Karya novelnya cukup banyak dan belum semua saya baca.Â
Untuk bertemu Romo, tidak mudah. Bukannya dia enggan bertemu dengan orang yang tidak penting seperti saya. Tetapi karena kesibukannya yang luar biasa selain sebagai rohaniawan, pegiat masalah sosial, pendamping bagi masyarakat yang tersisih dan terpinggirkan. Juga sebagai intelektual yang kerap mendapat undangan pada acara diskusi atau seminar.
Maka butuh waktu cukup lama hingga akhirnya saya dapat mewancarainya di sebuah gang di kawasan Gejayan Yogyakarta. Seorang teman pernah berpesan supaya mempersiapkan diri sebelum mewancarai Romo, sebab Romo ini cukup galak.Â
Namun saat ngobrol bersamanya sekitar 30 sampai 45 menit kesan galak tidak saya temukan. Apalagi saat ngobrol tentang Ambarawa dan Magelang dan tentang kali atau sungai Manggis yang ada di Magelang, dimana airnya sering berwarna coklat.
Ini yang membuat keprihatinannya sendiri. Maklum Romo pernah tinggal di Magelang, kira-kira butuh waktu satu jam perjalanan dengan kendaraan dari Yogya. Keprihatinannya waktu itu air yang berwarna coklat dipakai untuk mandi dan cuci oleh sebagian warga kota Magelang.
Saat temanku menjadi "Romo" Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, melihat fotonya hampir saya tidak percaya itu dirinya. Karena dari tingginya jelas tidak seukur dengan Romo Mangun. Demikian pula jika mengingat wajah atau mukanya, tidak ada garis kemiripan sama sekali dengan Romo Mangun.Â
Sekilas saya terkejut melihat postingan foto Romo Mangun di akun Facebook teman. Foto itu tidak asing bagi saya. Sosok yang banyak orang mengenalnya sangat mirip dengan Romo Mangun.Â
Tapi matanya tidak dapat menipu jika itu teman saya. Pemilik akun Facebook bernama Ojing Johanes Raharjo. Teman saya jadi Romo, ya teman saya jadi Romo Mangun untuk sebuah karya film dokudrama.