Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Catatan Muktamar XXXIV NU Lampung, Perbedaan Pendapat Sudah Menjadi Tradisi Ulama

9 Desember 2021   13:30 Diperbarui: 9 Desember 2021   13:46 1660 5
Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34 akhirnya ditetapkan 2 pada 23-25 Desember di Lampung. Keputusan ini sesuai dan kembali mengambil keputusan Konber NU sebelumnya, yang menetapkan tanggal itu dilaksanakan hajatan tertinggi lima tahun sekali tersebut. Keputusan akhgir ini tentyu tidak serta merta ditetapkan begitu saja. Ada banyak dinamika dan tarik ulur dari alim ulama yang tergabung dalam organisasi yang lahir 1926 itu.

Sempat mencuat, kalau muktamar harus dipercepat. Dan ada banyak juga wacana yang ingin menunda sampai batas waktu yang belum ditentukan, terkait akan adanya kebijakan pemerintah soal covid yang masih melanda negeri ini. Heboh soal ini, tentu sebuah hal yang biasa terjadi di kalangan ulama ini.

Belum lagi heboh soal calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk lima tahun mendatang, yang akan menggantikan KH Said Aqiel Siradj yang sudah dua periode menduduki jabatan Ketua Umum PBNU. Soal ini, hebohnya antara yang akan menggantikan dan yang akan menetapkan kembali Kiai Said untuk periode ketiga.

Yang menginkan kembali Kiai Said, berusaha dalam muktamar nanti diberlakukan sistim ahlul halli wal aqdi. Tidak pemilihan langsung, yang masing-masing PWNU dan PCNU se Indonesia memilih calon ketua umum. Lalu, kandidat lain yang juga tak kalah kuatnya sumber dukungan, adalah Yahya Cholil Staquf, yang kini menjabat Khatib 'Aam PBNU.

Hanya dua kandidat itu yang paling santer di kalangan NU, yang akan bersaing tentunya memperebutkan suara dalam muktamar. Masing-masing kandidat telah melakukan berbagai aksi dan komunikasi dengan pengurus NU di daerah. Soal beda pilihan dan dukungan, tentu menjadi sumber kekuatan NU itu sendiri.

Malah semakin banyak kandidat yang akan maju, biasanya muktamar lebih semarak dan meriah tentunya. Pengalaman saya mengikuti Muktamar NU ke-31 di Solo tahun 2004, cukup luar biasa. Ada banyak yang kandidat yang akan menggantikan KH Hasyim Muzadi kala itu, tapi semua kalah dan ada yang mundur sebelum waktu maju.

Begitu juga tundingan demi tundingan ke KH Hasyim Muzadi yang baru saja ikut Pilpres mendampingi Capres Megawati Soekarnoputri, kalah dalam kontestasi tersebut, sehingga suara ribu warga NU lumayan terasa. Itulah NU. Sudah terbiasa dan lazim mengelola perbedaan pendapat. Belum lagi di Komisi Bahsul Masail dalam muktamar itu, ada banyak perbedaan yang harus dipecahkan soal kajian berbagai hal yang menyangkut soal kekinian.

Secara ekspilisit, AD/ART NU tak ada yang melarang jabatan Ketua Umum lebih dari dua periode. Dan itu diputuskan dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang lima tahun yang lalu. Nah, tentu ini jadi alasan terkuat Kiai Said untuk ingin maju kembali untuk periode ketiga. Kemudian, kekuatan Kiai Said lumayan melembaga, dan mewarnai kalangan internal dan ekternal NU itu sendiri.

Sejarah NU mencatat, tokoh yang pernah menjabat Ketua Umum PBNU tiga periode adalah KH Idham Chalid, KH Abdurrahman Wahid. Plus bagi mendiang Idham Chalik, tokoh ulama luar Jawa yang mampu kuat dan berakar di organisasi yang lahir di Jawa Timur tersebut. Tentu ketokohan Idham Chalid dari Kalimantan itu tak pula sembarangan di zaman orde lama itu. Belakangan, Idham Chalid dainugerahi pahlawan nasional oleh negara.

Begitu juga Abdurrahman Wahid. Tokoh pluralis yang akrap dengan sapaan Gus Dur ini adalah tokoh multi talenta. Ya, ulama yang mumpuni karena pergumulannya dengan dunia pesantren. Dia tokoh pertama yang memperkenalkan pesantren sebagai lembaga yang melahirkan ulama dan NU ke tengah publik.

Gus Dur pandai bicara dan lihai menulis. Tak heran, banyak tulisannya menghiasi media massa. Banyak buku yang ditulisnya, membuat dia juga tokoh di Dewan Kesenian Jakarta. Mendirikan Forum Demokrasi, Gus Dur juga terbilang politisi ulung, yang sering bersilancar di tengah percaturan politik nasional dan internasional.

Dari tangan Gus Dur, lahirnya partai politik di kalangan NU. PKB nama partainya yang kini dikendalikan keponakannya Abdul Muhaimin Iskandar. Meskipun sebentar jadi Presiden, ketokohan Gus Dur hingga kini terus memuncak. Pemikiran Gus Dur terus dikembangkan, sehingga kemampuannya memimpin PBNU tiga periode di zaman orde baru itu betul-betul keinginan arus bawah.

Dan lagi, Gus Dur ingin menjadikan NU lepas dari intervensi pihak ketiga. Tak heran, kemelud di kalangan NU saat Gus Dur menjabat tiga periode itu lumayan terasa hiruk pikuknya. Sampai-sampai lahir KPPNU yang langsung dimotori rivalnya, Abu Hasan yang kalah dalam muktamar Cipasung 1994.
 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun