::
kawan, ini bukan soal apa yang kita bisa; tapi apa yang kita tidak miliki
bukan soal apa yang kita pikirkan; tapi apa yang ada dalam hati kita
bukan pula soal teori melambung-lambung yang kita punyai
terlebih lagi ini bukan soal kata-kata yang mempersulit pelakunya
ini cuma urusan dunia, kawan
dunia yang hanya dibatasi sekat tipis antara kebaikan dan keburukan
sekat yang seringkali menjebak alam pikir kita
sekat yang sesungguhnya semakin memperjelas hitam putihnya kita
tak eloklah mempertunjukkan kekuatan belalai kita sebagai simbol kejumawaan diri
kerana kita tidak sedang berada di ajang pertunjukkan sirkus
bahwa, sesungguhnya kita pun tak membutuhkan pawang kata-kata
sebab, kita sedang berada di wilayah alam bawah, alam yang sedang dipakai belajar apa saja dalam berkata-kata
kita sedang berjalan menuju ke titik nol, kawan
titik yang sejatinya sangat tidak layak dijadikan tempat untuk mendikte
titik yang seharusnya dipakai sebagai titik awal untuk mendewasakan diri
bukan titik untuk mendewa-dewakan diri sembari menepuk-nepuk dada;
kawan, tak eloklah pula berapologia dengan kata-kata yang sumir di sini
kerana, kita sedang berada di lorong hingar bingar yang sunyi dengan irama bertalu-talu yang sunyi pula
lorong yang sepersekian sekon dibanjiri dengan beribu-ribu kata-kata
kata-kata yang mengairbah yang mampu menenggelamkan seribu pujangga yang tak punya hati
okelah kawan,
untuk sekadar dipahami saja;
bahwa, tinggi hati itu tempatnya bukanlah di lorong ini atau di titik nol, hati-hati
sebagaimana traktat yang terbaca di semesta ketika akan menuju ke titik nol
sumurserambisentul, 20 september 2020
arrie boediman la ede