Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Aku dan Sahabat Pena

5 September 2013   08:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:20 1141 1
Aku, Erina. Sekarang kelas 4 SD. Aku suka menulis dan menggambar. Kamu mau kan jadi sahabat penaku?..



Haha itu adalah kutipan isi surat pertama yang kukirim ke salah satu sahabat penaku. Aku punya dua sahabat pena, namanya Laila dan Dina. Mereka sebaya denganku.

Awal cerita..

Aku, gadis kecil yang suka menampilkan banyak tokoh dalam keseharianku. Kadang mereka muncul di depan cermin, di buku harian, dan dimanapun setiap kuinginkan.Aku suka berlama-lama di depan cermin, berbicara dengan tokoh-tokoh ciptaanku, dan bernyanyi. Aku pun sangat suka menulisi buku harian dengan beragam kata.

Aku dan Buku Harian



Pertama kali aku memiliki buku harian adalah saat usiaku delapan tahun. Aku memperolehnya dari sebuah kios buku. Waktu itu kenaikan kelas, dan seperti kenaikan kelas sebelumnya, Ibu mengajakku ke kios buku untuk membelikanku beberapa buku dan alat tulis baru. Aku melihat sebuah buku berukuran dua pertiga buku tulis normal namun jauh lebih tebal. Buku itu berwarna biru muda dan bertuliskan D I A R Y di sampulnya. Aku suka. Lalu aku merengek meminta Ibu membawakannya pulang untukku. Pada akhirnya buku yang kemudian kujadikan buku harian itu dapat kumiliki.

Dalam keseharian, aku cenderung pendiam. Disaat senang, aku lebih suka mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Disaat sedih pun aku jauh lebih bisa tenang setelah bercerita di buku harian. Aku tidak memiliki saudara perempuan maupun teman sebaya yang dapat kuajak bercerita dengan nyaman. Sejak mulai bersekolah, orangtuaku jarang mengajakku bercerita selain tentang pelajaran di sekolah. Karenanya, kesukaanku menulis di buku harian semakin hari semakin tidak bisa dihentikan.

Surat-menyurat



Setelah berada di kelas 4 SD, aku suka mengisi Teka-Teki Silang (TTS) yang dicetak di sampul belakang Lembar Kerja Siswa (LKS). Waktu itu sekolahku berlangganan Kunthi. Aku pun gemar mengirim hasil jawaban TTS ke redaksi Kunthi. Hingga pada suatu pagi, ibu guru membagi Kunthi edisi baru. Begitu aku mendapat bagianku, aku bergegas membuka halaman belakang sambil berharap tercetak namaku sebagai pemenang. Namun, ternyata aku belum beruntung. Waktu itu kubaca tiga nama pemenang utama yang mendapat hadiah keren pastinya. Kulihat-lihat, ada satu nama yang menarik pandanganku. Kuambil buku dan pulpen, lalu kutulis nama dan alamat lengkapnya. Aku ingin menyuratinya, pikirku.

Sepulang sekolah, dengan tak sabar segera kuambil kertas surat dan amplop bercorak paling indah. Di sekolah, saat waktu istirahat tiba, aku suka membeli kertas surat warna-warni dengan corak beragam lengkap dengan amplopnya sehingga aku memiliki banyak stok yang kusimpan di rak buku. Setelah kudapati kertas surat dan amplop yang kunilai paling indah, segera kumulai menulis :) Tak lama berselang, selesai lah surat pertamaku. Kubaca dan kuamati tulisanku. Aku tersenyum, kupikir tulisan dan kalimatku sudah bagus. Lalu kusimpan surat itu ke dalam laci meja belajarku.

Hari Minggu tiba, aku merengek kepada Bapak, meminta diantar ke Kantor Pos. Mungkin Bapak pikir aku akan mengirim jawaban TTS ke redaksi Kunthi seperti biasanya. Haha aku tidak bercerita tentang surat pertamaku ini.

Beberapa hari berselang, tiba sebuah surat balasan yang dialamatkan ke sekolahku. Aku senang sekali. Ternyata suratku dibalas dengan cepat :D Aku pun tak lupa kembali membalasnya.

Kami sering bersurat-suratan hingga perangko bekasnya terkumpul lumayan banyak. Sejak saat itu, selain menulis buku harian dan menciptakan tokoh-tokoh fiksi, aku punya kegiatan baru yang sangat menyenangkan, bersurat-suratan.

Bertemu dengan Sahabat Pena



Saat ini, aku bukan lagi anak SD berusia 9 tahun, aku sudah menemukan dunia dewasaku. Tapi tak dapat kutolak bahwa buku harian, tokoh-tokoh fiksi, dan sahabat pena masih menjadi bagian dalam keseharianku.

Ramadhan tahun 2012, setelah sejak tahun 1999 hanya bisa melihat tulisan dan foto saja, aku dapat bertemu dengan salah satu sahabat penaku. Laila namanya. Aku menemukannya kembali, setelah tidak sengaja melihat sebuah wajah dengan sepasang telinga yang tak asing bagiku, di sebuah situs jejaring sosial. Aku memang masih mengingat wajahnya dengan jelas begitupun dengan nama, tanggal lahir, dan alamat lengkapnya. Setelah mendapat informasi lebih lanjut, kami pun memutuskan untuk bertemu :D

Pertama kali kami bertemu dan dapat bercerita dengan nyata adalah di sebuah tempat makan di Sampangan, Semarang. Sangat-sangat menyenangkan. Bertemu dengan orang baru namun sebenarnya sosoknya sudah sangat lama dikenal :)

Begitulah perjalanan surat-menyuratku :) Semuanya begitu menyenangkan.

(diambil dari catatan di akun sosmed dan blog saya: November 2012)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun