Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Blokir Akses Internet, Cara Negara Bungkam "Suara Tuhan"

20 Februari 2021   02:22 Diperbarui: 20 Februari 2021   02:56 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pada Juni 2020 lalu otoritas Myanmar melakukan pemblokiran jaringan internet warga. | Photo: Nyunt Win/EPa/Shutterstock via WSJ.com

Gerakan perlawanan masyarakat itu pun masih terjadi hingga sekarang. Mereka melakukan aksi pemblokiran jalan pada Rabu, (17/2/2021). Para pengunjuk rasa beraksi seolah-olah mesin mobil mereka rusak di jalan-jalan utama Kota Yangon.

Perlawanan terhadap pemblokiran akses internet juga diserukan oleh warga sipil. Organisasi masyarakat sipil di Myanmar mengimbau penyedia jasa internet untuk menentang perintah junta militer terkait kebijakan kontroversial tersebut.

Faktanya, kebijakan serupa juga pernah diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Pada 22 Mei 2019, saat terjadi kerusuhan dalam aksi menolak hasil Pilpres 2019, pemerintah membatasi sejumlah fitur dalam media sosial, mulai dari Facebook, Instagram, hingga WhatsApp. Kebijakan berskala nasional itu diklaim merupakan langkah pencegahan sirkulasi hoaks.

Akibat kebijakan tersebut, nyaris semua rutinitas internet masyarakat Tanah Air lumpuh. Demikian juga dengan aktivitas digital ekonomi warga yang bergantung pada beragam situs belanja daring.

Aksi solidaritas menolak pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat yang digelar di Kominfo, (23/8/2019). | Fery Pradolo/Liputan6.com
Aksi solidaritas menolak pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat yang digelar di Kominfo, (23/8/2019). | Fery Pradolo/Liputan6.com
Tak hanya itu. Pemadaman juga kembali dilakukan pemerintah pada Agustus 2019 menyusul pecahnya kerusuhan di distrik Papua dan Papua Barat. Pemadaman itu sendiri dilakukan sejak Rabu, 21 Agustus, dan baru dibuka kembali secara bertahap pada 4 September 2019 lalu.

Saat itu Kemkominfo mengklaim bahwa pemblokiran dipilih demi mempercepat pemulihan keamanan dan ketertiban di Papua. Sementara itu, Presiden Jokowi mengatakan, tujuan utama pemadaman internet adalah untuk kebaikan bersama.

Sontak, ritus kontroversial itu akhirnya mendapatkan kritik dari berbagai pihak, yang kemudian berujung pada gugatan masyarakat ke pengadilan (PTUN).

Organisasi nirlaba pemerhati hak digital global, Access Now, melaporkan bahwa terdapat 213 kasus pemblokiran jaringan internet sepanjang periode 2019 lalu di seluruh dunia. Adapun pemerintah yang menerapkan kebijakan itu berjumlah 33 negara. Angka itu meningkat dari yang semula 25 negara pada tahun 2018 lalu.

Catatan pemadaman internet oleh negara-negara di seluruh dunia. | Capture data dari accessnow.org
Catatan pemadaman internet oleh negara-negara di seluruh dunia. | Capture data dari accessnow.org
Rekor pemadaman akses internet masih dipegang oleh India dengan 121 kejadian. Disusul Venezuela serta Yaman, masing-masing dengan 12 dan 11 kasus. Adapun Indonesia telah mencatatkan tiga kasus.

Pemberontakan warga sipil kini bergerak ke ranah digital. Sejumlah negara tengah berinvestasi pada teknologi digital untuk mencegah sirkulasi beragam informasi palsu dan menekan suara pembangkang.

Negara paham betul bahwa penyebaran informasi di Internet dapat menjadi alat demokrasi yang sangat ampuh. Dengan mematikan internet sepenuhnya, mereka dapat menghambat aktivitas perpolitikan untuk mempertahankan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun