Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Prangko di Surat Warna Ungu

19 Maret 2024   10:31 Diperbarui: 19 Maret 2024   10:44 79 6
Prangko di Surat Warna Ungu
DN Sarjana

"Pernahkah dulu Aku meminta tuk tuliskan goresan cintamu padaku?

Itu baris kalimat pada lembar kertas warna ungu yang kau kirimkan padaku. Aku masih ingat saat itu hari sabtu. Hari dimana aku sering menanti balasan suratmu.

Dan ketika kau rangkai kata itu, seharian aku memikirkan dirimu. Ada apa? Bagaimana aku bisa cepat bertemu denganmu? Sementara jadwal pulangku rabu depan? Apakah aku harus segera membalas suratmu?

Begitulah risau hati Agung. Seingatnya ia tidak pernah melakukan kesalahan apapun terhadap Ratih. Kabar sebelumnya baik-baik saja. Terbukti setiap surat yang dikirim Ratih begitu sayang dan mesra.

Agung tak ingin keraguan itu tak terjawab. Ia membatalkan acara olah raga bersama teman kampusnya. Ia bergegas ke kamar kos untuk menjawab surat Ratih.

Sekitar 1 lembar untaian kata tersusun. "Percayalah cintaku hanya untukmu,"  tulisan penutup dari surat itu.

Agung berjalan kaki ke kantos pos. Letaknya tidak begitu jauh. Sengaja Agung menggunakan prangko kilat khusus, sehingga sehari surat itu sudah nyampe.

Ratih adalah gadis pujaannya di Desa Ubud. Ia baru SMA kelas 3. Sementara Agung baru semester 4 di Kampus Keguruan Singaraja.

Hari selasa, hari terakhir Agung mengikuti perkuliahan. Dia sudah tidak lagi bisa fokus. Pikirannya sudah bertemu dengan Ratih di desa.

"Gung, kamu sakit ya?" Eduk bertanya.

"Bener Duk. Agung sakit kasmaran." Janu menimpali.

"Ah kalian tahu saja. Emang pacar bisa membantu kuliahan?" Agung mencoba menyembunyikan kebenaran ucapan Janu.

"Jangan bohong Gung. Kemarin Aku dapat bocoran dari Bu Day tuan rumah mu."

"Sudaah.., kita kuliah dulu. Tuh lihat dosen kita sudah datang."

Bertiga mereka bergegas menuju ruangan di pojok timur. Di ruangan itu tampak teman mereka sudah banyak yang menunggu.

"Adakah yang galau hari ini?" Radit berkicau. Dia memang terkenal dengan sebutqn si mulut ember. Ada saja bahan candaan setiap kami bertemu. Syukur saat itu dosen perempuan yang mengampu hukum pidana sudah datang. Kalau tidak, habis dah Agung di candain.

*****
Hari rabu, pagi benar Agung sudah siap betangkat pulang. Dia berjalan kaki menuju terminal. Terlihat bemo yang menuju terminal Batu Bulan. Agunh bergegas naik.

Tak lama bemo meluncur. Disela menikmati panorama alam, Agung membayangkan bagaimana sambutan Ratih ketika berjumpa nanti.

Jarum jam terus berputar. Agung sudah berganti mobil menuju rumahnya di Ubud. Pukul 5 sore Agung sampai di rumah.

Bagaimana caranya biar bertemu Ratih? Agung teringat, bahwa setiap sore pasti gadis di desanya pergi kepermaindian air pancuran. Jarak permandian itu kurang lebih 300 meter dan hanya ada satu jalan menuju tempat permandian.

Agung dengan sabar menunggu kehadiran Ratih. Sayup-sayup perempuan dengan menjinjit tempat air terllihat. Agung sangat berharap ada Ratih di sana.

"Kau Ratih?" Ratih terkesima. Tidak terbayangkan ada Agung di pinggir jalan berdiri.

"Ya, kapan pulang Kak Agung? Kata Ratih terlihat malu-malu.

"Baru saja Aku sampai. Ratih, mengapa kau tulis surat seperti itu? Apa salahku?"

Ratih tersenyum dalam hati. Ternyata pancingan itu mengena. Lalu dia menjawab
"Emang apa salahnya?"

"Kamu terlalu cemburu Rat."

"Siapa sih cemburu? Aku sengaja menulis seperti itu biar kamu cepat pulang. Ratih sangat rindu." Ratih tersenyum sambil memegang tangan Agung.

"Ternyata Ratih pinter juga. Dia takut kehilangan. Demikian juga Aku." Pikir Agung sambil mengeratkan pengangan di jemari Ratih menyusuri anak tangga menuju tempat permandian.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun