Mohon tunggu...
Koltiva
Koltiva Mohon Tunggu... Marketing

KOLTIVA menawarkan solusi berbasis teknologi untuk mendigitalkan bisnis pertanian dan membantu produsen kecil beralih ke praktik yang berkelanjutan. Dengan jaringan global, KOLTIVA membangun rantai pasokan yang etis dan transparan, membantu ribuan perusahaan memenuhi regulasi dan tuntutan konsumen, serta memberdayakan jutaan produsen untuk meningkatkan pendapatan mereka.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Baru 12% Perusahaan Hilir Gunakan Sistem Ketertelusuran, KOLTIVA Dorong Segregasi Inklusif Agar Petani Tidak Tersisih

21 Juli 2025   20:53 Diperbarui: 21 Juli 2025   21:17 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edukasi Tentang Segregasi Sangat Penting Bagi Keselarasan dengan EUDR (Sumber: KOLTIVA)

Menjelang berlakunya Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR) di akhir tahun, rantai pasok global dinilai masih jauh dari kesiapan, khususnya dalam memenuhi ketentuan ketertelusuran dan segregasi yang ketat. Analisis Forbes 2025 menunjukkan bahwa meski komitmen tanpa deforestasi makin umum diadopsi, hanya 30% pemasok hulu dan 12% pelaku hilir yang memiliki sistem pelacakan risiko deforestasi. Hal ini turut menimbulkan resiko pada perdagangan menuju pasar Uni Eropa.

Salah satu ancaman paling mendesak, namun kerap diremehkan, dalam kepatuhan terhadap EUDR adalah tercampurnya komoditas yang patuh dan tidak patuh---baik karena kelalaian maupun kelemahan operasional di sepanjang proses transportasi, pengumpulan, hingga perdagangan. Regulasi ini mewajibkan pemisahan yang ketat atas barang yang berasal dari lahan patuh dan tidak patuh (termasuk asal-usul yang tidak diketahui), dari titik panen hingga ekspor. Kegagalan menjaga segregasi fisik ini dapat menyebabkan penolakan atas pengiriman masuk ke Uni Eropa.

KOLTIVA, perusahaan AgriTech asal Swiss-Indonesia yang berfokus pada ketertelusuran dan keberlanjutan rantai pasok, menekankan bahwa segregasi---pemisahan fisik dan prosedural antara komoditas patuh dan tidak patuh EUDR---merupakan tantangan besar yang sering terabaikan. Tanpa tindakan segera, banyak perusahaan agribisnis terancam kehilangan akses ke pasar Uni Eropa.

Komoditas yang dinyatakan patuh terhadap EUDR harus memenuhi kriteria ketat, termasuk bukti kepemilikan lahan, bebas deforestasi, dan titik koordinat lahan yang akurat. Komoditas dari lahan yang mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020, atau yang tidak memiliki ketertelusuran yang dapat diverifikasi, dianggap tidak patuh dan harus dipisahkan secara menyeluruh. Jika terjadi pencampuran---baik dari kebun yang belum terdaftar maupun dari sumber yang tidak jelas---maka seluruh pengiriman akan ditolak oleh pasar Uni Eropa.

Tantangan semakin kompleks mengingat panjangnya rantai pasok global, di mana keterlibatan banyak perantara dan minimnya dokumentasi menyulitkan proses pelacakan komoditas hingga ke sumbernya. Di sinilah pentingnya segregasi, bukan hanya untuk kepatuhan, namun juga sebagai strategi mitigasi risiko. KOLTIVA mendukung tim lapangan dengan aplikasi KoltiTrace untuk memastikan transparansi. Pendekatan metodologinya mencakup tiga tingkat analisis ketertelusuran---berbasis spasial, berbasis risiko (spasial dan survei), dan kepatuhan penuh (verifikasi lapangan menyeluruh)---untuk membantu perusahaan menjaga keamanan rantai pasok dan mencegah komoditas tidak patuh masuk ke pasar.

Andre Mawardhi, Senior Manager Agriculture and Environment di KOLTIVA, menyoroti tantangan unik dalam rantai pasok petani kecil. "Mewujudkan segregasi fisik penuh saat memasok dari petani kecil adalah tantangan besar. Rantai pasok ini sangat kompleks, dengan banyak titik risiko pencampuran, dan sering kali masih ada lahan yang belum dipetakan sepenuhnya. Beberapa perusahaan mungkin memilih menghentikan pasokan dari petani kecil demi menyederhanakan kepatuhan, namun pendekatan ini justru berisiko meminggirkan petani yang sangat penting bagi produksi komoditas berkelanjutan. Perusahaan harus cermat menyeimbangkan antara kepatuhan dan inklusi," jelasnya.

Praktik Segregasi di Lapangan (Sumber: KOLTIVA)
Praktik Segregasi di Lapangan (Sumber: KOLTIVA)

Bagi petani kecil, segregasi menjadi jauh lebih rumit. Banyak dari mereka mengelola beberapa lahan---sebagian telah patuh, sebagian tidak. Tanpa praktik segregasi yang andal, risiko pencampuran hasil panen sangat tinggi dan dapat menyebabkan seluruh hasil tidak diterima pasar Uni Eropa.

"Kami mengelola lebih dari satu kebun, dan sebagian sudah dipetakan oleh KOLTIVA," ujar Rahman Sarwono, petani karet di Kutai Barat, Kalimantan Timur. "Pemetaan ini membantu kami memahami batas kebun. Jika kami dilatih memisahkan panen dari kebun yang sudah dan belum dipetakan---yang patuh dan tidak patuh---itu sangat membantu kami dan komunitas dalam memenuhi regulasi." Rahman menambahkan, "Sebagai petani, kami berkomitmen untuk patuh. Tapi kami juga butuh dukungan, pelatihan, dan edukasi agar bisa melaksanakan regulasi ini dengan benar. Kalau sampai salah sedikit saja, kami bisa kehilangan akses pasar sepenuhnya."

Menurut Andre, mengatasi tantangan ini butuh pendekatan sistematis dan bertahap. Pertama, pastikan Verifikasi Kepatuhan dan Dokumentasi di semua pelaku rantai pasok. Ini mencakup pemetaan lahan legal, verifikasi bebas deforestasi, dan kepatuhan terhadap standar lingkungan, sosial, dan antikorupsi. Pemisahan fisik dan dokumentasi harus dijaga dari asal hingga ekspor. Kedua, Terapkan Sistem Ketertelusuran untuk memverifikasi sumber yang bebas deforestasi. Poligon lahan yang akurat dan penggunaan aplikasi digital seperti KoltiTrace memungkinkan pelacakan dari hulu ke hilir. Pengumpulan data berbasis agen di lapangan memperkuat kredibilitas dan transparansi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun