"Menjelang peringatan Hari Ayah, saya ingin mengusulkan lelucon ala bapak-bapak tak dilarang. Ia harus dihormati, dilestarikan," ungkap Kalbaugh.
Lebih dari 30 tahun berselang, ia baru memperoleh apa yang diinginkannya. Lelucon bapak-bapak dengan sporadis menjangkiti ruang media sosial dengan berbagai bentuk, salah satunya meme.
Ahli biologi Richard Dawkins dalam "The Selfish Gene (1976)", mendeskripsikan meme sebagai sebuah "unit transmisi budaya". Ia mengatakan bahwa ide-ide dapat mereplikasi, berkembang, serta memasuki budaya populer dengan cara yang mirip dengan penyebaran gen.
Maka tak heran jika lelucon bapak-bapak lewat varian meme, mudah diterima dan digemari oleh publik di media sosial.
Lelucon bapak-bapak mampu menjadi alternatif hiburan tanpa harus "ngeden" lebih dulu guna mencernanya. Materinya pun sangat ringan. Sebab, apa pun yang ada di sekitar kita, dapat dijadikan bahan melawak oleh kaum bapak-bapak yang maha receh bin ajaib.
Selain sederhana, lelucon bapak-bapak biasanya berisikan pengalaman hidup umum. Sehingga, "relateable" dengan keseharian dan bisa menjangkau lebih banyak kalangan, lintas kasta dan usia.
Lelucon memiliki banyak fungsi, salah satunya dapat memperkaya perspektif orang, membuat penyampaian sesuatu lebih efisien, serta mengurangi stres.
Di jaman digital yang ramai oleh adanya kejahatan daring, lelucon bapak-bapak menjadi oase di mana humor tak sampai harus melukai hati orang lain. Alih-alih melukai, humor harus menyembuhkan, menghibur, dan merekatkan. Begitulah "dad jokes" bekerja.
Humor bapak-bapak bisa menjadi media yang ekonomis, humanis, dan juga amat ramah lingkungan bagi orangtua untuk mendekatkan diri dengan anak-anaknya.
Jika di balik rempeyek ada udang, maka di balik lelucon bapak-bapak ada canda dan tawa yang dapat mempererat ikatan antara anak dengan orangtua.