Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Viralkan

8 Agustus 2021   16:43 Diperbarui: 8 Agustus 2021   17:21 123 3
Betapa ampuhnya sebuah benda dalam genggaman tangan. Dengan hanya satu klik saja jari telunjuk menekan aplikasi yang tersedia di dalamnya, seorang pelaku kejahatan mampu dibekuk aparat penegak hukum.

-

Seorang wanita yang tengah melintas di sebuah jalan kecil yang lengang, di tengah pemukiman padat penduduk, tiba-tiba dihampiri sebuah sepeda motor yang dikendarai dua orang pria dari arah belakang.

Tanpa disadarinya, tas yang sedang dipegang oleh wanita itu tiba-tiba dengan secepat kilat direbut paksa oleh lelaki yang semula duduk di jok belakang sepeda motor itu.

Bisa jadi karena kaget, dan kekuatan wanita yang lebih lemah dibandingkan dengan pria, tas milik wanita yang di dalamnya berisi telepon genggam, sejumlah uang, dan berbagai alat perias untuk mempercantik tampilan kaum wanita, dalam sekejap langsung berpindah tangan.

Hanya dalam hitungan detik, pria itu sudah meloncat kembali ke ke atas jok belakang sepeda motor. Dan pria yang memboncengnya langsung tancap gas. Sementara wanita paruh baya itu masih terdiam kaget.

Baru ketika sepeda motor itu lenyap ditelan belokan gang, wanita itu tersadarkan. Dirinya telah menjadi korban penjambretan. Kemudian ia pun melolong berteriak minta tolong.

Maka sesaat kemudian warga sekitar berhamburan keluar rumah. Menghampiri wanita malang itu, tentu saja. Mereka langsung bertanya kejadian apa yang menimpanya.

Apa boleh buat. Untuk sesaat warga yang berkerumun tidak bisa menolong lebih jauh, mereka tidak menemukan pelaku kejahatannya, tentu saja.

Untunglah dalam situasi yang panik itu, beberapa warga cepat pulih kesadarannya. Di sekitar gang itu ada beberapa warga yang termasuk golongan berkecukupan memasang CCTV di depan rumahnya.

Nah, melalui alat itu pula, seluruh peristiwa yang menimpa wanita itu dapat terekam dengan jelas. Kemudian rekaman kejadian itupun direkam ulang ke dalam telepon genggam milik beberapa warga, dan disebarluaskan melalui media sosial masing-masing. Dengan memakai caption yang menarik, dan dengan gaya masing-masing tentunya. Tapi yang jelas, di semua postingannya itu dibubuhi kata: Tolong viralkan!

Tanpa menunggu lama, baik melalui media mainstream maupun media milik aparat kepolisian, beredar kabar pelaku penjambretan di gang itu telah berhasil dibekuk polisi.

Begitu ampuhnya memang, ungkapan kata "viral" yang disebarluaskan melalui jejaring media sosial.

-

Tidak hanya peristiwa kejahatan yang terjadi di gang itu saja yang berhasil diungkap oleh aparat kepolisian. Kasus perampokan, rudapaksa yang dilakukan secara beramai-ramai pun dengan korban seorang gadis di bawah umur misalnya, dengan cepat bisa diungkap pula secara tuntas.

Terlebih lagi kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah kepentingan publik. Misalnya saja pemalakan yang dilakukan para preman terhadap sopir truk. Terutama setelah kasus itu didengar langsung oleh Kepala Negara tempo hari.

Aparat kepolisian bak disengat lebah laiknya. Kapolri langsung memerintahkan jajarannya untuk segera bertindak. Puluhan preman yang konon mengatasnamakan kelompok dan organisasi kemasyarakatan, berhasil diamankan. Dan yang patut menjadi perhatian, tindakan aparat kepolisian itupun diberitakan secara besar-besaran oleh media massa mainstream, maupun media milik institusi kepolisian sendiri.

Bukankah dewasa ini hampir setiap tingkatan di institusi kepolisian memiliki corong media. Selain yang dikenal dengan sebutan humas, yang merupakan bagian resmi dari institusi itu, media berupa channel YouTube misalnya, hampir di setiap institusi kepolisian resort pun dapat disaksikan oleh khalayak.

-

Hanya saja di sisi lain, kita pun sampai saat ini masih saja mendengar sikap apriori di tengah masyarakat. Terhadap institusi penegak hukum tersebut, tentunya.

Betapa seorang warga korban pencurian di tempat tinggalnya, atau juga yang kecopetan misalnya, dengan tergopoh-gopoh mendatangi kantor kepolisian tingkat sektor untuk melaporkan kejadian yang menimpanya. Namun sambutan apa yang diterima warga itu?

Petugas yang menerima laporan, setelah memproses laporan, dengan membuat surat keterangan laporan warga yang jadi korban, berujar:

"Laporan dari Anda kami sudah terima... Bla- bla- bla-...."

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Warga korban kejahatan tersebut tidak pernah mendengar kabar proses selanjutnya dari pihak kepolisian. Atau misalnya menonton maupun membaca media yang memberitakan pelaku kejahatan terhadapnya berhasil dibekuk aparat kepolisian. Tidak ada sama sekali.

Warga itupun bertanya-tanya dalam hati. Apakah peristiwa kejahatan yang menimpa dirinya itu harus diviralkan, sebagaimana peristiwa kejahatan lainnya yang dalam tempo singkat berhasil diungkap?

Tapi dirinya tak memiliki rekaman video saat peristiwa itu berlangsung. Jangankan CCTV, telepon genggam saja ia tak memilikinya.

Bagaimana kalau meniru sopir kontainer yang langsung melaporkan kasus pemalakan yang menimpa mereka kepada Presiden Jokowi, sehingga Kapolri sendiri langsung gercep memberi perintah kepada jajarannya supaya segera bertindak?

"Ah, kapan aku dapat kesempatan bertatap muka dengan Presiden, aku cuma seorang warganegara yang tinggal di pelosok saja. Boro-boro bertemu Presiden, dengan Camat yang notabene dekat saja tempat tugasnya susahnya minta ampun untuk menemuinya."

Memang pada kenyataannya keadaan seperti itu bukan sekedar omong kosong belaka. Melainkan fakta yang begitu jelas kasat mata.

Kesempatan untuk mendapatkan rasa aman belum menjangkau seluruh warga negara. Sebagaimana juga pelayanan kesejahteraan dan kemakmuran. Bagi sekelompok warganegara yang hidupnya masih berada di bawah bayang-bayang ketertinggalan - dalam tanda kutip, tentu saja. Tepatnya mereka yang belum memiliki akses modernisasi.

Sehingga secara lugas, ungkapan "diskriminasi" masih bergema di negeri ini. Apa boleh buat. Dunia dalam genggaman tangan ternyata hanya sekadar kalimat indah di telinga bagi sebagian dari mereka. ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun