Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Civil Society Solusi Survive Hadapi Corona

2 April 2020   23:03 Diperbarui: 2 April 2020   23:05 172 0
Mendahuluinya meminjam ungkapan kotemplatif yang disampaikan Ambroise Paul Toussaint Jules Valéry (1871-1945), yang populer disapa Paul Valéry, seorang penyair berkebangsaan Prancis, yang pernah dinominasikan untuk Penghargaan Nobel Kesusastraan dalam 12 tahun berbeda bahwa, “jika negara kuat, itu menghancurkan kita. Jika lemah kita binasa.” Pemaknaan kata-kata sastrawan Prancis ini, sebenarnya berangkat dari praktik-parktik negara yang otoritarian di zaman dahulu kala, dimana  beradala dalam posisi kuat dengan bertindak semena-mena terhadap rakyatnya.

Begitu pula negara yang lemah menjadikan kita bak “homo homini lupus” suatu jargon yang diperkenalkan pertama kali oleh Titus Maccius Plautus (184 SM), yang lazim dikenal dengan nama Plautus, seorang penulis naskah drama Romawi pada zaman Latin Kuno, yang berarti “manusia adalah serigala bagi sesama manusianya.” Pasalnya dalam kondisi negara lemah pertanda terabaikannya rechtsstaat, yang menjadi supremasi bagi kontuinitas civil society dalam sebuah negara maupun aspek-aspek vital determinen public lainnya.

Dalam kondisi negara lemah dalam menghadapi pendemi Corona, sebanarnya rakyat tidak perlu risau jika saja konsepsi civil society dapat mereka realisasikan dengan baik. Untuk mempertegasnya kita mengadopsi pemikiran Adam Ferguson (1723-1816), seorang filsuf berkebangsaan Skotlandia, dimana ia memaknai civil society sebagai visi etis dalam kehidupan bermasyarakat untuk memelihara tanggung jawab sosial, yang bercirikan solidaritas sosial dan yang terilhami oleh sentimen moral serta sikap saling menyayangi antar warga secara alamiah.

Pada titik ini, maka tanggungjawab sosial, yang relevan dengan civil society dalam menghadapi pendemi Corona yakni, menyangkut dengan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, dan sinirgis serta mandiri dari civil society tatkala negara belum optimal dalam menanggulangi pendemi Corona. Pada konteks inilah civil society dimaknai Alexis de Tocqueville (1805-1859), seorang filsuf berkebangsaan Prancis sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara, menurutnya civil society tidak apriori subordinatif terhadap negara, tetapi mempunyai sifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi yang mampu menjadi penyeimbang untuk menahan kecenderungan intervensi negara.

Atas dasar sifat otonom itu, maka tentunya rakyat yang terhimpun dalam civil society memiliki kemandirian dalam menghadapi pendemi Corona, dimana melalui tanggungjawab sosialnya dapat berupaya untuk menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan secara swadaya, yang disupport pula oleh kebutuhan  pangan yang optimal secara swadaya. Sehingga bisa menghadapi pendemi Corona tanpa berusasah payah, guna meminta tanggungjawab negara yang sedang bergerak lambat, dengan kebijakannya yang cukup hati-hati pula, untuk memperhatikan rakyat dalam menghadapi virus yang mematikan itu.

Sebenarnya peran rakyat di tanair air, yang bergerak ke arah civil society dengan sikap otonom mereka, sudah ditunjukan di beberapa daerah, antara lain ; di  Papua, Tegal, dan Tasikmalaya dengan melakukan lockdown. Meskipun demikian masih menempatkan posisi negara di level lokal di tiga daerah ini, melalui Kepala Daerahnya (Gubernur/Walikota) sebagai pionir utama dalam melakukan lockdown. Namun demikian dipastikan rakyat pada ketiga daerah ini tidak hanya mengharapkan peran negara di level lokal melalau Kepala Daerah saja, melainkan mereka juga secara mandiri menghadapi pendemi Corona tersebut.

Posisi demikian menunjukan bergeraknya rakyat ke arah menguatnya civil society, yang berhadap-hadapan dengan negara di level nasional, yang enggan melakukan lockdown bahkan menginstruksikan daerah, untuk tidak melakukan lockdown secara sepihak dalam menghadapi pendemi Corona, yang mematikan itu. Mengakhirinya meminjam ungkapan Munir Said Thalib (1965-2004) yang biasa sapa Munir, seorang seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab yang semasa hidupnya membela kaum papah di tanah air bahwa, “biarkanlah rakyat yang menentukan arah bangsa ini akan dibangun, dan bagaimana rakyat akan menjaga masa depannya, sebab rakyat pemilik sah konstitusi.”(M.J. Latuconsina).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun