Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Ngapain Mikirin Potensi Murid, Mereka bukan "Anakku"?

12 Februari 2023   23:06 Diperbarui: 12 Februari 2023   23:08 89 6
"Boro-boro bicara merdeka belajar, toh nantinya bukan untuk anak saya, tapi anaknya orang? Ngapain capek-capek mikirin potensi setiap murid,  nantinya mereka jadi orang sukses bukan untuk saya? Buat apa saya mikirin potensi murid, sungguh melelahkan, capek diri? "

Konon ungkapan di atas sering kali terdengar di kalangan guru. Tentu, hal ini sangat merepotkan guru ketika guru dihadapkan dengan proses penerapan kurikulum merdeka belajar.

Nah, coba kita flashback apa yang membuatmu jadi guru? Siapa yang menyuruh Anda menjadi guru? Apa yang Anda cari ketika menjadi guru?

Bila ditilik pertanyaan di atas, dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam diri akibat pengalaman yang di alami guru di lingkungan sekolah lainnya. Setiap pengalaman yang dialami guru memberikan dampak terhadap emosi yang dapat menimbulkan cara berpikir guru seperti demikian.

Akankah ketika kita berpikir demikian, sebuah masalah yang dihadapi dapat terselesaikan? Ini adalah cara Anda melemahkan tujuan mulia Anda menjadi guru.

Emosi dapat menciptakan "kebodohan" bagi seseorang, apabila emosi tidak dikontrol dengan pengendalian diri. Lebih baik lakukan hal ini: "hide your emotions, because no ones care".

Kita coba pikirkan, memikirkan hal yang menambah emosi dalam diri adalah suatu pekerjaan yang menyia-nyiakan waktu (wasting time). Ini adalah kegagalan awal sebelum masuk panggung spektakuler tentang arti dibalik Anda menjadi guru.

Sebagai manusia, emosi adalah suatu gejala yang dirasakan oleh manusia kapan pun. Namun, perlu diperhatikan  bahwa jangan sampai emosi membawa Anda kepada kebinasaan. Anda memutuskan mengundurkan diri sebagai guru. Ini adalah sebuah petaka yang akan membawa penyesalan di kemudian hari.

Ya, kita harus sadari bahwa apa yang dialami oleh seseorang tentang hal ini adalah sebuah keputusan pribadi. Tapi ingat, sebaiknya apa yang dimulai lakukan sampai tuntas, harapan demikian, bisa saja hal ini menjadi relatif.

Menjadi guru adalah seni untuk berpikir sepanjang waktu. Mengapa demikian? Guru selalu berhadapan dengan manusia dengan segala keunikan yang dimiliki. Keunikan yang dimiliki murid merupakan suatu proses bagaimana guru memikirkan agar ia dapat mengenal keunikan secara menyeluruh. Apakah setiap guru dapat memikirkan hal ini? Tentu, hanya sebagian yang memikirkan hal ini. Mengapa sebagian guru melakukan hal ini?

Kepekaan adalah hal yang mendasari guru untuk mewujudkan sikap keberpihakannya kepada murid (option for the students). Ketika guru sampai pada perasaan untuk berpihak pada murid, maka di saat itulah kesadaran guru sungguh-sungguh diartikan sebagai kesadaran yang menyertai eksitensinya sebagai guru.

Keberpihakan  memunculkan kesadaran, kesadaran mendorong guru untuk melakukan  tindakan konkret terhadap muridnya.

Ketika guru melakukan sesuatu kepada muridnya, entah apa pun bentuknya, langkah awal yang dimiliki guru adalah ia membangun trust dalam dirinya. Ia menyadari, percaya bawah "kehadirannya untuk membantu murid menemukan jatidirinya". Dan ketika murid mengalami pengalaman belajar bersamanya, maka akan membentuk trust dari murid kepada gurunya. Trust adalah sebuah kunci untuk membangun relasi yang memiliki tujuan bersama. Lantas, apa yang harus dihindari oleh guru terhadap murid? Hindari pelabelan terhadap murid, seperti murid A nakal, murid B bodoh, dll.

Guru harus yakin bahwa setiap murid adalah manusia yang memiliki potensi. Ini adalah trust yang harus dibangun oleh guru. Ketika guru menyakin hal tersebut, maka secara inherent guru meyakini bahwa setiap potensi murid dapat dikembangkan (grow up).

Apakah semua guru memikirkan hal ini? Tidak. Begitu banyak sikap skeptis, dan pragmatis muncul untuk melabelkan identitas murid, termasuk pelabelan terhadap potensi masing-masing murid. Jika guru memiliki cara berpikir demikian, apa yang perlu di lakukan?

