Sekarang ini handphone bukan lagi menjadi barang mewah, tetapi bisa dikatakan sebagai kebutuhan untuk banyak orang. Karena ini dinilai sebagai kebutuhan, kemana dan kapan pun kita cenderung membawa handphone. Bahkan ada yang merasa tidak nyaman kalau tidak membawa handphone selama perjalanan keluar atau juga saat duduk sendirian di mana saja.
Karena akses pada handphone semakin gampang, anak-anak pun sudah terbiasa menggunakannya. Berawal dari melihat, memperhatikan dan kemudian berkesempatan menggunakan Handphone orangtua. Ujung-ujungnya, orangtua yang mampu secara ekonomi bisa menyediahkan handphone untuk anak-anak mereka. Hal ini tidak salah.
Yang perlu dicermati adalah sejauh mana handphone membantu perkembangan karakter anak. Persoalannya adalah saat handphone menghancurkan karakter anak.
Contohnya, tidak sedikit pemandangan yang menunjukkan tentang seorang anak asyik bermain dengan handphone di tangannya selama berjam-jam. Sedihnya, karena kesibukan dengan handphonenya itu, anak itu menjadi apatis dengan orang dan situasi di sekitar.
Saya kira hal ini juga terjadi pada kaum remaja dan orangtua. Gara-gara handphone, orang menjadi apatis dengan situasi di depan mata.
Sikap apatis ini tidak boleh dianggap enteng. Bisa jadi berawal dari sikap apatis karena kesibukan pada handphone bisa berujung pada apatis sosial akut. Dalam arti, meski tidak memegang handphone, kita menjadi tidak peduli pada situasi yang terjadi di sekitar kita meski orang-orang di sekitar kita berhadapan dengan situasi sulit.
Lebih jauh, karena handphone anak bisa kehilangan rasa untuk bergaul dan bermain di luar rumah. Saya melihat kalau tidak sedikit anak yang lebih memilih menghabiskan waktu dengan handphone daripada bermain dengan teman sebaya di luar rumah.