Mohon tunggu...
Komang Tantri Lestari
Komang Tantri Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mulailah mencoba

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pesta Malam di Kupang: Antara Kebebasan dan Kenyamanan Warga

14 Oktober 2025   17:30 Diperbarui: 14 Oktober 2025   17:41 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
menerbitkan surat edaran untuk penertiban malam sebagai bagian dari pemberantasan pungli. (Sumber: RRI, 9 Juni 2025)

Belakangan ini, warga Kupang ramai membicarakan aturan baru soal pesta malam. Wali Kota Kupang, Christian Widodo, mengeluarkan surat edaran yang mengatur supaya musik pesta harus berhenti paling lambat pukul 22.00 WITA, dan acaranya selesai maksimal pukul 24.00 WITA, muncul perdebatan publik yang hangat. Sebagian orang setuju, tapi banyak juga yang merasa aturan ini agak berlebihan.

Di Kupang, pesta malam bukan sekadar hiburan. Itu sudah menjadi bagian dari cara orang Nusa Tenggara Timur bersyukur dan bersosialisasi. Jika ada acara syukuran, wisuda, atau hajatan adat, masyarakat akan berkumpul, makan, dan menari bersama hingga larut malam. Musik keras, tawa, dan sorak sorai menjadi bagian dari suasana hangat yang jarang ditemukan di tempat lain. Karena itu, wajar jika sebagian masyarakat merasa pembatasan jam tersebut seolah mengurangi kebebasan mereka untuk merayakan kebersamaan.

Namun di sisi lain, keluhan warga juga tidak bisa diabaikan. Banyak orang, terutama yang tinggal di wilayah padat seperti Maulafa dan Bello, sering merasa terganggu karena musik pesta yang masih berdentum hingga dini hari. Anak-anak sulit tidur, orang tua terbangun, dan pekerja pagi datang ke kantor dalam keadaan lelah. Polisi pun beberapa kali turun langsung untuk membubarkan pesta yang melewati batas waktu. Jadi, pemerintah sebenarnya tidak salah jika ingin menertibkan.

Masalahnya mungkin bukan pada aturannya, tapi pada cara penerapannya. Jika semua langsung dilarang tanpa mempertimbangkan kebiasaan masyarakat, orang bisa merasa dikekang. Tapi kalau dibiarkan begitu saja, ketenangan warga juga terganggu. Ini sebenarnya soal mencari titik tengah. Pesta boleh, tapi tetap menghargai waktu istirahat orang lain. Musik boleh keras, tapi jangan sampai menjadi gangguan warga untuk beristirahat.

Petugas Polsek Maulafa merespon cepat aduan warga mengenai musik pesta yang berlangsung melewati tengah malam. (Sumber: NttPedia, 6 Oktober 2025)
Petugas Polsek Maulafa merespon cepat aduan warga mengenai musik pesta yang berlangsung melewati tengah malam. (Sumber: NttPedia, 6 Oktober 2025)

Para pelaku usaha hiburan juga ikut terdampak. Penyewa tenda, jasa sound system, dan penjual makanan yang biasa bekerja sampai tengah malam kini harus menyesuaikan diri. Sebagian khawatir pendapatan mereka berkurang. Karena itu, pemerintah sebaiknya tidak hanya melarang, tetapi juga memberikan solusi, misalnya dengan mengatur zona khusus atau memberikan izin jam yang lebih fleksibel untuk acara tertentu.

Pada akhirnya, ini bukan soal siapa yang benar atau siapa yang salah. Pesta malam memang bagian dari budaya masyarakat NTT, tapi ketenangan juga hak semua orang. Mungkin sudah saatnya kita belajar menyesuaikan cara berpesta. Tidak harus sampai pagi untuk bisa bahagia. Yang penting, suasana kebersamaan dan rasa saling menghargai tetap terjaga. Karena yang bikin pesta terasa indah bukan seberapa lama musiknya dimainkan, tapi seberapa hangat kebersamaan yang kita rasakan di dalamnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun