Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cermin: Gelap

19 September 2022   21:04 Diperbarui: 19 September 2022   21:09 171 6
Gadis itu terbangun dari tidur lelapnya. Keringat mengucur dari dahinya, tampak jelas raut kepanikan dari wajah cantiknya. Tangannya yang gemetar mencoba untuk meraih segelas air dari atas nakas. Lalu meminumnya dengan perlahan.

Napas gadis itu terdengar tidak beraturan. Mimpinya barusan membuatnya sangat ketakutan. Mimpi itu terasa begitu nyata untuknya. Apakah benar itu mimpi ... atau sebuah kejadian nyata?

Gadis itu menggeleng kuat, mencoba berpikir positif---yang setidaknya dapat menenangkan dirinya. Ia kemudian meletakkan kembali gelas yang airnya sudah tinggal setengah. Kemudian mendekap lututnya dan menenggelamkan wajah di dalamnya.

"Mari ikut aku ...!"

Bisikan itu mulai terdengar lagi, membuat ia refleks mendongakkan kepala. Matanya yang tajam bergulir menatap keadaan kamarnya yang  untungnya masih sama.

Namun, tatapan was-was dari matanya tidak dapat disingkirkan. Ia semakin mendekap lututnya kencang. Takut-takut hal yang tidak diinginkan terjadi.

Hawa dingin mulai dirasakan karena angin luar semakin kencang sementara jendela yang tadinya terkunci malah terbuka entah bagaimana. Tatapan gadis itu menelisik jendela yang terbuka, seolah-olah ada sesuatu yang tidak ia ketahui di sana.

Gadis yang rambutnya terlihat sangat berantakan itu beranjak, memberanikan diri untuk melangkah mendekati jendela dan menutupnya. Tubuhnya merinding yang diakibatkan karena kedinginan. Saat ia ingin kembali ke ranjang setelah mengunci jendela lampu kamarnya tiba-tiba saja padam.

Gadis itu berteriak histeris. Bukan hanya karena lampu yang padam, tapi juga karena ada sosok bayangan hitam lewat di depan matanya. Entah itu memang nyata atau hanya sekedar halusinasinya. Namun, dirinya sangat takut dan ingin semuanya segera berakhir.

Kakinya mulai melangkah, tangannya merayap ke dinding mencari keberadaan sakelar lampu kamarnya. Akan tetapi, saat ia hampir saja menemukannya, bisikan itu kembali terdengar. Membuat gadis itu menjatuhkan diri ke lantai. Lalu, kembali mendekap lututnya.

"Mari ikut aku ...!"

"Mari ikut aku ...!"

"Mari ikut aku ...!"

Gadis itu menutup telinga dengan kedua tangannya rapat-rapat, berharap bisikan yang tidak jelas asal usulnya itu tidak lagi terdengar. Namun itu percuma saja, bisikan yang menganggunya itu terus terdengar.

Matanya mulai memanas, bibirnya bergetar. Keringat terus mengucur dari dahinya. Ia tidak berani bergerak dari tempatnya. Pandangannya terus mengarah pada jendela yang sesekali menampakkan sosok hitam menyeramkan.

Gadis itu tidak tahu harus berbuat apa dalam keadaannya sekarang. Ia meringkuk dalam kegelapan, isakan yang keluar dari bibirnya terdengar semakin kencang.

Ia kembali berteriak histeris saat merasakan kakinya yang tertarik. Meskipun mencoba menahan, tapi usahanya itu sia-sia. Kakinya terus tertarik sampai menyentuh dinding di sisi lain tempatnya tadi. Ringisan pun turut terdengar tatkala ia merasakan nyeri di kakinya akibat menyentuh dinding dengan begitu kencangnya

Tubuhnya bergetar hebat, teriakan demi teriakan terdengar dari mulut gadis itu.

Namun, semuanya tiba-tiba berakhir ketika lampu menyala. Gadis itu mengusap air matanya yang sedari tadi mengalir. Pandangannya menyapu kamar, sampai matanya terfokus pada seorang perempuan paruh baya yang berdiri tidak jauh dari pintu kamarnya.

Gadis itu beranjak lalu berlari mendekati ibunya. Memeluknya erat, menyakurkan rasa takut yang sedari tadi dirasakannya.

"Ibu .... A-ku t-takut," katanya dengan bibir bergetar.

Ibu dari gadis itu tersenyum, lalu mengelus puncak kepala putrinya dengan penuh kasih. "Tidak akan terjadi apa-apa."

"Ta-pi, tad-tadi ...." Saat gadis itu ingin menceritakan tentang yang dialaminya tadi, ibunya menyentuh bibirnya dan menyuruhnya diam.

"Tadi hanya mati lampu."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun