yang di dalamnya ada penghinaan kepada kyai.  Dimungkinkan akan lebih memilih keluar atau mengundurkan diri. Ia lebih memilih  meninggalkan pekerjaanya daripada harus berkumpul dengan orang-orang yang menghina kyainya. Pandangan hidup santri tentang sosok kyai yang telah mendidik dan mengasuhnya di pondok bertahun-tahun, sudah seperti orang tuanya sendiri. Kyai akan selalu dihormati dan dibela.

Sosok santri disini dapat dikatakan, seperti anak didik yang sangat menghormati guru-gurunya. Karena mereka mendapatkan pendidikan tidak hanya kognitif, afektik maupun psikomotorik semata, namun nilai-nilai ruhaniyah yang dicontoh para kyai dalam setiap hari sangat melekat pada  santri. Sehingga sangat sulit dalam hidupnya untuk dipisahkan dengan kyai.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan akhlak yang didirikan oleh para kyai. Menjadikan santri  mudah bergaul dan dapat diterima oleh siapa saja dalam berdakwah. Nasehat ataupun wasiat Kyai menjadi salah  satu pedoman dalam melangkah dan  mengambil keputusan dalam berdakwah maupun berusaha.

Sebagai perenungan kaum santri dalam membangun kekuatan perekonomian umat dan karakter bangsa,  mari melek  bersikap. "Bila ada kyai yang jelas keilmuan dan kealimannya,  memiliki santri  ribuan dan pengikut jutaan  saja, mendapat cacian, hinaan dan fitnah yang terus-menerus tak pernah surut dan berhenti. Apa lagi kalau kyai yang minim santri, hanya ngaji pada kaum pinggiran. Mungkin akan diratakan rumah, masjid dan pondok pesantrennya." Bisa dibilang kyai sekarang diuji kembali untuk keeksisannya dalam kancah kemasyarakatan, keilmiahan, kealiman maupun kenegaraan. Tidak ada sejarah kyai dan kaum santri melakukan penghianatan atau sampai pemberontakan. Kyai dan santri adalah mitra pemerintah walaupun tidak berada dalam ruang kekuasaan.

Melek Informasi Sehingga tidak Emosi
Adanya berita maupun informasi lewat dunia maya, tidak semuanya positif. Kadang juga  ada yang dijadikan propaganda, perang pemikiran, fitnah, dan saling menjegal. Sehingga  perlu disikapi secara dewasa dalam  membaca status, tulisan dari setiap hari yang muncul.

Sebagai pertimbangan saja, bahwa informasi lewat media, atau yang memang dimediakan, biasanya  umurnya pendek atau sebentar saja,  hanya beberapa hari dan tidak sampai berminggu-minggu. Bahkan mungkin satu jam saja, sudah hilang dalam pembicaraan. Karena tertutup dengan berita baru yang lebih menarik.

Penyelesaian isu tidak selamanya harus diklarifikasi. Didiamkan saja kadangkala berhenti sendiri. Semakin kita like atau coment maka akan menjadikan pembuat isu semakin senang, apalagi ikut memviralkan. Jadi hati-hati dengan info yang ada pada alat media komunikasi dan informasi yang ada di tangan pembaca. Kalau tidak jelas pengirimnya jangan buka, biarkan saja. Nanti juga akan hilang dengan sendirinya.

Perlu diketahui, bahwa layar monitor di depan mata, penuh editan dan rekayasa. Kadang juga sebagai alat pencitraan bahkan ajang penipuan.  Maka membangun kembali gerakan silaturahmi harus tetap dijalankan. Agar fitnah dan hasut di dunia maya dapat diminimalkan. Kekuatan tradisi silahturrahmi, akan memberikan kekuatan logika dan hati. Jadi jangan  hanya bicara lewat dunia maya tanpa bertemu langsung. Nilai silaturahmi akan membuat faham terhadap informasi yang diterima.

Tetaplah menjunjung tinggi fatwa para kyai, ulama dan intruksi pemerintah, sebagai lokomotif yang menghantarkan kita pada hidup bermasyarakat dan bernegara dengan baik. Jangan pula melepas gerbong  yang telah terikat dengan tali ikatan silaturahmi dan ajaran para guru kita yang telah berhasil merebut dan mengisi kemerdekaan.  Pesantren bukan lembaga yang baru lahir kemarin, Tapi kawah penggemblengan yang telah terbukti mencetak para ilmuan dan ulama.

Sebagai catatan akhir tulisan ini, pesan kyaiku waktu mondok di Buntet pesantren K.H. Abdulsalam Hadi "Cung aja ninggalna silaturahmi, cekelen perkumpulane para kyai." Selamat hari santri 22 Oktober 2020. Teruntuk para kyai yang telah berjasa. Al-Faatihah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun