Kian banyak waktu kita habiskan di dunia daring, semakin dekat kita berjalan menuju depresi. Dalam kasus film Korea Ghost Train, teror horor pun mengejar sang YouTuber.
JALAN menuju depresi itu, diungkap oleh Hilarie Cash Ph.D. dalam tulisannya di laman web Psychology Today. Kondisi yang disebut sebagai digital addiction tersebut, diungkapnya menggunakan judul "The Online Social Experience and Limbic Resonance".
Secara ringkas dan sesuai konteks ini, Hilarie menyebut bahwa kini semakin banyak orang yang lebih menyukai interaksi sosial melalui layar. Namun, berulang kali penelitian menemukan korelasi yang kuat antara depresi dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk daring.
Pemahaman ini adalah bagian yang dibungkus oleh film Ghost Train (2025) yang menggunakan karakter tokoh seorang YouTuber. Sebagai informasi, film ini baru saja tayang di Korea, disusul kawasan Asia (termasuk Indonesia), Amerika, dan Eropa.
Sinopsis Film Ghost Train
MALAM. Gerak jam tampak telah menunjukkan waktu larut. Di kejauhan, pendar cahaya yang remang telah membungkus Stasiun Gwanglim. Tak ada tanda-tanda aktivitas selayaknya sebuah terminal tempat lalu lalang manusia.
Namun, Anda melakukan kesalahan bila tiba pada asumsi seperti itu. Jauh di dalamnya, masih terdengar detak jantung berdebar dari manusia. Setidaknya, denyut tegang dari seorang gadis muda berkaca mata.
Extendable stick (tongkat narsis) yang berujung pada smartphone, sedang dia ayun-ayunkan. Gadis itu tampak sedang memburu sesuatu, sasaran yang belum ditampilkan kasat mata dalam official trailer film Ghost Train.
Ghost Train adalah film anyar besutan sutradara Tak Sewoong, yang ceritanya berdasarkan skenario yang ditulis oleh Jo Bareun. Film asal Korea ini akan menghiasi layar-layar di Indonesia mulai 25 Juli 2025.
Film ini dikemas dalam genre Horor/Misteri, bercerita tentang seorang gadis muda bernama Da Gyeong (Joo Hyun-young). Sebagaimana anak muda di Indonesia, dia menyandang atribut sebagai YouTuber.