Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Perpres Jurnalisme Berkualitas, Batas antara Media Mainstream dan Jurnalisme Warga

4 Agustus 2023   23:33 Diperbarui: 4 Agustus 2023   23:41 474 7
Peraturan Presiden (Perpres) Jurnalisme Berkualitas yang saat ini dalam masa rancangan, apakah merupakan sebuah kesadaran dari pemerintah kalau dunia jurnalisme pada hari ini masih belum berkualitas? Atau kah hanya sekadar sebuah sarana untuk memperkuat posisi pemerintahan dengan jurnalistik sebagai senjatanya?

Apa pun alasannya, kita sama-sama sepakat bahwa dunia pers dan jurnalistik harus berkualitas.

Di beberapa kejadian, terlebih pada saat terjadi musibah, kita kesulitan mendapatkan informasi yang valid karena simpang siurnya berita. Kita butuh satu pintu informasi.

Informasi yang benar-benar hanya tentang fakta, tanpa adanya narasi dan argumentasi. Apalagi ditambah dengan pendapat-pendapat dari yang bukan ahlinya. Lalu dihubung-hubungkan dengan firasat, cocokologi angka dan tanggal, klenik, dan sebagainya. Informasi yang sudah berbumbu tersebut lalu berkembang di grup Whatsapp keluarga, disebarluaskan oleh para golongan sepuh.

Padahal kita hanya butuh informasi fakta.

Bicara tentang Perpres Jurnalisme Berkualitas, bukan hanya sekadar siapa yang mendapatkan keuntungan materi hasil iklan. Tapi, bagaimana keuntungan iklan tersebut bertanggung jawab atas isi berita.

Silakan buka beberapa portal berita. Satu kasus diberitakan dalam beberapa kali judul tayangan. Di setiap berita, satu dua paragraf pertama memang berbeda-beda. Tetapi masuk ke paragraf ketiga, antara judul satu dengan judul yang lain isinya sama saja. Iya apa iya?

Ketika Perpres ini nanti disahkan, tentu tingkah polah platform dan portal berita digital yang seperti ini juga harus ditertibkan.

Karena hasil iklan yang demikian menggiurkan, maka banyak bermunculan blog-blog dengan menggunanakan nama yang mirip-mirip dengan nama portal berita. Padahal isi dan proses jurnalistiknya sama halnya dengan blog-blog personal lainnya. Penuh dengan tendensi dan jauh dari etika jurnalisme.

Maka, perlu ada batasan yang jelas antara media jurnalisme arus utama dengan media jurnalisme warga.

Perpres Jurnalisme Berkualitas ini adalah batas yang memisahkan kedua media tersebut.

Media arus utama adalah mereka para media yang berada dalam payung asosiasi media dan dipantau oleh dewan pers. Media arus utama tugasnya hanya satu, menyampaikan fakta. Biarlah menyampaikan narasi dan argumentasi menjadi ranah jurnalisme warga. Biarlah pembaca memilih sendiri mau membaca fakta dari media arus utama atau membaca narasi dan argumentasi yang dibangun netizen.

Kompas adalah media mainstream. Tugasnya menyampaikan berita berdasarkan fakta. Kompasiana adalah media jurnalisme warga. Isinya bisa beragam. Ada yang menyampaikan fakta yang belum diungkap oleh Kompas, menyampaikan narasi dan argumentasi, berbagi informasi lain, dan sebagainya. Redaksi Kompas bertanggung jawab atas isi berita di portal Kompas. Sedangkan isi tulisan Kompasiana menjadi tanggung jawab masing-masing kompasianer.

Mudah memisahkannya bukan? Tetapi di luar, banyak situs dot com memposisikan diri sebagai media berita. Padahal tidak diakui sebagai media jurnalistik. Etika jurnalisme pun tidak dikenal oleh mereka. Maka ketika batas sudah didirikan, mereka nantinya dikenal sebagai jurnalisme warga, bukan media mainstream.

Sangat tidak elok ketika seorang wartawan berada di lokasi musibah lalu bertanya kepada keluarga, "bagaimana perasaan Anda?", "Apakah ada firasat sebelum terjadi musibah?", dan pertanyaan menggemaskan sejenis. Lalu diberitakan, "Pelaku dikenal tidak suka bermasyarakat", "Korban senang memakai pakaian bermerk", dan yang sejenis. Atau, "Bagaimana pendapat selebriti dengan kejadian tersebut?". Apakah kita butuh berita yang seperti ini? Sangat jelas jawabannya, tidak.

Bagaimana jika netizen yang menulis hal-hal tersebut? Sah-sah saja. Namanya juga jurnalisme warga, mereka bebas mau berpendapat apa.

Sudah menjadi rahasia umum, para politisi ikut menunggang popularitas media arus utama. Ada beberapa media arus utama dimiliki oleh orang yang kemudia terjun di dunia politik. Ada pula karena memiliki dana cukup, maka ada slot khusus di media tertentu. Ada media yang selalu saja memberitakan nama-nama tertentu, baik nama baik maupun nama buruk. Apakah Perpres bisa mereduksi aksi kutu-kutu media ini atau justru malah memperkuat?

Jurnalisme warga dianggap sarang hoax?

Tidak ada yang bisa menggaransi kebenaran berita, baik itu yang disampaikan oleh media arus utama maupun media jurnalisme warga. Bahkan ketika Perpres ini nanti diberlakukan yang katanya demi menangkal hoax.

Padahal apakah media arus utama bersih dari hoax? Berapa kali kasus media menghapus berita karena ketahuan tidak sesuai? Itu pun setelah viral.

Hal tersebut terjadi karena semua berlomba-lomba menyajikan berita secara cepat meski belum tentu tepat.

Jurnalisme berkualitas, bukan sekadar nama. Sebuah harapan bahwa jurnalisme yang terjadi memang benar-benar menghadirkan berita yang berkualitas. Media arus utama dianggap diuntungkan. Tetapi dengan batasan yang jelas dengan media jurnalisme warga, masyarakat akan bisa memilih mana berita yang layak dibaca dan mana yang tidak. Jika memang ada portal berita tidak sesuai dan terjadi berulang kali, maka portal berita ini akan dimatikan oleh pembaca itu sendiri.

Maka dengan adanya Perpres ini, menjadi tugas dari asosisai-asosiasi jurnalistik dan dewan pers membenahi media-media mainstream agar bergerak sesuai etika. Jika memang mereka salah, sudah seharusnya terjadi teguran bahkan jika perlu penutupan. Apakah berani? Harusnya berani. Kecuali takut dengan uangnya, ups.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun