Abah bergegas jalan. Katanya, takut terlambat. Tidak boleh terlewatkan. Rasanya aku setengah diseret oleh Abah. Cengkeraman tangan Abah cukup kuat. Tapi, sekali-kali aku bilang pada Abah, kalau aku kelelahan, maka Abah pun menggemblokku di punggungnya. Sepanjang jalan Abah berkata padaku, “Nak, ini peristiwa penting. Kau harus menyaksikan sebab kelak engkau, anakmu, cucumu yang akan memaknai peristiwa ini.”