Pengalaman selalu membantu seseorang untuk menyadari apa yang ia lakukan. Kita perlu melihat bahwa esensi pendidikan, baik dialami oleh guru, maupun murid kita saat ini, yaitu upaya membawa kondisi manusia yang lebih baik. Nah, ini butuh proses yang cukup lama: mendidik, mengajar, membimbing, mendampingi, serta mempraktekkan (uji pemahaman murid) adalah sebuah upaya agar terwujudnya perubahan pada murid.

Lantas, yang harus dimiliki oleh guru adalah guru harus memiliki misi. Misi adalah suatu rangkaian cara berpikir, komitmen, kemauan, serta kesetiaan untuk mengarahkan segala wujud apa pun yang dapat ia lakukan demi memberikan kesadaran kepada murid. Bagaimana guru membangun kesadaran kepada murid?

Guru berusaha untuk membangkitkan pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermakna merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mengembangkan potensi yang dimiliki murid serta membiasakan hal-hal baik bagi murid agar dapat memberikan kebiasaan yang melekat pada diri mereka. Usaha ini disebut pembentukan karakter.

Dalam mengembangkan kompetensi murid, guru perlu memikirkan bagaimana membangun potensi yang dimiliki murid agar lebih show up-membuat murid menyadari pentingnya belajar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Dan bagaimana menerapkan? Ketika berbicara tentang menerapkan, maka hal yang dilakukan oleh guru adalah menerapkan strategi pembelajaran yang searah dengan kebutuhan murid-sesuaikan dengan potensi murid.

Apa yang menjadi perhatian mendasar terhadap pengembangan kompetensi murid?  Kompetensi bukan semata-mata melihat hasil, tetapi bagaimana apresiasi setiap proses belajar yang dialami oleh murid, termasuk pembentukan human skill. Human skill dilatih secara terus menerus agar dijadikan karakter murid.

Nah, dalam mengembangkan kompetensi siswa hanya membutuhkan strategi pembelajaran? Tidak. Guru perlu mengembangkan kompetensi diri-belajar mandiri, mencari informasi barus, menerapkan secara mandiri dan dikemudian hari dapat menerapkan dalam proses pembelajaran bermakna bersama murid.

Seperti yang diungkapkan oleh Howard Gardner bahwa setiap manusia memiliki kecerdasan, dan kecerdasan yang dimiliki manusia harus kita sadari. Nah, tugas guru adalah menemukan potensi yang dimiliki murid dan mengembangkan. Apakah teori dalam praktiknya mudah dikembangkan oleh guru?

Ada beragam alasan yang membuat guru tidak dapat mengembangkan potensi murid, salah satunya keterbatasan alat-alat pendukung di sekolah. Di sisi lain, sekolah belum mewadahi pengembangan potensi yang dimiliki murid karena sekolah masih menempatkan pengembangan kognitive is the first number.

Apakah guru berhenti dengan keadaan ini? Sebaiknya masalah yang disampaikan guru perlu mengkomunikasikan dengan pihak sekolah serta orang tua.

Ingat, guru tetap melaksanakan proses pembelajaran bermakna melalui cara, yaitu menghadirkan rasa nyaman bagi murid ketika belajar bersamanya. Ada cita rasa (well being) yang dialami murid sehingga membawanya tertarik untuk mempelajari materi dan ia mengalami suka cita ketika hadir bersama guru tersebut. Kehadiran guru memberikan kesan positif bagi murid. Oleh karena itu, guru perlu menghindari uncapan-ucapan yang bersifat intimidasi yang dapat menciptakan rasa tidak nyaman yang dialami muridnya.

Dengan cara inilah, menurut hemat penulis, sikap skeptis dan pragmatis yang dialami oleh guru terhadap muridnya dapat teratasi. Guru menemukan peluang untuk mewujudkan perasaan-perasaan skeptisnnya dengan cara memberikan peluang kepada murid untuk menghadirkan potensi yang dimiliki dengan media pemebelajaran yang disajikan.

Sikap skeptis dan pragmatis, adalah sebuah cara pandang yang meragukan terhadap potensi yang dimiliki murid. Mengapa hal ini terjadi?

Kita kembali bertanya, apakah guru telah melakukan assesment diagnosis awal sebelum melakukan proses pembelajaran?

Nah, untuk menemukan potensi yang dialami oleh murid, perlu melakukan assesment awal. Seperti yang dilakukan oleh penulis, yaitu penyebaran angket potensi serta cara belajar murid. Cara velajar murid pun, sebaiknya diketahui oleh guru, agar dalam proses pembelajaran guru tidak menghadirkan pembelajaran yang monoton.

Skeptis dan pragmatis boleh terjadi, tetapi ingat, kita tidak boleh larut begitu lama dengan cara berpikir demikian, karena membawa dampak menghilangkan niat suci kita dalam memanusiakan murid kita sebagai perwujudan dari pengamalan nilai-nilai Pancasila. Mereka adalah generasi peradaban bangsa, kini dan yang akan datang. Tetaplah menjadi guru yang memberi rasa nyaman kepada murid, kapan dan di mana pun. Gratias!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun