Noviana dihukum dengan cara yang menurut hemat saya, tidak manusiawi lantas diduga mencuri cincin.
Dari aksi Kades menghukum di hadapan tontonan warga yang ada, sebetulnya ada beberapa analisis yang dapat dilakukan.
Yang pertama : Dari Segi Asas Hukum
Negara Indonesia ini, Negara Hukum. Salah satu asasnya adalah asas praduga tak bersalah. Selama seseorang masih dalam status dituding, yang bersangkutan tetap dilindungi tanpa hukuman apapun sampai dibuktikan kesalahannya.
Dari sudut pandang asas praduga tak bersalah, tindakan Si Kades menghukum merupakan perbuatan melanggar hukum, dan karena itu, pantas dihukum menurut proses hukum yang benar dan realistis.
Yang Kedua : Dari Segi Jalur Hukum
Proses untuk menghukum seseorang yang bersalah atau melanggar aturan hukum, ada prosedurnya.
Sebetulnya, Gadis berusia 16 tahun, Noviana, kalaupun dituding seperti itu ataupun benar-benar ia melakukan perbuatan mencuri cincin, ia harus dilaporkan ke pihak penegak hukum, dalam hal ini polisi atau Polsek setempat. Dan karena itu, perbuatan menghukum oleh Kades Paulus Lau merupakan perbuatan main hakim sendiri.
Yang Ketiga : Dari Segi Perlindungan Anak
Noviana, Gadis berusia 16 tahun. Menurut batasan usia oleh hukum, Noviana masih dalam status di bawah umur untuk harus menerima hukuman sekejam itu.
Komisi Perlindungan Anak perlu bertindak terutama karena martabat Noviana direndahkan begitu saja, disertai dengan olok-olokan; sebaiknya dihukum sampai mati, oleh warga yang berada di sekitaran Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Si Kades itu, jelas-jelas melanggar hukum yang berlaku di Negara Indonesia tercinta ini.
Yang Keempat : Kode Keras Buat Para Pemimpin Rakyat
Boleh saya katakan, aksi menghukum di atas merupakan kode keras bagi para pemimpin yang selama ini, entah secara terselubung ataupun lolos dari ekspos media, melakukan tindakan-tindakan serupa.
Aksi main hakim sendiri seperti kasus di atas, perlu dipelajari titik kriminalnya oleh warga Indonesia, agar tindakan serupa janganlah dilakukan senekad itu.
Kalau ada yang salah, ada yang melanggar hukum, ada aturan mainnya. Negara ini telah menyediakan peralatan hukum, jalur hukum dan wewenang hukum yang valid. Karena itu, aksi main hakim sendiri sama sekali tidak diperbolehkan.
Melalui tulisan ini, saya menuntut, kasus di atas perlu diusut hingga tuntas. Tentu hukum pun tetap menghargai martabat si pelaku (baca: Kepala Desa), karena memang pada prinsipnya, hukum diadakan, sama sekali tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia sekalipun ia pelaku kejahatan kelas kakap tetapi untuk mengayomi, entah pihak pelaku maupun pihak korban.