Â
Lari itu menyenangkan. Terbayang masa kanak-kanak, saat orang tua meminta untuk membeli sesuatu di warung terdekat. Kerap kita berlari untuk menuju warung. Ditambah dengan suara panjang keluar dari mulut saat melangkahkan kaki ke warung, "Ngeng...ngeng, ngeeeeeeeeeenggg........!".Â
      Membayangkan diri seperti seorang pembalap. Panas, tanpa memakai alas kaki atau sandal. Bukan suatu halangan walau orang tua sering mengingatkan. Semua dilakukan dengan senang hati. Suara, "Ciiiiittt........" keluar dari mulut. Saat sampai di warung disertai napas yang terengah-engah.
      Hal yang sama dilakukan saat pulang dari warung. Lari dan mengeluarkan bunyi seperti suara motor yang sedang ngebut. Sesampai di rumah ibu hanya bisa bergumam, "Mbok ya, ndak lari....".
      Tidak ada hari tanpa lari, bagi anak-anak. Sebagaimana sering kita lihat di sekolah. Manakala kendaraan yang mengantarnya tiba di pintu gerbang atau halaman sekolah.  Setelah cium tangan orang tua.  Tidak sedikit anak-anak langsung lari menuju ke kelas atau lari untuk menyusul rekannya yang ada di depan. Sambil sesekali usil, dengan membuat kaget temannya.
      Lari menjadi suatu yang menyenangkan walau tidak jarang jatuh dan memperoleh luka di lutut, tangan atau siku. Paling parah biasanya terkilir, retak atau patah tulang.
      Remaja memiliki kegemaran yang sama, lari. Perhatikan tempat-tempat dekat stadion, lapangan yang cukup luas nampak dipenuhi pemuda dan pemudi yang berolahraga saat sore hari. Baik akhir pekan atau hari biasa. Â
      Walau ada yang melakukan kegiatan hanya seminggu sekali atau seminggu dua kali saat akhir pekan. Tidak sedikit dari muda mudi yang melakukan kegiatan olahraga seperti lari. Bukan menjadi tujuan utamanya. Tidak sedikit sebagai tempat cuci mata, tebar pesona, lirik sana, lirik sini. Namanya juga anak muda. Siapa tahu ada saling keterpautan hati.
      Dengan bekerja seolah mendapatkan kesenangan tersendiri. Ikut dalam kesibukan kolektif  setiap pagi dan sore. Menuju atau pulang kerja dari dan ke pusat kota. Ikut menjadi bagian penyebab kepadatan di jalan dan angkutan umum. Â
      Bekerja atau berkarya menjadi kebanggaan, secara tidak sadar memamerkannya kepada orang. Simbol tak terucap dari kata tanggungjawab dan prestasi. Ditambah dengan wajah letih sepulang kerja, menjadikannya sempurna secara eksistensial sebagai mahluk sosial.Â