Mohon tunggu...
John Koli
John Koli Mohon Tunggu... Guru - Mencintai Tuhan di dalam sesama

Cinta Damai

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Moralitas Pejabat Publik

30 November 2021   10:07 Diperbarui: 30 November 2021   10:14 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***Buat para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Lembata dan para Pejabat Publik lainnya***

Presiden Bill Clinton di-'impeached' karena skandal seks dengan sekretarisnya Monica Lewinsky. Hillary Clinton kalah dari Donald Trump pada pemilu presiden Amerika, salah satu alasannya karena Hillary dianggap menjustifikasi pelecehan seksual yang dilakukan oleh suaminya sehingga dia ditinggalkan oleh sebagian pemilih yang memutuskan untuk golput. Presiden Donald Trump mengalami penolakan dari aktivis wanita yang menganggap bahasanya terhadap para wanita ketika dia masih terlibat dalam konteks kecantikan sebagai yang SANGAT VULGAR dan tidak bermoral. 

Di negara yang sangat BEBAS seperti Amerika, yang oleh sebagian besar masyarakat kita menganggapnya sebagai negara kafir, ketika seseorang ingin/telah menjadi pejabat publik, MORALITAS-nya diperiksa dengan saksama. Calon/pejabat publik yang terlibat skandal seks dipecat, yang menjustifikasi (membenarkan) pelecehan seksual dikoreksi oleh konstituennya, ditinggalkan, sedangkan yang bahasanya fulgar terhadap wanita dikritik habis-habisan.

Soal MORALITAS PEJABAT PUBLIK tidak ada tawar-menawar, tidak ada justifikasi (pembenaran) bahwa karena kita semua juga adalah pendosa  maka janganlah kita membuka dosa orang lain. Pejabat publik adalah bagian dari ROLE MODEL (panutan), bukan hanya dalam kata-kata kosong tetapi juga dalam tindakan, kerja dan MORALITAS-nya. 

Indonesia, negara besar yang melabel dirinya sebagai negara religius telah membuat sebuah panduan tentang ETIKA dan MORALITAS pejabat publik yang tertuang dalam TAP MPR RI Nomor IV/MPR/2001, tentang etika kehidupan berbangsa. Pertanyaannya, mengapa MORALITAS pejabat publik kita tetap jadi persoalan? Ada banyak sekali faktor yeng mempengaruhi mengapa MORALITAS pejabat publik kita buruk. 

Salah satu faktor yang menyebabkan buruknya MORALITAS pejabat publik kita adalah sikap PERMISIF  dari masyarakat. PERMISIF adalah sikap dan pandangan yang membolehkan dan mengizinkan segala-galanya. Tidak jarang kita temui orang menjustifikasi sebuah tindakan AMORAL pejabat publik dengan pendapat bahwa kita semua adalah pendosa jadi tidak perlu membuka aib orang lain (pejabat publik yang melakukan tindakan AMORAL). 

KESIMPULAN

MORALITAS yang tinggi bagi para PEJABAT PUBLIK adalah sebuah keharusan, karena mereka adalah bagian dari ROLE MODEL (panutan). Pejabat publik yang seluruh hidupnya dibiayai oleh uang pajak rakyat, harus mempergunakan seluruh waktu hidupnya untuk berpikir tentang kesejahteraan rakyat. Jika ada pejabat publik yang hidupnya dibiayai oleh uang pajak rakyat tetapi mempergunakan waktu hidupnya hanya untuk memuaskan BIRAHI-nya, pejabat publik model ini, perlu ditampar dan dibuang ke laut. Menjijikkan dan memalukan. 

Siapapun yang menjustifikasi tindakan AMORAL para pejabat publikadalah sama menjijikkan dan memalukan. Indonesia dan Lembata tidak membutuhkan para pejabat publik yang rendah moralnya.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun