Jika lelaki berjibaku memperjuangkan cinta hingga pernikahan, maka perempuan melakukannya melampaui itu, dengan kerelaan berkorban yang melintasi ruang dan waktu.
KHO PING HOO, penulis cerita silat (cersil) legendaris pernah menulis bahwa dalam perjalanan hidup manusia, terdapat tiga peristiwa penting yang krusial, yakni kelahiran, pernikahan, dan kematian.
Dalam dialog antar-karakter film Sore: Istri dari Masa Depan, kita akan menjumpai tiga momen senada yang dinarasikan sebagai masa lalu, rasa sakit, dan kematian.
Mari kita padu padankan keduanya. Jika kelahiran dimaknai sebagai masa lalu dan bersepakat tentang kematian, maka yang tersisa dari komparasi keduanya adalah pernikahan yang "identik" dengan rasa sakit.
Ringkasan cerita berikut kiranya bisa menjadi ilustrasi mengena mengenai hal ini. Tidak terlalu akurat, bahkan mungkin jauh dari tepat. Namun setidaknya mendekati kenyataan untuk sekadar memberikan gambaran.
Pada sebuah musim dingin yang panjang, terjadi badai yang mengancam nyawa makhluk hidup. Dalam keterpaksaan yang menyakitkan, dua ekor landak memutuskan untuk berpelukan agar hangat.
Pada akhir cuaca ekstrem, hewan pengerat dengan tubuh berduri tajam ini, berhasil melewatinya dengan selamat. Tubuh keduanya berhiaskan darah yang disebabkan oleh tusukan duri dari masing-masing mereka.
Film Sore: Istri dari Masa Depan dan Teori "Cinta Kuat Seperti Maut"
CINTA sejati dalam praktiknya, kerap melampaui akal. Dia memiliki daya genggam sekuat maut. Kalimat ini tercatat dengan baik dalam satu ayat di kitab Song of Songs (Kidung Agung 8:6). Ada yang menduga, kitab yang ditulis dengan gaya sastra pada zamannya ini adalah karya Raja Salomo.
"Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, cemburu gigih seperti dunia orang mati. Nyala-nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!" demikian penggalannya.