Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Menakar Kekuatan Rupiah

21 Mei 2015   19:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:44 714 2

Apa yang pernah dikatakan oleh Chairul Tanjung tentang prospek perekonomian Indonesia di awal pemerintahan baru yang menghadapi tantangan berat. Dan disini akan kita bahas seberapa kuat fundamental ekonomi Indonesia? Neraca keuangan Indonesia? Karena hal itulah yang akan menjadi informasi penting yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaan yang tertera di judul artikel ini.

Perlu diketahui akhir-akhir ini nilai rupiah terhadap US dollar (selanjutnya akan disebut dollar) secara konsisten melemah hingga menembus level psikologis Rp 13.000 per dollar yang merupakan nilai tertinggi sejak krisis moneter tahun 1998.

Nah, sebenarnya apa saja faktor yang memengaruhi pergerakan mata uang rupiah ini? Pada dasarnya kuat lemahnya rupiah seperti barang. Misal permintaan atas barang meningkat, maka nilai rupiah akan menguat. Selain itu jika persediaan barang berkurang atau mengalami kelangkaan, maka harga barang itu juga naik. Jika hal tadi terjadi hasilnya adalah penyesuaian harga di titik keseimbangan baru. Dan dalam nilai tukar mata uang suatu negara adalah relatif dan dinyatakan perbandingan dengan mata uang negara lain. Pastinya perubahan nilai tukar mata uang akan memengaruhi aktifitas negara tersebut. Ketika nilai tukar mata uang menguat maka barang yang diekspor akan lebih mahal (kurang kompetitif) namun juga membuat barang impor semakin murah, dan begitu pula sebaliknya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai tukar berfluktuasi, yakni:

1. Perbedaan tingkat suku bunga

Tingkat suku bunga yang diatur oleh bank sentral berpengaruh terhadap inflasi dan nilai tukar mata uang. Suku bunga yang tinggi dapat berpengaruh terhadap yield (imbal hasil) dari investasi dan juga mengurangi tingkat inflasi. Maka dari itu banyak investor baik dari luar negeri atau lokal yang tertarik dengan imbal hasil yang besar.

Contohnya seperti saat ini suku bunga di AS berada di kisaran 0,25% sedangkan di Indonesia di tingkat 7,5%. Sejak quantitative easing disingkat QE (program stimulus yang dikeluarkan The Fed) yang dimulai sejak krisis subprime, banyak uang panas hasil QE yang masuk ke Indonesia, baik lewat pasar saham, obligasi maupun hingga investasi riil. Uang panas ini ada manfaat dan mudharatnya buat Indonesia (emerging market lebih luasnya. Maksud emerging market adalah negara2 berkembang yang menjadi tujuan spekulasi dari kebijakaneasy moneyalias QE).

Manfaatnya dapat dirasa bagaimana bergairahnya bursa saham ketika program stimulus ini dicanangkan, walaupun bursa saham di tahun 2013 pertumbuhannya minus, tetap saja uang panas inilah yang membuat indeks saham Indonesia terbang, apalagi setelah kepastian hasil pilpres tahun 2014 kemarin.

Nah untuk bagian mudharat dari QE bagi Indonesia adalah jika sewaktu-waktu The Fed menaikan suku bunganya, maka uang panas yang "ngungsi" di negara emerging market akan kembali ke AS (istilahnya dollar pulang kampung).

Kenapa bisa begitu? karena investor asing masih menganggap AS merupakan negara dengan investasi yang aman dan minim resiko jika dibandingkan negara emerging market. Sedangkan untuk berspekulasi di negara emerging market memiliki resiko yang tinggi, namun memiliki timbal balik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga di AS yang hanya 0,25% (ingat, dalam investasi sering berbunyi hukum: high risk, high return).

Lah trus kenapa jika dollar pulang kampung ke AS? Maka kemungkinan yang terjadi adalah penurunan di bursa saham atau instrumen lainnya. Lain halnya dengan uang panas untuk diinvestasikan di sektor riil. Karena logikanya kan tidak mungkin para investor asing membawa infrastruktur dan juga pabrik ke AS jika keadaan ekonomi AS sudah pulih. Balik lagi ke tujuan Quantitative Easing (QE) yakni untuk menambah stimulus (menambah pasokan uang) dan para investor bisa meminjam uang tadi untuk menggerakan perekonomian, misalnya untuk menambah jumlah pabrik dan akhirnya akan ada lapangan kerja baru.

Namun, kenyataannya bahwa stimulus bank sentral sering "disalah gunakan" oleh investor (spekulan lebih tepatnya) untuk berspekulasi dengan membawa uangnya ke negara emerging market.

2. Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan merupakan semua pembayaran dari hasil jual beli barang dan jasa. Neraca perdagangan disebut defisit apabila (contoh) negara A harus membayar lebih banyak ke negara B yang menjadi mitra dagangnya. Hal ini akan membuat mata uang negara yang defisit (negara A) dalam trading balancecenderung akan mengalami pelemahan mata uangnya (khususnya terhadap dollar). Karena permintaan akan uang USdollar (kenapa dollar? karena dollar sampai saat ini masih menjadi mata uang yang sah untuk transaksi internasional) meningkat dan lebih banyak dollar yang keluar dari negara A daripada dollar masuk ke dalam negara A.

Sebaliknya, jika negara A mengalami surplus, maka mata uang negara A cenderung menguat. Karena dollar yang masuk lebih banyak daripada dollar yang keluar dari negara A tadi.

3. Hutang Publik

Setiap negara memiliki anggaran untuk keperluan masing-masing. Jika kebutuhan lebih besar dari pada pemasukan, maka anggaran tersebut akan defisit. Nah, untuk menambal defisit itu, pemerintah mencari hutang. Caranya bisa berbagai macam, salah satu instrumen untuk mendapatkan uang hasil hutangan yakni dengan menerbitkan obligasi.

Dana dari hutang ini bisa dikatakan hutang baik dan hutang buruk. Dikatakan hutang baik karena uang hasil hutang tadi digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan produktifitas dari barang maupun jasa, misalnya seperti pembangunan infrastruktur. Karena infrastruktur merupakan penopang roda ekonomi. Bayangkan, jika akses jalan tidak ada, apakah ada perusahaan yang mau berinvestasi dengan mendirikan pabrik? tentu tidak ada bukan?

Tadi ada hutang baik, maka ada juga hutang buruk. Hutang ini digunakan misalnya oleh pemerintah untuk belanja pegawai. Dan juga kadang untuk melunasi hutang yang sudah mendekati jatuh tempo dan harus dilunasi segera.

Lalu hal ini (hutang publik) akan menjadi sentimen negatif bagi mata uang negara itu apabila hutang-hutang yang dimiliki oleh negara tersebut gagal bayar alias default lalu akan menurunkan peringkat hutanng negara tersebut. Dan pada akhirnya investor asing pun enggan untuk membeli surat hutang dari negara tadi. Akibatnya, pasokan mata uang asing (contohnya dollar) yang masuk akan berkurang dan mata uang yang dinyatakan default akan melemah, bahkan bisa anjlok seperti Argentina dan juga Yunani (anjlok di bursa saham).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun