Mohon tunggu...
kisno
kisno Mohon Tunggu... Ilmuwan - Linguis, Penerjemah, Juru Bahasa, Penulis Buku dan Artikel Ilmiah, Kritikus Pendidikan

Linguis, Penerjemah, Juru Bahasa, Penulis Buku dan Artikel Ilmiah, Kritikus Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Evolusi Belum Tuntas: Anarkisme Kerumunan di Masyarakat

24 September 2019   07:40 Diperbarui: 24 September 2019   07:48 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekelompok remaja usia sekolah menengah terlibat tawuran antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Tidak jelas apa yang diperjuangkan mati-matian sehingga kerusuhan pecah dan mengakibatkan banyak kerugian baik di pihak yang bertengkar maupun yang tidak terlibat sama sekali. 

Jalanan yang selayaknya lengang sekejap berubah menjadi lautan massa yang penuh dengan orang yang berlalulalang dengan kendaraan, saling berdesakan, tidak ingin mengalah satu dengan yang lainnya. 

Sekilas tidak terjadi apa-apa, namun sadar atau tidak, tawuran antara kelompok remaja tadi telah menimbulkan "efek domino" bagi pihak yang tidak terlibat. Pihak yang tidak tahu apa-apa mendadak menjadi hilang kesabaran, mungkin juga kesadaran, sehingga berkerumun dan ingin saling mendahului satu dengan yang lainnya, entah apa pula motifnya, mungkin ingin segera sampai ke tujuan masing-masing.

Sepenggal cerita di atas menyisakan sebuah pemikiran mengenai anarkisme kerumunan dan salah satu penyebabnya adalah mentalitas gerombolan dan logika kerumunan (crowd logics). 

Ini merupakan cerminan yang sangat mudah ditemukan di berbagai belahan dunia, khususnya di Indonesia. Individu demi individu mendadak menjadi berani karena keadaan beramai-ramai, terlepas itu sadar atau hanya sekadar ikut-ikutan saja. 

Mentalitas gerombolan semacam ini dengan mudah menyulut emosi, sehingga individu demi individu tadi gampang kehilangan akal sehat, mudah marah, dan agresif (Yasadhana, 2017) dan akibatnya menimbulkan tindakan-tindakan anarkis. 

Melakukan tindakan anarkis tersebut seolah menjadi kenikmatan tersendiri bila dilakukan beramai-ramai. Terlepas apakah aktivitas tersebut terstruktur, sistematis, namun yang jelas tindakan anarkis tersebut dilakukan secara masif.

Penulis meninjau hal ini dari dua sudut pandang. Ditinjau dari Psikologi Klinis (Sulistiawati, 2019), remaja yang mengalami perubahan secara dinamis pada fisik akan mempengaruhi hormonal dan perubahan lingkungan dan ini membuat remaja lebih sensitif sehingga mereka menjadi mudah tersinggung saat dipancing sedikit saja.  Ketika emosi mereka sedang memuncak, mereka cenderung mengambil tindakan yang tidak logis.

Yang kedua ditinjau dari sisi Sosiologi Massa. Ketika seseorang kehilangan kumpulannya atau dipisah dari nama kumpulannya (apakah itu sekolah, suku, klub, kepercayaan) dia akan merasa sendiri, bingung, hampa, tidak tahu mau berbuat apa karena sudah terbiasa ikut-ikutan dengan logika kelompoknya. 

Dia tidak pernah mengekspresikan keinginannya sendiri, atau tidak pernah berpikir sendiri. Itu sebabnya berkumpul tanpa tujuan yang baik dan positif itu berbahaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun