Mohon tunggu...
KHUSNUL PRATIWI HADI
KHUSNUL PRATIWI HADI Mohon Tunggu... -

Farmasi UNHAS 2014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikatku

18 Desember 2014   01:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:05 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lub dub, lub dup itulah suara jantungku,yang terdengar samar di telinga tapidenyutnya terasa kuat ditubuh kecilku ini. Seperti angin yang menerpa di pohon pohon bergoyang seseuai irama tampa diiringi dirgen semacamnya.Denyut itu tidak ada yang bisa menghentikan ketika aku harus berada di sebuah kota yang tak pernah terlihat di mataku sebelumya. Berkat ayah aku bisa melihat kota ini yang dulunya aku hanya bisa melihat kelelwar yang bergelantungan di pohon pinang di waktu siang . itulah kampung ku yang tercinta. Tak pernah terpikir di benakku akan menginjakkan kota Parepare ini. Bahkan aku akan akan sekolah di sini. Bagaimana bisa seorang khusnul akan bisa mandiri di kota ini??Yah, itulah namaku khusnul, Dan biasanya sahabatku memanggilku sapaan Nul.

Ngebeng di kota orang, merupaka hal yang tidak mudah untuk beradaptasi dan Membutuhkan waktu yang lama bagiku untuk bisa beradaptasi dengan semua orang bahkan keluarga ku sendiri. Parepare??? Merupakan mimpi sekaligus anugrah untukku. Aku terlalu sok sokAn bisa sekolah disini, soppeng saja aku tak pernah memberanikan diri pulang sendiri. Bahkan Ayah selalu menjemputku atau kah ayah selalu menyuruh omku menjemputku, teringat pada saat di pesantren dulu.aku selalu mengkhawatirkan diriku sendiri yang tak bisa berbuat apa apa. Besok waktunya tes di MAN 2 akupun belum mengambil keputusan apakah aku ingin sekolah di MAN 2 atau kah kembali Ke Soppeng. Inilah waktunya menentukan 3 tahun kedepannya lirihku dalam hati. Bahkan ayah msih bersabar menunggu keputusanku. aku melihat kearah ayah sambil mengatakan dalam hati “isya allah ayah tak pernah sia sia mengantarkan anakmu ini, ia akan berusaha meskipun tahu kondisi yang akan menerpa di kemudian hari”.lagi lagi jantungku berdenyut kencang sekencang angin ketika aku harus behadapan sma ayah ditemani deng HJ. Mirhanah yang asiknya mempromosikan man 2. Aku mencoba bicara sama ayah tampa ada rasa ketakutan yang tampak di raut wajah yang tembem.

“A… A… YAH, aku akan sekolah di man 2 bukan di lilbanat ataupun di soppeng”.

“kalua itu sudah kemauan mu silahkan, satu sekolah sma Ira, Ifha”

Ayah selalu memperkanalkan sesama orang yang sama sekali tidak ku kenal bahkan aku tak pernah melihatnya sebelumnya. kata ayah dia harus panggil kamu tante. “TANTE’’ itulah salah satu yang harus di tanam sejak awal dalam bugis kedekatan itulah yang akan terjalin dlam sebuah keluarga smpai menimam cucu cucu,yang akanmemperkenalkan satu sama lainnya nanatinya sesaat itu, terdiam dan pasrah tapi itu lucu bagaimana kelau di sekolah nanatinya aku di panggil tante pasti malu. Sejak kapan aku harus menjadi tante. Sejak saat ini mungkin yah. Tapi semoga saja tiu tidak akan terjadi kataku.

Hari senin tepatnya, tiba waktunya di tes diwaktu yang bersamaan formolir baru di ambil sekaligus dikumpul. Kak irha yang mengatarku ke ruangan test ku. Seusai test deyut jangtungku semakin kuat katika aku harus berjalan sendirian di sekian bayak kakak kelas yang duduk di pohon mangga. Diantara sekian bayak orang salah satunya ada Kak Irha di temani Kak imam tentunya.

“Tanteeeeeeeeeeeeee” teriakan mereka berdua yang hamper bersamaan. Kompak yah mereka.lirihku dalam hati . Urat nadi semakin mau putus melihat mereka ingin rasanyacepat cepat menghilanh dari hadapan mereka.Aku punberjalan seperti tidak terjadi apa apa.ternyata ayah telah menunggu ku di rumah dinas.

Ayah sudah mw berpamitan pulang ke sopppeng nak, Nak inilah sekolahmu dan sinilah kelurga barumu, di sinilah kamu akan menemukan bayak teman dari berbagai daerah, dan bermacam macam bahasa. Kata ayah kepadaku yang sendang duduk di smapingku. Itulah kata kata ayah sebelum meninggalkan ku. Raut wajahku pun semakin memerah menahan air mataa ini.Melihat perjuangan ayah menyekolahku jauh dan jauh dari mereka dan membutuhkan biaya tak sedikit. Semoga inilah awal dari perjuangan untuk melihat keluarga besarku tersenyum bahagia.

Aku bangga memiliki sosok seperti ayah, dia adalah penolongku, malaikatku untuk aku bisa menjalani hidupku saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun