3 Januari 2019 07:23Diperbarui: 3 Januari 2019 08:302783
Dulu aku ditemukan ketika tubuhku masih berlumuran darah. Kata mereka, aku tak menangis seperti bayi biasanya, bahkan mereka sempat mengira aku mati. Aku hidup dan besar bersama dua orang tua dan seorang adik yang masih kecil di kota metropolis, Jakarta. Aku dan dua orang tuaku bekerja sebagai pemulung. Bersama puluhan, bahkan ratusan pemulung lain, setiap hari aku berlomba mengais-ngais sampah dimanapun tempatnya. Rumahku ada di kolong jembatan. Sebenarnya, jika dilihat dari bentuknya tidak pantas disebut rumah. Bangunan itu terbuat dari papan bekas berukuran 3x3 meter dan hanya beralaskan tikar. Setiap bulannya, kami harus berhadapan dengan Satpol PP yang selalu membokar rumah kami dengan alasan merusak pemandangan kota. Sungguh alasan yang tak berperikemanusiaan, menurutku. Jika musim penghujan, kami harus bersiap pindah manakala banjir mengancam.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.