Dari warung angkringan di Yogya sering muncul diskusi ringan tentang berbagai hal, sehingga membuka wawasan, mempertajam pikiran, menambah informasi, pengetahuan serta pengalaman.Â
Malam itu, di awal September 2025. Salah seorang langganan angkringan yang ada di seputaran Kotabaru Yogya. Mengeluh tentang sebagian sikap pelajar dirasa jauh dari santun dan kurang peduli.
Saya tersentak, merasa gelisah. Apakah anak saya melakukan hal sama seperti yang dikeluhkan dan dituduhkan oleh salah satu pengunjung angkringan tersebut ?
Saya terdiam, cukup menjadi pendengar yang baik di angkringan tersebut. Mencoba introspeksi apakah anak saya berangkat dan pulang sekolah, melakukan tindakan yang jauh dari kesantunan.Â
Sambil makan pisang goreng dan teh hangat, telinga terus berusaha menengkap diskusi ringan antar sesama pengunjung di angkringan.Â
Kegelisahan saya bisa jadi buah dari keluhan banyak orang termasuk beberapa pelanggan di angkringan. Saya teringat penjual angkringan memiliki anak masih duduk di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.Â
Selain berjualan, dia  seorang guru dari sebuah Sekolah Dasar swasta yang cukup ternama di Yogya. Pagi sampai siang mengajar, sore dari pukul 16:00 membuka angkringan sampai pukul 20:00. Setelah itu, angkringan dijaga oleh suaminya.
Beberapa orang tua mengetahui profesi penjual sebagai guru, memanggil Miss Vera, saat membeli jajanan atau nasi di angkringannya. Walau sudah memiliki dua anak.
Dia mencontohkan handphone berpengaruh besar terhadap turunnya kualitas karakter murid. Anak-anak cenderung asosial, kurang peka pada lingkungan dan kurang peduli. Baik terhadap teman di sekolah dan anggota keluarga lainnya.