Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Politik Indonesia: Salah Kaprah

5 Maret 2011   02:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:03 244 1

Sehabis perjalanan yang melelahkan, akhirnya saya tiba dirumah dengan selamat, dan tidak lupa membaca Kompas.com.

Saya jadi teringat dengan tulisan2 di kompasiana mengenai politik di Indonesia.

Lalu saya membuka artikel2 yang saya telah tulis dalam beberapa bulan ini, karena sebetulnya saya tidak sengaja membuka Kompas.com untuk mencari tahu berita2 di Indonesia.

Seperti CNN.com, Washington Post, sangat mudah untuk bergabung dan menulis komentar2 disetiap berita dan opini/ blog yang ditayangkan.

Akhirnya saya menemukan Kompasiana, mulanya saya ragu apa sih Kompasiana itu, kelihatannya sangat asing dan terlalu muda bagi umur saya.

Setelah membaca beberapa topic dan bagusnya Admin Kompas.com mengirim email kepada saya, bahwa Id dan email saya bisa juga dipakai di Kompasiana,

dan ada kolom bagaimana mengirim blog, membuat blog, dan ada dashboardnya segala.

Betapa serunya, terutama masalah politik dan hukum di Indonesia.

Benar2 sangat menarik sekali.

Mengingatkan perdebatan2 saya dulu 30-40 tahun yang lalu.

Seperti De-Javu all over again, cuma bedanya mereka yang menulis blog adalah generasi penerus, semua generasi saya di Indonesia mungkin sibuk, mungkin sudah wafat, mungkin sudah pengusaha terkenal, menjadi menteri, menjadi ahli2 yang lain.

Alhasil, saya sangat menghargai Kompas yang sangat tanggap terhadap kemajuan teknologi dan membuka wacana ini untuk semua orang bisa memberikan komentar2 dan opini2 yang membangun.

Untuk itu saya juga ingin menulis opini tentang Politik di Indonesia.

Beberapa teman sekuliah saat itu naik sepeda ria dan kami suka berkumpul di daerah Malioboro, Jogja.

Dari segala penjuru Indonesia saat itu suka lesehan disana sampai larut, apalagi menjelang hari Minggu, ada yang Partai ini, ada yang partai itu,

semua nimbrung, yang tidak mau menimbrung mereka biasanya cuma pergi menonton wayang.

Kadang terjadi perdebatan yang sengit, antara kami semua.

Suatu malam minggu, perdebatan2 soal politik memuncak sampai terlihat ketegangan, padahal seperti anda semua tahu kalau di Jogja jarang sekali ada ribut2an seperti itu, karena takut ada yang memanggil polisi. Maka salah satu dari kami mencoba meredakan.

Akhiranya reda dan sunyi, dan saya mencoba berguyon, dengan mengatakan”Ayolah minum dulu kopinya nanti dingin”.

Tidak ada suara sambutan apapun.

Tiba2 seorang teman dari Jakarta yang dari tadi hanya menyimak, berdiri dan berbicara dengan lemah lebut.

Kalian dan pemerintah ini sepertinya sudah kerasukan oleh Poltik saja.

Padaha Politik Cuma kendaraan, Ibarat Becak, dan Kita adalah supirnya.

Jangan Salah Kaprah dong, Malah Kita jadi tegila2 dengan Becak.

Apalagi Becaknya dibawah ke dalam Kantor.

Lalu dipuja-puja, disayang-sayang, dicat putih, biru, merah, kuning seperti umbul-umbul saja.

Dipasangkan klason, dipasangkan terpal yang baru, joknya dipasang kulit sapi.

Setiap ke kantor kerjanya Cuma mengurusi Becak, ke kali bawa Becak, wakuncar bawa becak, ngantenan bawa becak. Tiada Hari tanpa berbicara soal becak mana yang lebih bagus dan keren.

Sampai2 lupa kerja, lupa makan, lupa kuliah, lupa pacar.

Setiap ada acara besar selalu Ramai2 pamer Becak, Balapan Becak, Parade Becak.

Inilah Kesalah Kaprahan berPolitik di Indonesia.

Tulisan lainya, Kesalahan Fatal Dalam Berpolitik.

Jack Soetopo dari Washington DC

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun