Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Penyair dalam Penyair

25 Januari 2021   15:43 Diperbarui: 25 Januari 2021   15:50 156 23
Kita bukan Chairil Anwar, dicurahkan Binatang Jalang yang mengaum hingga kini.

Kita bukan Ajip Rosidi, yang dirahmati Jante Arkidam, ahli meloloskan diri.

Kita pun bukan Sapardi yang dianugerahi Hujan Bulan Juni, hingga menggugurkan musim yang lain.

Tapi kita bisa membuat sesuatu seperti para pendahulu. Sesuatu yang memang telah digariskan untuk kita. Seperti hidup yang benafas ini.

***

Saat kau sedang makan, mandi, berjalan, berlari, atau boleh jadi sedang tertidur. Akan tiba Penyair yang menyentuh hatimu. Membisikkan kata-kata di telingamu dan menggerakkan jarimu untuk menuliskan puisi.

Biasanya kamu akan tergesa mencari pena atau di zaman modern seperti ini, kamu mengetiknya di catatan ponselmu. Kamu tak ingin kehilangan sentuhan itu. Kamu tak mau getarnya keburu hilang dari perasaanmu. Sentuhan itu tak akan pupus, jika memang menjadi hak-mu.

***

"Kapan Penyair itu akan menyentuhku?"

Aku tak tahu. Ia begitu rahasia. Sehingga siapa pun tak bisa menemukan waktu dan tanggal kehadirannya.

Tapi kamu bisa membaca buku-buku Puisi terkenal, atau meresapi patah hatimu. Dua hal di antara hal-hal lainnya untuk merangsang pembuluh rasa. Lalu membuat rancangan puisi.
Tiba waktunya, rancangan itu akan selesai juga menjadi puisi.

"Tapi aku sudah membaca banyak buku puisi dan kini tengah patah hati. Namun kenapa Penyair itu belum tiba juga?"

Yang tengah terjadi padamu saat ini adalah kebuntuan. Fase yang harus kamu hadapi. Nikmati saja kebuntuan itu sebagai pertanda juga pengingat, kamu tak mampu menulis tanpa sentuhan. Karena, sekali lagi, Penyair itu begitu rahasia. Kamu hanya perlu menunggu dengan sabar, meski hasratmu sangat kuat untuk menulis.

***

Puisi juga seperti rezeki, tak akan ke mana. Bisa jadi, nanti, ketika kamu sudah melupakannya, sentuhan itu akan sampai kepadamu dan tak hilang sampai kau menuliskannya.

Berbahagialah atas sentuhan itu. Bersyukurlah telah terpilih untuk disentuh. Tapi jangan tinggi hati. Puisi takkan sampai pada Marwah-nya jika dibelanggu keangkuhan. Kamu harus menjaga puisimu dari tangan-tangan para pencopas atau pengedit. Tapi jangan kau lupakan Penyair yang menyentuhmu.

"Lalu, siapa sesungguhnya Penyair itu?"

Tuhan.

Penyair yang berada di dalam Chairil Anwar, Ajip Rosidi, Sapardi dan di dalam dirimu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun