Mohon tunggu...
Kiai Mbeling
Kiai Mbeling Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Cinta untuk Imam Besar NU Garis Lurus

14 Februari 2016   11:07 Diperbarui: 14 Februari 2016   12:03 1545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1

Bismillahirrahmanirrahim. Kami dari Perguruan Ilmu Sunan Kalijogo, mengamati dan terus menerus ber-tadabbur tentang perkembangan organisasi pewaris para Wali Songo, yang namanya NU. Kami menyadari bahwa para penganut ilmu-ilmu Sunan Kalijogo yang notabene peletak dasar Islam Jowo di sekitar pedalaman pulau Jawa, merasa harus turun gunung, setelah melihat kondisi NU akhir-akhir ini. Kami merasa peduli terhadap NU, karena NU adalah “sebagian” dari pewaris dari para ilmu para Wali Songo ini, yang sekarang mengalami pengirisan dan pembelahan dari dalam. Ihwal itu, banyak orang menyebutnya NUGL, yang telah kami amati secara seksama.

Turun gunung kami ini adalah bentuk kepedulian kami kepada NU dan para pewaris para wali songo di organisasi yang tengah mengalami cobaan dari kejumawaan anak-anak muda, yang mengklaim diri sebagai NUGL. Beberapa cobaan NU telah bisa dilalui, berkaitan dengan organisasi tandingan sejak zaman dulu hingga sekarang. Tapi cobaan NUGL ini bagi organisasi NU, sungguh akan menjadi api besar yang menyulut fitnah: ngaku NU, tapi tidak menggunakan akhlak NU. Kami diperintahkan oleh guru kami, khusus untuk menangani NUGL. Rekan-rekan lain, dari Perguruan Ilmu-ilmu Sunan Kalijogo menangani hal-hal lain.

Kami ingin membicarakan satu sosok penebar fitnahnya, sehingga nama NU yang didirikan para masyayikh dan memperoleh ridha dari para wali, kini telah menjadi bahan ejekan dimana-mana. Nama sosok ini adalah KH. Luhfi Bashori yang tinggal di Malang. Di adalah orang yang dianggap oleh situs NUGL sebagai imam besar NUGL, sebagai tandingan maya dari jamiyah yang didirikan KH. Hasyim Asyari, bernama Jamiyah Nahdlatul Ulama.

Tokoh ini yang mempopulerkan nama NU Garis Lurus dalam situs pribadinya, Pejuang Islam Sejati NU Garis Lurus (sekarang diubah menjadi Pejuang Islam Sejati Aswaja Garis Lurus). Nama NUGL ini kemudian menjadi perhatian orang banyak, dan menjadikan NU sebagai bahan ejekan. Yang mengikuti garisnya adalah NUGL, dan mukhalafah-nya, yang lain adalah tidak GL. Beginilah akhlak seorang mengaku Aswaja tetapi masih mentah. Tidak cukup diingatkan orang-orang yang dianggap tidak disetujuinya. Tetapi pengirisan justru dilakukannya terhadap organisasi NU yang didirikan Mbah Hasyim Asyari. Tradisi yang dibuatnya kemudian diikuti oleh berbagai orang yang tidak suka terhadap NU, baik yang dari kalangan Syafi`iyah-Asy`ariyah atau di luar Syafi`iyah-Asy`ariyah, yang dipenuhi kemarahan meluap-luap. Hadits Nabi man sanna sunnatan sayyiatan telah dirintisnya. Nama NUGL kemudian berentek, menjadi mesiu yang mengotori jam`iyah NU. Padahal nama NU-lah semata yang diberikan Mbah Hasyim dan para sesepuh pendiri NU untuk nama organisasi ini. Bukan NUGL.

Memang jelas, KH. Luthfi Bashori tidak suka dengan pemikiran dan orang tertentu di kalangan NU, itu adalah syah, tetapi yang digerus-gerus justru simbol nama jam`iyah, dengan mengiris NU menjadi NUGL, menjadi sangat jelas. Ini adalah sejenis karya dari seorang anak muda yang belum mengalami kematangan dalam dunia batin Aswaja dan dunia batin ilmu-ilmu para wali. Nama yang dilansirnya sekarang menjadi alat untuk menertawakan NU oleh orang yang tidak suka NU. Bahkan dieksploitasi sedemikian rupa di situs NUGL. Dialah perintis sunnatan sayyiatan

Orang ini, memang anak seorang kyai hebat di NU, namanya KH. Bashori Alwi dari Malang. Tetapi akhlaknya jauh berbeda dengan ayahnya yang santun dan tidak serampangan dalam berdakwah. Ini dikarenakan, salah satunya karena persahabatan dan silaturahmi yang dibangunnya bukan kepada kyai-kyai dan tokoh-tokoh NU (kami tidak menyebut Syafi`iyah-Asy`ariyah, karena Syafi`iyah-Asyariyah itu banyak dan tidak semuanya ikut NU, dan di antara mereka mendirikan FPI), tetapi justru kepada tokoh-tokoh di luar NU yang beraspirasi daulah slamiyah.

Coba lihat dengan bangganya, di situsnya, yang sekarang telah diganti namanya menjadi Pejuang Islam Sejati Aswaja Garis Lurus (sebelumnya Pejuang Islam Sejati NU Garis Lurus). Dalam bagian riwayat kiprah dia disebutkan banyak bersentuhan dengan grup mereka yang sering berjuang untuk daulah islamiyah di luar arus jam`iyah NU: menjadi anggota FUUI, penasehat MMI (salah satu tokohnya, Abu Jibril menganggap Pancasila itu thaghut), dan penasehat FPI.

Lebih-lebih dia kurang suka bergaul dengan para pecinta NU, yang bisa saja orang=orang yang tidak disetujuinya itu belum sempurna, tetapi karena sikapnya yang demikian itu menjadikannya ada yang hilang dalam dirinya kalau mengklaim sebagai bagian dari pejuang NU. Silaturahmi, guyon, dan ngekek bareng, kalau perlu ngrokok bareng, dengan para kyai-kyai NU yang berbeda, dengan para anak muda yang berbeda, enggan dilakukan. Paling tidak, kesanggupan damai untuk mendengar pandangan orang lain dan kyai lain dari kalangan NU yang beraspirasi lain, kurang dimiliki.

Ini buah juga dari pendakuannya sendiri. Dari namanya saja, coba diperhatikan “Pejuang Islam Sejati”. Pendakuan dirinya sebagai Pejuang Islam Sejati, adalah pengumuman dari dirinya sendiri, yang mencerminkan kematangannya belum tampak dalam membawakan diri. Pengakuan itu alangkah eloknya dari masyarakat,khirqah wushul dan suluk saja diberikan dari para mursyid-guru kepada murid, dan perkenan ridha pun hanya dimiliki Allah. Ini sesuatu yang fundamental, diumumkan ke publik, sebagai Pejuang Islam Sejati muncul dari dirinya sendiri.

Cobalah lihat, seorang yang dianggap orang ilmunya tinggi, faham kitab-kitab kuning, seorang penghafal al-Quran, dan seorang yang katanya telah nyucup ilmunya Sayyid Muhammad al-Maliki, tetapi tidak malu-malu, mengagungkan dirinya sendiri dengan sebutan Pejuang Islam Sejati. Subhanallah Astaghfirullah. Apakah sepanjang waktu detik perdertik dia seorang pejuang sejati di hadapan Allah, hudhur dan wushul? Apakah dalam qalbu dan sirr-nya setiap saat telah menjadi pejuang sejati di hadapan Allah, hudhur danwushul? Bukankah ilmunya setetes saja tidak ada bandingannya dengan ilmu-Nya Allah, dan ilmunya Kanjeng Nabi Muhammad? Bukankah dia tidak maksum dan suci, yang sangat mungkin terjatuh detik perdetik tidak hudhur dan wushul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun