Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

[Kado Terindah] Ajeng

11 Oktober 2019   22:43 Diperbarui: 11 Oktober 2019   22:41 52 19

"Mbak mau beli rempeyek? buatan ibuku enak loh, renyah."

"Berapaan dik?"

"Seribu lima ratus, mbak."

"Beli dua saja ya."

"Baik mbak."

Selalu terkembang senyum di wajahnya. Remleyek tinggal beberapa bungkus saja ketika gerimis di senja itu mengharuskan dia untuk berteduh di halte. Sebuah halte yang fungsinya sudah berubah, hanya seperti hiasan di tepi jalan, besi untuk duduk tak karuan, besi sandaran pun hilang. Maling itu memang dimana-mana. Fasilitas umum diembat juga.

Seorang anak remaja SMA berlari menghindari gerimis ke arah halte. Ajeng mengerjap-ngerjapkan mata sedikit kaget beberapa detik kantuk sempat menyapa.

Beberapa angkot sempat menepi namun remaja itu tak segera naik satu angkotpun.

"Kakak ndak naik mikrolet?"

Ajeng anak yang ramah, tidak punya rasa takut atau segan bila hanya sekedar menyapa atau bertanya.

"Ndak, rumah saya dekat, cuma karena gerimis saja, neduh bentar."

"Owh, beli rempeyek Kak, biar gak ngantuk."

"Oke, satu ya."

"Boleh."

Gerimis pun berlalu, seiring semburat merah saga di cakrawala. Hari ini masih ada sisa tiga bungkus rempeyek dari 20 bungkus yang dia jajakan.

"Ibu, Bapak, aku pulang, maaf tadi neduh di halte waktu gerimis, jadi terlambat pulang."

"Syukurlah, jangan sampai kehujanan, takut sakit. Apa habis hari ini rempeyeknya Jeng?"

"Sisa tiga bu, maaf ya."

Ndak apa-apa, besok ndak usah jualan nak, biar ibu titip di warung-warung saja."

"Ndak apa-apa bu, Ajeng sambil jalan-jalan. Untungnya sekolah Ajeng tidak full day kan bu."

"Ngaji mu jadi terbengkelai nak, nanti jualannya jangan tiap hari."

"Baik aku akan berjualan di hari Jum'at dan Sabtu, kalau minggu pagi aku jual di Car Free Day ya bu."
Ibu Ajeng mengangguk sambil tersenyum. Ada gurat haru di matanya setiap melihat Ajeng, yang dia bungkus rapat.
***

Seperti biasa di hari Minggu keluarga sederhana itu berjualan di CFD, mereka bertiga terlihat bahagia, seolah tak ada beban hidup. Seperti biasa menggelar tikar pada suatu tempat di pinggiran area agar tidak membayar uang sewa tempat, namun tetap tenjangkau pembeli. Ajeng siap menjajakan dagangan dengan berkeliling. Sebuah lebetulan atau kenyataan, dunia memang sempit dia bertemu lagi dengan remaja SMA waktu di halte dia sedang bersama seorang gadis.

"Kak, mau beli peyek lagi?"

"Eh kamu yang di halte tempo hari ya?

Ajeng mengangguk sambil tersenyum.

"Boleh beli lima?"

"Boleh sekali Kakak. Terima kasih."

Ajeng pun berlalu meneruskan menjajahkan rempeyeknya. Setelah transaksi jual beli.

"Cantik banget anak itu Ken."

"Iya, kayak kamu."

"Ish, kamu ini, sekecil itu dah kelihatan aura cantiknya, kalau remaja nanti waow pastinya."

"Untung aku sudah tua ya."

"Maksudnya?"

"Nggak ada, basa-basi saja, ayok lanjut keliling."

Kenar remaja SMA itu melanjutkan jalan-jalan bersama gadisnya.
***
Suatu malam Ajeng tak bisa memejamkan mata, entah mengapa hatinya gelisah. Aroma rempeyek yang digorek masih tercium, segera dia menghampiri ibunya yang sedang membiat rempeyek di dapur.

"Belum tidur nak?"

"Tak bisa bu."

"Kenapa, besok bisa terlambat bangun loh."

"Semoga tidak, bu. Ajeng mau menemani ibu menggoreng sampai ngantuk."

"Ealah nduk, ya sudah sini bantu ibu."

"Bu, Ajeng boleh sekolah tinggi?"

"Tentu boleh, dan harus itu."

"Ajeng ingin membelikan ibu sama bapak sebuah rumah."

"Aamiin, semoga terkabul ya, dan Ajeng harus tekun belajar."

""Ajeng juga mau bekerja, biar punya uang banyak."

"Iya, boleh."

""Untung yang punya rumah ini baik ya bu, kita lama menyewa rumah ini."

"Rezekinya Ajeng itu."

"Kalau Ajeng kerja, bisa beli rumah, ibu sama bapak ndak usah bekerja lagi. Gantian Ajeng ya."

"He he iya nak, iya sekarang ayo dibereskan terus tidur."

Rumah kontrakan yang kecil di dalam gang menjadi saksi perjalanan hidup mereka.

***

Sebuah mobil mewah masuk pada sebuah halaman resto, seorang gadis ayu dan sedikit angkuh turun.

Ajeng menyambutnya dengan ramah, dan mempersilahkan pelanggannya. Dia telah lulus sekolah kejuruan,dan bekerja di sebuah resto ternama. Perjuangan yang berat baginya menyisihkan beberapa pelamar lainnya. Karena cinta serta doa kedua orang tuanya yang selalu mengiringi.

Hidup adalah perjuangan hingga waktu yang telah ditetapkan Tuhan saat berpulang. Dia hanya belajar untuk menjalani dengan selalu ceria.

"Silahkan memilih menunya mbak."

Dia sodorkan dengan sopan lembar daftar menu, dan pelanggan cantik nan jutek itu pun segera menyebutkan menu-menu pesanannya. Dengan sigap Ajeng menyerahkan daftar pesanan pada bagian menu.

Hari ini dia sift malam, pelanggan sangat banyak, rata-rata muda mudi. Mungkin karena akhir pekan, kebanyakan mereka memesan makanan ringan dan kopi.

"Rupanya di sini ya! Mulai kapan kamu bohong padaku?"

"Ken!"

"Apa?! Tadi kamu bilang gak bisa ikut denganku larena antar mamamu kan? rupanya di sini ada janji kencan!"

"Kenar!"

"Terima kasih, aku sudah sabar bersamamu, sudah waktunya sampai di sini."

"Kita bicarakan di rumah Ken."

"Oh no! Tidak perlu, di sini juga sudah cukup, awal pertemuan di sini, kita akhiri kuga di sini. Good bye."

Lelaki yang tak lain adalah Kenar itu segera keluar dari resto dan berlalu. Semua mata tertuju pada wanita yang cantik yang bertengkar dengan Kenar tadi.

"Maaf atas keributan tadi."
Wanita itu meminta maaf pada semua mata yang memandangnya.

Ajeng tertegun melihat kejadian tadi dia teringat nama lelaki yang disebut wanita tadi. Apakah itu kak Kenar yang dulu selalu membeli rempeyeknya? Ah untung tidak.sampai terjadi baku hantam dan piring terbang seperti di drakor.

Malam pun terus merambat, pukul 21.30 resto mulai tutup, Ajeng bersiap untuk pulang setelah membereskan semua pekerjaannya. Dalam pikirannya akan bisa membelikan rumah untuk ibu bapaknya. Jarak tempat kerja dan rumahnya tidak begitu jauh, hanya lima belas menit berjalan kaki.

"Ibu, Bapak, aku sudah pulang."

Seperti biasa dia selalu ceria, menyapa irang tuanya yang setia menanti Ajeng pulang.

"Kamu krasan kerja di sana nak?"

"Alhamdulillah Pak,  teman kerja menyenangkan dan pemilik restoran yang ramah."

"Kamu sudah di rumah, ibuk tinggal istirahat dulu ya."

"Iya, ibu, Bapak, terima kasih sudah menunggu Ajeng."

****

Minggu restoran tetap buka, walau dimulai buka satu siang. Sudah ada pbeberapa pelanggan yang datang.

"Selamat datang, ini daftar menunya."

"Ada rempeyek?"

Ajeng mengerutkan kening, rempeyek tidak tersedia di sini, mohon maaf."  Ajeng menjelaskan dan sedikit bingung dengan lermintaan pelanggannya.

"Kalau pesan rempeyek masih bisa?"

"Maaf restoran tidak menyediakan."
"Kalau pesan ke kamu?"

Ajeng mulai berpikir sebenarnya siapa pelanggan ini

"Maaf kakak, maksudnya bagaimana?"

"Lama saya tidak makan rempeyekmu." Lelaki ituendongakkan keoalanya melihat ke Ajeng.

"Lupa sama saya, pelanggan rempeyekmu di CFD."

"Oh kak Kenar, aduh maaf saya pangling. Mohon maaf kakak. Aduh jadi salting saya, kakak masih ingat saya."

"Ha ha kopi pahit satu ya dan empek-empek isrimewa."

"Siap kakak, wah kak Kenar hutang penjelasan nih sama saya."

"Beres, dengan senang hati. Oh ya kamu ternyata bisa besar juga ya."

"He he alhamdulillah kak, dikasih makan."

Usah basa-basi sejenak Ajeng menyerahkan pesanan ke bagian menu, dan nelayani pelanggan lainnya.
****

"Jadi kamu ini lulus SMK ya?"

"Iya."

"Sejak kapan kerja di restoran itu?"

"Sejak lulus kemarin, syukur langsung dapat pekerjaan, bisa bantu ibu bapak."

"Oh iya, maaf apa tempo hari yang marah-marah di restoran kami kak Kenar?"

"He he iya, aku minta maaf,  marah sekali waktu itu, kecewa dikhianati begitu, apapun alasannya. Aku tak bisa terima, sudah berulang kali dia lakukan itu. Dan dia tidak merasa telah menyakiti. Eh jadi curhat begini aku."

"Hihihi, gak apa-apa, tidak akan aku siarkan juga."

"Kak, kog ingat ini aku yang jual rempeyek? Aku saja sudah pangling sama kak Kenar."

"Entah lah, aku lihat tanda tahi lalat dekat matamu itu, tadinya tidak yakin, aku amati terus, dan yakin kamu penjual rempeyek itu."

"He he, eh jalan sama saya begini apa ndak malu?"

"Saya tidak pernah milih teman, embok-embok pun saya akrabi."

"Ha ha bisa saja, oh ya aku sudah sampai di gang, sampai jumpa lagi, terima kasih sudah menemani jalan."

Ajeng segera menyusuri gang di mana dia tinggal bersama orang-orang yang sangat menyintainya.
Ajeng hanya senyum kecil mengingat Kenar yang jadi akrab dengannya.

Mereka semakin akrab, bila ada waktu luang Kenar menemani Ajeng pulang kerika kerja malam.

***

Ajeng adalah hadiah terindah bagi orang tuanya, dia ditemukan diantara tong sampah dan selokan di sebuah kota, saat akan berangkat berjualan ke pasar. Hati seorang wanita yang tak tega melihat jabang bayi dalam kardus, di urungkan berjualan dan membawa bayi temuannya ke rumah. Dia bahagia, ditunjukkan pada suami tercinta anugerah terindah yang mereka nanti bertahun lamanya.

"Pak, lihat kita punya anak, bayi cantik Pak."

""Astaghfirullah, kamu dapat dimana, kita harus bersabar, bukan dengan jalan tidak benar."

"Aku tidak mencuri, aku temukan tadi sebelum pasar, dekat tempat sampah, ditaruh dalam kardus. Ini rezeki kita Pak."

"Kasihan anak ini bu." Bayi yang cantik itu tidur dengan pulas, tanpa tahu nasibnya yang malang dan terbuang.

Sejak menemukan bayi yang diberi nama Ajeng, pasangan suami istri itu segera pindah kontrakan, mereka tidak ingin bayi temuannya menjadi berita dan rebutan. Mereka pindah ke sebuah kota kecil yang jauh dari kota asalnya. Agar tenang dalam mengasuh Ajeng. Mereka rawat dan besarkan dengan kasih sayang dalam kesederhanaan, Ajeng anak yang ramah dan cerdas.

Sejak ada Ajeng hanya suaminya yang berjualan di pasar, istrinya membuat rempeyek sebagai penghasilan tambahan dan dititipkan di warung atau toko kecil. Kini Ajeng telah berusia 10 tahun. Rahasia itu tetap disimpan pasangan suami istri itu selamanya. Tak ingin melukai perasaan Ajeng, tak perlu mengetahui dari rahim siapa, karena orang tua Ajeng adalah mereka yang merawat dengan kasih sayang yang tulus. Ajeng adalah kado terindah bagi mereka.

***

Ajeng yang malang tanpa pernah tahu siapa dirinya, Ajeng yang selalu merasa bahagia, tanpa menganggap beban semua yang dijalani.  Dia beruntung ditemukan oleh pasangan suami istri yang baik, yang bisa mengasuh dengan penuh cinta. Dia tetap harus terus berjuang untuk mewujudkan cita-citanya. Membahagiakan kedua orang tuanya.

Ketika kehadirannya tidak diharapkan di dunia, Tuhan memberikan kasih sayangnya melalui tangan lain yang lebih peduli.


== selesai ==


Ajeng bahagia dilamar Kenar
Jangan penasaran pemirsa, datang ya ke resepsinya nanti.



Teras cerita, 11 Okt 2019
swarnahati

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun