Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Angkringan Miss Vera, Mengingatkan Pentingnya Pendidikan Karakter Yang Bersinergi

25 September 2025   14:08 Diperbarui: 25 September 2025   14:08 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komite Sekolah (Foto grafis : uptdsmpn3bangkalansch.id)

Dari warung angkringan di Yogya sering muncul diskusi ringan tentang berbagai hal, sehingga membuka wawasan, mempertajam pikiran, menambah informasi, pengetahuan serta pengalaman. 

Malam itu, di awal September 2025. Salah seorang langganan angkringan yang ada di seputaran Kotabaru Yogya. Mengeluh tentang sebagian sikap pelajar dirasa jauh dari santun dan kurang peduli.

Saya tersentak, merasa gelisah. Apakah anak saya melakukan hal sama seperti yang dikeluhkan dan dituduhkan oleh salah satu pengunjung angkringan tersebut ?

Saya terdiam, cukup menjadi pendengar yang baik di angkringan tersebut. Mencoba introspeksi apakah anak saya berangkat dan pulang sekolah, melakukan tindakan yang jauh dari kesantunan. 

Sambil makan pisang goreng dan teh hangat, telinga terus berusaha menengkap diskusi ringan antar sesama pengunjung di angkringan. 

Pisang Goreng, Teh dan Kopi (Foto: Pedoman Karya)
Pisang Goreng, Teh dan Kopi (Foto: Pedoman Karya)
Saya masih terdiam, sambil berusaha membela diri dari dalam hati. "Anak saya tidak seperti yang mereka obrolkan". Tetapi tuduhan mereka ada benarnya. Tidak jarang saya bertemu dengan pelajar yang tidak memiliki sikap santun.

Kegelisahan saya bisa jadi buah dari keluhan banyak orang termasuk beberapa pelanggan di angkringan. Saya teringat penjual angkringan memiliki anak masih duduk di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. 

Selain berjualan, dia  seorang guru dari sebuah Sekolah Dasar swasta yang cukup ternama di Yogya. Pagi sampai siang mengajar, sore dari pukul 16:00 membuka angkringan sampai pukul 20:00. Setelah itu, angkringan dijaga oleh suaminya.

Beberapa orang tua mengetahui profesi penjual sebagai guru, memanggil Miss Vera, saat membeli jajanan atau nasi di angkringannya. Walau sudah memiliki dua anak.

Pelajar (Foto: Iuminasi.com)
Pelajar (Foto: Iuminasi.com)
"Miss Vera, apa tantangan pendidikan ke depan?" tanya saya mencoba menepis rasa khawatir akan perilaku anak saya.. "Karakter".  jawabnya, cepat dan singkat. 

Dia mencontohkan handphone berpengaruh besar terhadap turunnya kualitas karakter murid. Anak-anak cenderung asosial, kurang peka pada lingkungan dan kurang peduli. Baik terhadap teman di sekolah dan anggota keluarga lainnya.

Sambil menikmati teh, saya berusaha mencerna cerita, penjelasan dan pengalamannya sebagai guru sekaligus orang tua. Banyak cerita tentang perilaku murid yang membuat saya masih harus banyak belajar menjadi orang tua.

Salah satunya adalah memberi batasan penggunaan handphone. Tidak cukup menentukan hari apa boleh dan tidak boleh. Kapan dan situasi bagaimana perbolehkan anak menggunakan handphone. Tetapi mesti ada nilai yang ditanamkan kepada anak. Sekaligus memberi pengertian bagaimana hargai keberadaan dan kebersamaan dengan orang lain.

HP di tengah keluarga (Foto: bcalife.co.id)
HP di tengah keluarga (Foto: bcalife.co.id)
Handphone kebutuhan yang tidak terelakkan. Jika tahu bagaimana memanfaatkan, untuk mengakses berbagai informasi dengan mudah dan cepat. Namun sebaliknya, dapat menjadikan seseorang asosial dan mengalami ketergantungan jika tidak mampu mengendalikan.

Jika handphone lebih akrab dengan anak-anak, murid dibanding bersama teman. Demikian pula orang-orang sibuk dengan handphone dibanding orang sekitar atau dekatnya. 

Boleh jadi ini merupakan lonceng peringatan terkait karakter seseorang. Sekaligus sinyal tanda bahaya akan kualitas sumberdaya manusia yang berkarakter.

Praktik pendidikan bermutu menghadapi tantangan terkait masalah karakter. Kerjasama dan kolaborasi antara guru, murid dan orang tua dibutuhkan. Tetapi jangan lupa,  semua perlu diwujudkan dalam sebuah sinergi yang baik. Bukan sekadar slogan dan omong kosong di ruang seminar apalagi di angkringan atau cafe.

Ekspresi (Foto: kumparan.com)
Ekspresi (Foto: kumparan.com)
Perbaikan karakter tidak harus dibebankan ke murid. Mamun terkait karakter guru dan orang tua. Pendidikan menjadi tanggung jawab bersama. Orang tua semestinya memberi contoh atau panutan terkait perilaku yang berkakter. 

Memperbaiki karakter butuh komitmen dari semua pihak agar sinergi guru, murid dan orang tua memperoleh pendidikan bermutu siap hadapi tantangan abad 21.

Pertama, menanamkan karakter pada diri sendiri. Murid bukan obyek pendidikan. Guru, orang tua mesti memberi contoh. Bentuknya memiliki integritas yang tinggi. Konsisten, teguh dalam memegang nilai moral atau nilai luhur. Akan keyakinan diri, terutama kejujuran dan kebenaran.

Memiliki tanggungjawab atas segala perbuatan atau tindakan. Tidak mudah menyalahkan orang lain atau mencari alasan pembenar dari perbuatan salahnya. 

Bersikap dewasa terhadap kritikan, belajar dari kesalahan. Dapat  mengendalikan diri, sabar, berpikir panjang dan mampu melihat sebuah persoalan dari berbagai sudut pandang. 

Memiliki keinginan tahu yang besar dan bersedia untuk terus  belajar tentang apa saja. Sikap ini akan membawa seseorang menjadi kritis dan peka terhadap setiap persoalan yang ada di sekitarnya. 

Kedua, menanamkan karakter saat berinteraksi dengan orang lain. Caranya, dengan memiliki rasa hormat atau respect pada setiap orang. Tanpa memandang latar belakang, status atau pendapatan. Hal itu tercermin dari cara berbicara, mendengar dan mendengar orang lain. 

Memiliki empati dan kepedulian terhadap orang lain guna meringankan masalah atau beban orang lain. Ini salah satu dasar menjadikan seseorang memiliki sifat baik hati. 

Memilki kemampuan komunikasi yang baik dalam menyampaikan pikiran, perasaan dengan jelas, sopan, jujur dan bersedia mendengarkan secara aktif. Sehingga dapat diajak bekerja sama dengan orang lain sebab mampu berkontribusi dan mengutamakan tujuan bersama di atas kepentingan pribadi.

Ketiga, seseorang berkarakter nampak saat menghadapi tantangan. Hal ini tergambar dari kemampuan untuk bangkit dari kegagalan, kekecewaan dan kesulitan. Tidak mudah menyerah dan menjadikan tantangan sebagai pelajaran. 

Tergambar dari sikap optimis dan bersyukur. Memiliki pandangan positif terhadap kehidupan bahwa semua dapat terjadi dan selalu bersyukur sehingga dapat membentuk kesehatan mental. 

Tergambar dari keberanian, bukan berarti tidak takut. Tetapi berani untuk membela kebenaran, berani mengakui kesalahan. Dan berani memulai hal baru dan bertindak serta berbuat benar. 

Keempat, menanamkan kesadaran bahwa kemanusiaan merupakan dasar karakter. Dengan Memiliki sikap adil, tidak memihak, tidak berlaku curang dan memperlakukan orang sesuai haknya. 

Orang yang berkarakter adalah orang yang baik hati, melakukan tindakan baik, kecil maupun besar tanpa mengharapkan imbalan. Sebab kebaikan adalah bahasa universal yang bisa menyembuhkan.

Empat dasar karakter bukan hanya untuk murid. Orang tua dan guru mesti introspeksi diri, apakah sudah melakukan dan memiliki sifat karakter yang dimaksud ?

Apakah guru memiliki integritas tinggi terhadap profesinya ? Tidak melakukan perbuatan tercela baik di dalam maupun di luar lingkungan satuan pendidikan atau sekolah. 

Sampai tulisan ini dibuat, ada guru integritas profesinya patut dipertanyakan. Memberi perhatian ke murid berdasarkan unsur suka dan tidak suka akan latar belakang sosial ekonomi orang tua. 

Program kerjanya terkesan tidak terencana. Meminta sumbangan atau iuran mandiri secara mendadak, lewat WA grup orang tua murid. 

Logo Kemendikbud (Foto: Ko In)
Logo Kemendikbud (Foto: Ko In)
Penerimaan murid di sebuah Sekolah Dasar Negeri kabupaten Sleman bagian barat, berdasar informasi subyekrif dari Taman Kanak-kanak sebelumnya. Meski syarat dan usia serta dokumen lain sudah memenuhi aturan.

Lemahnya karakter masih diperlihatkan oleh guru di sebuah SMP Negeri di kabupaten Sleman bagian timur. Salah satu orang tua murid (22/9/25) mengeluh bahwa kepala sekolah sulit ditemui dengan alasan sering tugas luar.

Anaknya sering mendapat bully dari teman di sekolah. Pertama, masker yang dipakai anaknya dipotong dengan gunting. Lain waktu,  anaknya mendapat bully, diancam menggunakan pisau cutter. Sambil berkata "Pindah kamu dari sekolah ini !", hingga mengakibatkan luka di tangan.

Semua itu sudah dilaporkan ke guru kelas namun kurang mendapat tanggapan serius. Bahkan tanpa sepengetahuan dan izin orang tua murid, sekolah melakukan tes psikologi terhadap anaknya. 

Bully ( Foto: Sebenarnya. my)
Bully ( Foto: Sebenarnya. my)
Ini sempat diprotes oleh orang tua murid bukan karena hasil tes psikologi yang jelek. Tetapi waktu tes, tanpa pemberitahuan orang tua jauh sebelumnya. Melakukan tes psikologi saat kondisi anak  tertekan secara psikologis jelas pengaruhi hasil.

Wakil kepala sekolah tersebut merangkap jabatan sebagai bendahara komite sekolah. Ini melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah. 

Pasal 4 ayat 3 menyebutkan yang dilarang menjadi anggota Komite Sekolah adalah pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan. Penyelenggara sekolah yang bersangkutan. Pejabat pemerintah atau pemerintah daerah yang membidangi pendidikan. Larangan berlaku untuk semua posisi termasuk kepala, sekretaris dan bendahara Komite Sekolah.

Kasus yang terjadi memang sporadis tetapi menunjukkan bagaimana masalah karakter merupakan keprihatinan tersendiri dalam bidang pendidikan. 

Demikian halnya orang tua, lemah dalam memberi teladan perilaku berkarakter. Tidak sedikit orang tua suka mencari jalan pintas untuk mencapai hasil. Mengingkari proses, menginginkan atau mendapatkan sesuatu secara instan.

Hasil kerja, karya atau buahnya masam, kurang berkualitas, tidak meninggalkan kesan. Proses jual beli pelayanan jasa tidak menggunakan hati. Terasa hambar, semu dan terkesan transaksional.

Contoh lain dari orang tua, kurang peduli akan keselamatan orang lain saat di jalan, karena ingin cepat sampai tujuan. Menggunakan handphone saat berkendara. Melawan arah arus lalulintas, marah atau saat ditegur oleh pengguna jalan lain. 

Masa bodoh, kurang menghargai, tidak perhatian akan kepentingan orang lain. Sehingga perbuatan atau tindakan dapat mencelakai, membahayakan dan merugikan orang lain. 

Sinergi orang tua, guru dan murid terkait pendidikan karakter adalah tindakan dari guru dan orang tua sehingga ajaran itu mudah ditiru oleh murid.

Komite Sekolah (Foto grafis : uptdsmpn3bangkalansch.id)
Komite Sekolah (Foto grafis : uptdsmpn3bangkalansch.id)
Teh dan pisang goreng sudah habis. Perut kenyang tapi semakin sadar bahwa masalah pendidikan seolah tidak pernah selesai. 

Pengalaman jadi Komite Sekolah beberapa waktu lalu, menyadarkan bahwa masih ada guru yang kurang integritas terhadap profesinya. 

Tidak sedikit orang tua acuh akan keberlangsungan pendidikan karena berbagai alasan. Salah satunya masalah ekonomi, walau di sekolah negeri menerapkan pendidikan gratis untuk tingkat SD sampai SMP. 

Tujuh kebiasaan baik anak Indonesia hebat.  Seperti bangun pagi,  beribadah, olah raga, makan sehat, Rajib belajar, bermasyarakat dan tidur cukup. Cara menjadikan murid menemukan identitas diri menuju perbaikan karakter. 

Panganan di angkringan (Foto: Ko In)
Panganan di angkringan (Foto: Ko In)

Asyik, nguping pembicaraan orang tentang pendidikan di angkringan di temani teh atau kopi, mendoan, pisang goreng, sate usus, sate pentol atau sate telur burung puyuh dan sosis. Tidak kalah menariknya nguping pembicaraan orang saat di cafe atau street food.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun