Mohon tunggu...
kidung alam
kidung alam Mohon Tunggu... -

Bersama alam, menyenandungkan kidungnya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar Membaca "Alam"i

13 April 2014   17:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:44 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari masih teramat pagi ....sunyi, sepi, dalam kesunyian, terlelap dalam tidur, kegelapan masih menyelimuti pagi, kesunyian yang dipecahkan dan dikejutkan oleh kepak burung pagi yang bergegas terbang mencari makan. Ciap dan celoteh burung yang bermain di dahan membangunkan dari tidur malam yang sangat nyenyak. Membangunkan kesadaran yang tertidur, membangunkan dari ketiadaan, terjaga, sadar dan kembali menjadi 'aku' dengan segala atribut ketubuhan. Dibangkitkan kembali dari suatu ketiadaan yang tak berketepian. Dimanakah 'aku" saat tidur? .... Dimanakah 'kesadaran' itu semalam?.

Dengan mata masih terpejam, beberapa indera mulai bekerja, pendengan dan perasaan, suara burung pagi dan musik dari radio atau tevelisi rumah tetangga, dan dinginnya udara pagi yang menggigit kulit, membawa kesadaran semakin menguat. Sang aku telah terjaga, kesadaran sudah bekerja penuh mengamati suara-suara burung yang terdengar oleh indera. Kesadaran akan membawa jauh menembus ruang dari sini ke ujung dunia bahkan sampai ke batas galaksi, menembus waktu dari masa ke masa, suara-suara ini sudah bisa didengarkan oleh manusia pertama yang berada di bumi, bisa di dengar oleh siapapun yang memiliki kesadaran, didengar dimana saja dan akan di dengar sampai nanti sampai dunia ini kiamat dan tiada lagi.

Heran .... takjub ... luar biasa, ada sesuatu kepastian, ada suatu ketetapan .... ada keharusan .... yang memaksa 'sesuatu' menjadi suara, yang terdengar indah oleh kita sebagai pendengar. Indah? .... eh...eh nanti dulu, coba amati dan dengarkan lebih jelas, dekat ... mendekat dan semakin dekat ... sangat dekat ... suara indah tersebut terdengar bising, keras dan menyakitkan, membuat pening dan sakit kepala, kepala berdenyut-denyut ... ingin menjerit ..., mohon ampun ..., tolong ...., ampun ...berhentilah, hentikan suara itu, suara tersebut menjadi alat penyiksa yang luar biasa kejam, sadis, jahat dan menyiksa.

Sangat luar biasa.... takjub ...heran, ternyata dengan adanya suara itu mampu sebagai penyiksa yang membuat sakit dan derita berkepanjangan. Jadi apakah perlu suara itu perlu?. Eh ...eh...tunggu dulu, coba dijauhi ...jauh ...jauh ...menjauh.... sampai tak terdengar suara lagi, lalu apa yang terjadi, diam, sunyi, kesunyian yang mencekam, dimana keindahan tadi, ....duhai dimana ...sungguh derita dan siksa tak berkeputusan kesunyian ini, tolonglah bersuara ...., bunyikan musik ...., kesunyian ini begitu menakutkan.

Sekali lagi takjub, terpesona, kekuatan apakah yang memaksa agar segala sesuatu harus tunduk pada batas yang bisa kita nikmati dengan nyaman, menjadi suara nyanyian yang merdu, menjadi kicauan burung. Tanpa suara itu rasanya menjadi manusia tak akan bermakna, namun dengan suara tanpa batas manusia menjadi tersiksa. Kesadaran menunduk, mengamati.Bagaimana suara bisa sampai di pendengaran, oh benar ada telinga sebagai alat pendengar, tanpa alat ini suara tersebut tak akan ada gunanya, menjadi tuli, desain alat ini yang begitu sempurna meredam bunyi yang tak dikehendaki dan hanya menyaring yang bisa sesuai. Perubahan desain alat indera ini sedikit saja akan menyebabkan kita tersiksa, bayangkan orang yang sakit meningitis yang menjadikan seluruh indera kita menjadi sangat sensitif, maka suara orang berbisik saja sudah menjadi alat penyiksa yang membuatnya menjerit kesakitan.

Apakah cukup sampai disini, tunggu dulu, amati dan lihatlah, maka kesadaran akan semakin takjub, tanpa atmosfer, suara akan terhenti, sebagaimana di bulan, suara tidak akan sampai di alat pendengar kita. Lalu desain bumi dengan gravitasi yang memaksa suara akan sampai di pendengar, suara di malam hari akan lebih jelas kita dengar. Sebuah desain terencana agar kita bisa menikmati bunyi ini. Keteraturan, kepastian, ketentuan yang dikhususkan bagi kita semua, kalau kita mau menyadari.

Kesadaran tentang suara burung tadi kemudian membawa ke pemikiran otak, akal lalu menggali informasi dan kenangan yang pernah ada, ya betuk itu suara burung kakaktua lalu burung merpati, lalu persepsi membuat gambar burung sedang terbang dengan indahnya, sayapnya berkepa di langit menjelang pagi hari, matahari pagi mulai bersinar. Bayangan keindahan yang menakjubkan. Wah ... tertegun dan tertegun dan semakin tertegun dengan hanya suara seperti ini kita bisa memiliki suatu gambaran atau kesadaran tentang suatu hal yang membawa bayangan keindahan.

Lalu terdengar suara musik yang merdu mengalun penuh kesedihan, kesadaran kita yang mendengarkan mampu terporak porandakan mendengar alunan musik indah yang mengharukan tersebut. Tanpa terasa air mata mengalir. Lho ...lho kok, bisa begitu apa kaitan suara itu dengan aku yang sampai menangis ini, apa lagi ini. Kemudian suara musik berganti menjadi suara merdu riang gembira, membawa suasana kegembiraan, kebahagian tentang sepasang remaja yang jatuh cinta, lalu kegembiraan pulang ke kampung halaman, masih banyak lagi suasana yang mampu tergambar jelas dan nyata, realitas yang tergambar sesungguhnya dari suasan yang diterima oleh telinga kita, indera pendengar kita yang terhubung dengan simpul-simpul syaraf di otak kita lalu menyambung ke seluruh jaringan-jaringan syaraf di seluruh tubuh, sehingga ketika suara yang mengejutkan tiba kita mampu terlonjak, ketika suara indah terdengar, seluruh tubuh melembut tenang, nyaman.

Masih ada lagi fungsi yang paling penting, ternyata kita mampu terhubung dari satu manusia ke manusia lain lewat suara, lewat media penyampai yaitu bahasa, entah itu sederhana bahkan sampai yang sangat rumit, alat pendengar kita mampu menerima, mengolah informasi mengirimkan ke otak dan membuat persepsi yang sama persis dengan orang yang berbicara. Misalnya teman berkata kepada kita, di luar gerimis, ternyata kita mampu mempersepsikan suatu hal yang sama persis tanpa perlu melihat dan merasakan gerimis di luar. Lalu manusia bisa saling bertukar informasi, berbagi pengetahuan dan ilmu, berkomunikasi, menyampaikan kasih sayang, menyebarkan kebencian, fitnah dan permusuhan bahkan peperangan. Seluruh perkembangan dan kemajuan manusia saat ini seolah tidak bisa tidak pasti berkaitan dengan suara, dengan media penyampainya yaitu bahasa dari satu orang ke orang lain, dari satu suku ke suku lain, dari satu bangsa ke baqngsa lain ke seluruh umat manusia di dunia ini. Ajaib ...semua itu hanya karena suara tersebut. Apakah kita pernah memikirkan?

Sebuah desain terpadu, grand desain sempurna, perencanaan timbulnya suara sehingga menghasilkan jenis-jenis suara yang berbeda-beda sangat mendetail dari rendah sampai nyaring, dari lembut sampai kasar sangat bervariasi, kemudian bagaimana suara merambat, perencanaan bunyi yang harus teredam di udara sehingga sampai pada batas level yang sesuai untuk didengar tidak menyakitkan namun bisa terdengar jelas, desain yang luar biasa teliti dan sempurna yang harus membentuk atmosfer dengan suhu dan tekanan tertentu karena akan mempengaruhi faktor suara dan juga grafitasi yang harus sesuai agar suara tidak tertelan atau terlempar keluar lalu kerapatan partikel udara yang harus pada level tertentu, terlalu padat tidak akan mampu meleati. Bayangkan suara yang dilewatkan melalui benda padat atau cairan. Bermilyar faktor harus diperhitungkan untuk hanya bisa membuat suara harus sampai di telinga pengamat.

Apakah cukup, wah ... tidak!!!, masih harus diperlukan alat penerima, receiver yang pas untuk menerima dan mengamati bunyi ini. Levelnya harus pas dan sesuai, desainnya harus cocok diterapkan kepada segala macam jenis ras manusia nantinya termasuk ukuran tubuh, kondisi tempat nantinya. Semakin rumit... semakin berbelit untuk mendesain ini. Lalu harus terhubung dengan syaraf otak dan mampu menimbulkan sensasi di organ-organ tubuh, jantung, kulit, kaki tangan, sehingga mampu terbawa dalam emosi atau jiwa. Selanjutnya harus mampu menimbulkan juga persepsi yang sesuai bagi yang kita, sesuai dengan apa yang didengar dengan 'realitas'. Sehingga mampu berkomunikasi dari satu orang ke orang lain, bertukar persepsi, mentransfer informasi atau 'realitas' dari satu orang ke orang lain. Hanya satu kata untuk ini. Rumit!!!!!!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun