Mohon tunggu...
Erina Sudibyo
Erina Sudibyo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I'm used to be a single fighter. If you ask the reason, give me couple days for it then.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Sahabat Pena

5 September 2013   08:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:20 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku, Erina. Sekarang kelas 4 SD. Aku suka menulis dan menggambar. Kamu mau kan jadi sahabat penaku?..

Haha itu adalah kutipan isi surat pertama yang kukirim ke salah satu sahabat penaku. Aku punya dua sahabat pena, namanya Laila dan Dina. Mereka sebaya denganku.

Awal cerita..

Aku, gadis kecil yang suka menampilkan banyak tokoh dalam keseharianku. Kadang mereka muncul di depan cermin, di buku harian, dan dimanapun setiap kuinginkan.Aku suka berlama-lama di depan cermin, berbicara dengan tokoh-tokoh ciptaanku, dan bernyanyi. Aku pun sangat suka menulisi buku harian dengan beragam kata.

Aku dan Buku Harian

Pertama kali aku memiliki buku harian adalah saat usiaku delapan tahun. Aku memperolehnya dari sebuah kios buku. Waktu itu kenaikan kelas, dan seperti kenaikan kelas sebelumnya, Ibu mengajakku ke kios buku untuk membelikanku beberapa buku dan alat tulis baru. Aku melihat sebuah buku berukuran dua pertiga buku tulis normal namun jauh lebih tebal. Buku itu berwarna biru muda dan bertuliskan D I A R Y di sampulnya. Aku suka. Lalu aku merengek meminta Ibu membawakannya pulang untukku. Pada akhirnya buku yang kemudian kujadikan buku harian itu dapat kumiliki.

Dalam keseharian, aku cenderung pendiam. Disaat senang, aku lebih suka mengungkapkannya dalam bentuk tulisan. Disaat sedih pun aku jauh lebih bisa tenang setelah bercerita di buku harian. Aku tidak memiliki saudara perempuan maupun teman sebaya yang dapat kuajak bercerita dengan nyaman. Sejak mulai bersekolah, orangtuaku jarang mengajakku bercerita selain tentang pelajaran di sekolah. Karenanya, kesukaanku menulis di buku harian semakin hari semakin tidak bisa dihentikan.

Surat-menyurat

Setelah berada di kelas 4 SD, aku suka mengisi Teka-Teki Silang (TTS) yang dicetak di sampul belakang Lembar Kerja Siswa (LKS). Waktu itu sekolahku berlangganan Kunthi. Aku pun gemar mengirim hasil jawaban TTS ke redaksi Kunthi. Hingga pada suatu pagi, ibu guru membagi Kunthi edisi baru. Begitu aku mendapat bagianku, aku bergegas membuka halaman belakang sambil berharap tercetak namaku sebagai pemenang. Namun, ternyata aku belum beruntung. Waktu itu kubaca tiga nama pemenang utama yang mendapat hadiah keren pastinya. Kulihat-lihat, ada satu nama yang menarik pandanganku. Kuambil buku dan pulpen, lalu kutulis nama dan alamat lengkapnya. Aku ingin menyuratinya, pikirku.

Sepulang sekolah, dengan tak sabar segera kuambil kertas surat dan amplop bercorak paling indah. Di sekolah, saat waktu istirahat tiba, aku suka membeli kertas surat warna-warni dengan corak beragam lengkap dengan amplopnya sehingga aku memiliki banyak stok yang kusimpan di rak buku. Setelah kudapati kertas surat dan amplop yang kunilai paling indah, segera kumulai menulis :) Tak lama berselang, selesai lah surat pertamaku. Kubaca dan kuamati tulisanku. Aku tersenyum, kupikir tulisan dan kalimatku sudah bagus. Lalu kusimpan surat itu ke dalam laci meja belajarku.

Hari Minggu tiba, aku merengek kepada Bapak, meminta diantar ke Kantor Pos. Mungkin Bapak pikir aku akan mengirim jawaban TTS ke redaksi Kunthi seperti biasanya. Haha aku tidak bercerita tentang surat pertamaku ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun