Gempuran konflik kehidupan (sebut saja tugas kuliah) menyisakan teriakan, tangisan getir, dan aksi dramatis layaknya pesinetron Indonesia sedang berAKTING (ups), dan kesah dari lubuk hati sosok manusia mungil nan rapuh tapi kuat ini (lebay). Sambil menjambak-jambak rambut mantan... (maksudnya rambut sendiri), dia berteriak dengan lantang (dengan ekspresi lebay tentunya)!
Sastra adalah seni. Tapi apakah sastra adalah seni? Ataukah itu hanya umpatan atau sekadar defense mechanisms-ku agar terima saja dengan takdir ini--bahwa sastra itu adalah seni, seni yang memiliki unsur keindahan yang tinggi dan harus dikerjakan dengan penuh keceriaan, kegembiraan, tanpa ada kesulitan dan hambatan, agar karya tersebut memiliki cita rasa kesenian yang tinggi pula.
Well, itu adalah benar (barangkali)! Sugesti-ku terhadap diri yang melakukan mekanisme pertahanan ego dengan cara sublimasi--Sublimasi adalah salah satu mekanisme pertahanan diri berbentuk pengalihan, terjadi ketika perasaan tidak nyaman dialihkan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial (Minderop, 2010:34). Tapi aku masih belum yakin dengan kebenaran pendapatku tentang tindakanku saat ini, barangkali aku tidak tepat mendeskripsikan kegiatanku. Bagaimana jika kita mengerjakan sesuatu yang akhirnya membuat kita merasa bahwa pekerjaan tersebut adalah ancaman bagi mental health kita (cie! uda ngomongin mental health saja nich!), sehingga ancaman tersebut mengakibatkan rasa tidak nyaman. Rasa tidak nyaman diatasi dengan mekanisme pertahanan ego--sublimasi. Mengalihkan perasaan tidak nyaman tadi dengan tindakan yang bermanfaat, yaitu mengerjakan tugas sastra! Loh, kok bisa begitu? Auh Ah, gelap! Pusing!
Ups! Tenang-tenang, tadi hanyalah sekilas informasi atau sebutir pendahuluan sebagai pemantik Anda-Anda (gimmick lebih tepatnya) agar membaca artikel saya sampai selesai. Ehe!
Bersambung...
DAFTAR PUSTAKA
Minderop, A. (2010). Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.