Mohon tunggu...
Drs. Komar M.Hum.
Drs. Komar M.Hum. Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Berbagi dan Menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bercermin Diri Melalui Kajian Buku Sapiens

1 Oktober 2018   08:26 Diperbarui: 1 Oktober 2018   09:09 2954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bercermin Diri: Menengok Masa Lalu, Menatap Masa depan

Saya yakin, kita semua sangat akrab dengan cermin dalam berbagai bentuknya. Benda ini bisa ditemui di banyak tempat, seperti kamar tidur, kamar mandi, depan kantor, tikungan jalan sempit, pada kendaraan roda dua atau empat, dan bahkan telpon genggam kita pun bisa dijadikan cermin. 

Saat Anda bercermin, perasaan apa yang muncul terhadap sosok yang hadir di hadapan Anda? Saya yakin perasaan itu akan sangat beragam, tergantung pada bagian mana yang Anda amati dan suasana hati yang sedang Anda alami.

Namun pernahkan Anda menjadikan sebuah buku sebagai cermin? Melalui kajian buku Sapiens karya Yuval Noah Harari, kita bisa bercermin, tidak hanya melihat diri sebagai personal, namun bercermin dari 70.000 ribu tahun sejarah panjang diaspora Homo Sapiens (Bahasa Latin, Manusia Bijaksana) ke seluruh penjuru dunia, dan sekarang sangat mendominasi permukaan bumi. 

Ketika kami bercermin melalui buku tersebut, pada hari Jumat 28 September 2018, pada acara "Kajian Buku Bulanan", beragam perasaan yang berkembang di antara para peserta, yang dikemukakan baik secara lisan maupun tulisan. 

Sebagian merasa terkejut, ada juga yang merasa tersinggung dan "marah", ada yang tidak sepakat dengan isi buku ini (walaupun diakuinya bahwa ia belum pernah membaca bukunya), sebagian merasa penasaran dan ingin mendalaminya, dan sebagian lagi merasa tercerahkan karena mampu memperluas cakrawala pengetahuan mereka.

Apa pun dampak dari pembahasan buku tersebut, kita berhasil menorehkan "lembaran baru" dalam tahap tumbuh kembang Al-Izhar sebagai lembaga pendidikan, yaitu menghidupkan kembali semangat "Iqra". Bukankah fondasi ajaran Islam adalah "Iqra"? Tentu saja "Iqra" dalam arti dan konteks yang luas. 

Tidak hanya terbatas membaca teks-teks yang tercetak pada buku, majalah, koran, atau barang cetakan lainnya, tetapi juga teks-teks yang terhampar di sekitar kita, baik berwujud fenomena alam maupun sosial. Dengan cara seperti ini, maka pada diri kita akan tumbuh gairah untuk terus mengembangkan diri, mengingat tantangan dan tuntutan tugas pada masa mendatang akan semakin kompleks. 

Para guru, sebagai intelektual-pendidik, dituntut selalu memperluas pengetahuan, mempertajam pikiran kritis dalam melihat sesuatu, dan tentu saja terlibat dalam "kontestasi gagasan",  melalui kegiatan Kajian Buku, yang akan dilakukan tiap Jumat akhir bulan, setelah kita menerima gaji, sehingga yang kita dapatkan adalah manfaat ganda, yaitu "pemasukan finansial dan pengembangan intelektual".

Siapakah Sapiens?

Selama ribuan tahun, melalui doktrin keagamaan, kita meyakini bahwa kita adalah satu-satunya manusia yang pernah ada di muka bumi. Kita lupa bahwa kita memiliki saudara, kakak, sepupu dari spesies manusia lain, seperti Homo Neanderthal, Homo Erectus, Homo Denisova, Homo Rudolfensis,  Homo Soloensis,  Homo Florensis (dan yang masih menunggu untuk ditemukan), yang sudah muncul lebih dulu dibandingkan spesies kita, serta telah menempati berbagai wilayah di bumi ini. Mereka adalah manusia, seperti kita. Pertanyaannya adalah, mengapa hanya spesies Sapiens yang tersisa hingga hari ini? Mengapa hanya kita yang bisa bertahan dan bahkan kini mampu mengontrol dunia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun