Mencermati pemberitaan tentang Rhoma yang inginmembubarkan Mahkamah Konstitusi pasca ditangkapkan Ketua MK non aktif Akil Mochtar oleh KPK karena diduga kuat menerima suap dari pihak yang berperkara di rumah dinasnya serta perkara suap pilkada lainnya yang ditangani akil selama di MK, sangat menarik.
Media ramai-ramai memberitakan pernyataan Rhoma tentang pembubaran MK tersebut, Rhoma memang akhir-akhir ini berniat mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia melalui perahu Partai Kebangkitan Bangsa, sehingga pernyataan Rhoma sangat menarik bagi kalangan wartawan.
Meski saya sedikit heran tentang perlakuan beberapa awak media terhadap pernyataan Rhoma tersebut, karena jauh sebelum Rhoma, Mahfud MD yang juga calon Presiden dari PKB bahkan ex.Ketua MK dengan terang-terangan meminta pembubaran MK pasca ditangkapnya Akil Mochtar karena diduga menerima suap, tapi rupanya Media justru tertarik menjadikan pernyataan Rhoma kontroversi.
Pihak MK sendiri pasca Rhoma berkomentar tentang pembubaran MK langsung menanggapi dan meminta Rhoma untuk membaca kembali UU dan UUD sebagai dasar terbentuknya MK, seakan-akan MK menganggap remeh pernyataan Rhoma tersebut, tapi anehnya Pihak MK tidak pernah melakukan hal yang sama saat Mahfud MD yang melontarkan ide pembubaran MK beberapa hari sebelum Rhoma berkomentar.
Pihak MK seakan segan menjawab pernyataan Mahfud MD yang meminta MK dibubarkan saja pasca akil ditangkap, tapi justru bereaksi saat Rhoma yang berkomentar, padahal substansi pernyataannya sama.
Bahkan saya melihat pernyataan Rhoma memiliki dasar argumentasi hukum dibanding dengan pernyataan Mahfud MD yang meminta MK dibubarkan hanya karena emosional dan terkesan ingin mencuci tangan.
Rhoma meminta MK dibubarkan dan fungsi-fungsi MK dialihkan ke Mahkamah Agung saja, sebuah ide yang menurut saya patut diapresiasi, ketimbang Mahfud MD yang professor hukum meminta MK dibubarkan hanya karena faktor emosional dan malu karena pernah menjamin Akil tak terlibat korupsi saat masih menjabat.