Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Hujan dan Tangis Nania

15 September 2012   04:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:26 191 2
Uffs,..lumayan melelahkan juga menata buku-buku koleksiku ini. Kardus besar yang dulunya bekas bungkus televisi yang kami beli itupun tampak gembung karena sedikit kupaksa agar semua tertampung. Tak terasa, hampir seharian kami sibuk mengemas semua barang agar esok, saat kami pindah rumah segalanya telah beres, tinggal angkut. Yah,..tuntutan pekerjaan yang menjadikan aku lebih baik mengajak anak dan istriku ikut meninggalkan kota ini. Agak berat pada awalnya, namun seiring waktu akhirnya, mereka dengan rela menyetujuinya.

Mendung yang berselingan dengan gerimis yang sejak pagi datang, membuat kami tak terlalu memperhatikan bahwa hari sudah mendekati sore. Itu karena matahari terlihat malas menampakkan sinarnya. Aku niatkan beristirahat sejenak, menciptakan angin dari lipatan koran lama yang kukibaskan, ketika sedikit berselang istriku menyajikan kopi hangat,..ahh,..mantap.

“ Kopinya, Pa. Ngaso dulu, lah..”

“ Siip, Ma. Jatah Mama sudah selesai?”

“ Sudah, dong..., tinggal dikit lagi..”

“ Itu namanya belum...”

“ Hihihi,..iya..iya,..nanti juga beres. Aku juga mau ngopi dulu...”

Sebenarnya sama saja denganku. Perkakas berkategori berat bobotnya, yang menjadi bagianku merapikan pun belum semua terkemas. Sedikit lagi juga,..seperti yang istriku bilang, tentang tugasnya merapikan perabot-perabot lain yang lebih ringan. Dan yang jelas, kami semua mulai lelah. Rehat sembari minum kopi di sela hujan ini adalah pilihan tepat.

“ Risang mana, Ma?”, tanyaku tentang anak lelaki berumur lima tahun kami.

“ Di depan, Pa. Main sama Nania,...katanya sih tadi ingin beres-beres juga..”

“ Beres-beres,..sambil mberantakin...?”

“ Hahaha...”

Kami berbaringan tertawa karena sudah yakin menduga apa yang dikerjakan anak kami itu. Memang, mungkin saja dia ada niat merapikan, tapi pasti dalam sesaat segala jenis permainan yang hampir semua tak utuh lagi bentuknya itu, akan kembali berserakan di lantai. Apalagi jika ada Nania, gadis mungil teman sebayanya itu, ...kupikir, anakku seolah menjadi pemuda jatuh cinta.Ingin menunjukkan semua miliknya pada gadis yang disayanginya.

“ Ma.., ada yang aneh,..kok mereka sepi sekali,.ya?”

“ Oooh,..biasanya kalau sepi begini,..masing-masing asik menggambar,..Pa..”

Aku mengerti jawaban istriku itu, karena dia memang sehari-hari telah hafal dan mengamati perilaku keduanya. Hm.., lucu memang,..kami dulu juga begitu. Kusesap kembali kopi yang masih tampak sedikit mengepulkan asap itu. Di luar tampak gerimis yang mulai sedikit membesar menjadi curahan hujan. Perhatian kami serentak penuh tanya, saat Risang dengan murung dan lesunya datang menghampiri,..sendiri.

“ Maaa....”

“ Iya, sayang,...kok cemberut..?”

“ Nania... mana?”, tanyaku menimpali. Dijawabnya dengan sorongan lemah dagu ke arah ruang depan.

“ Lalu,..kenapa ditinggalin...?”

“ Nania...,...nangis...”

“ Lhoo,..diapain? Risang nakal yaa..?”

“ Eng..Enggaaak,...nggak nakal..”

“ Terus? Kenapa dia nangis..?”

“ Emm..., Nia nggak mau Isang pindah,...Nia pengin ikut,..tapi nggak boleh sama Isang..”

Agak terbengong kami mengetahui itu. Bagaimanapun juga, kami pernah menjadi seperti mereka. Pasti begitu sulit saat harus kehilangan teman sepermainan yang disayanginya. Apalagi untuk Nania. Sedikit banyak kami tahu,...gadis mungil nan manis ini bukan hanya merasa ditinggalkan oleh Risang nanti,..tapi juga keluarga ini.

Bukannya hendak membanggakan diri,..namun kurasa, memang inilah yang terjadi. Nania setiap hari menemukan keceriaannya di rumah ini,..ada Risang,..ada papa..dan ada mama. Tentu berbeda dengan yang sehari-hari dia rasakan di rumahnya. Ia hanya tinggal dengan Opa dan Omanya yang telah menua. Papa dan Mamanya?..., tak tahu pasti, tak pernah kami berusaha mengoreknya lebih jauh,..hanya sedikit yang kami tahu, mereka telah lama berpisah.

Penasaran, kami pun beranjak ke ruang depan. Dan,..memang seperti itu lah cara Nania menangis,..tanpa raungan, tanpa suara seperti layaknya bocah lain. Hanya isakan-isakan kecil dan linangan air mata. Namun, justru tangisan seperti ini lah yang membuat kami menjadi larut di dalamnya. Apalagi sekarang,..dia duduk bersimpuh tanpa gairah, tubuh mungil dan kepalanya bersandar pasrah pada tepian jendela kaca. Di sela isak dan tangis, tatap matanya nampak redup menerawang, jemari mungilnya bergerak perlahan mengikuti alur-alur air yang tercipta dari hempasan hujan.

Namun terus terang, aku memilih untuk tak melanjutkan langkah. Sulit kalau harus merancang apa kata yang akan kupakai untuk menghiburnya. Kubiarkan istriku yang mendekatinya,..berharap dia lebih mengerti apa yang ada dalam hati si kecil Nania,..gadis mungil yang kurasa harus tertatih menjalani hidup yang tak selalu memberikan tawa. Entah, apa yang diucapkan istriku padanya,..aku kira dia pun kesulitan mencarinya, apalagi, selintas tadi pada matanya sendiri sedikit ada membasah. Tapi yang jelas,..istriku begitu lama memeluknya dan Nania tampak lebih deras guncangan isaknya.

“ Pa,..kasihan Nia,..ya..”

“ Hm,..iya, sayang. Tapi, dia nggak papa kok,..”

“ Kalau kita pindah,..Nia main sama siapa..?”

“ Dengan siapa saja,...pasti nanti bisa..”

Aku yakin, anakku belum mengerti dan setuju maksud ucapanku, karena aku sendiri sulit untuk mengatakan semua itu adalah pasti. Apalagi untuk anak sekecil ini.

Andai saja mereka bukan anak-anak mungil, yang lebih riang dengan kesederhanaan angan, bermain dan tertawa. Ingin sekali aku mengatakan bahwa air mata Nania serupa dengan hujan sore ini,..kapanpun dia menangis, akan ada mentari yang suatu saat menerangi, bersama warna warni pelangi menyelingi,...lalu dia akan ceria bermain kembali.

“Rain and tears are the same,

but in the sun

you've got to play the game.


When you cry in winter time,

you can pretend

it's nothing but the rain.


Rain and tears in the sun

but in your heart

you feel the rainbow waves.

Rain and tears both I shun,

Rain and tears are the same,

but in the sun

you've got to play the game..”


.

.

C.S.

God Bless Our Family....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun